Sabtu, 03 Juni 2017

Pembinaan Ideologi Pancasila, Presiden Keluarkan Perpres

ilustrasi
www.kemlagi.desa-id - Dengan pertimbangan dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah memandang perlu dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara, yang terencana, sistematis, dan terpadu.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 19 Mei 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.

Disebutkan dalam Perpres itu, Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila yang selanjutnya disingkat UKP-PIP adalah unit kerja yang melakukan pembinaan ideologi Pancasila.UKP-PIP ini merupakan lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dan dipimpin oleh seorang Kepala.

“UKP-PIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan,” bunyi Pasal 3 Perpres ini.

Dalam melaksanakan tugasnya, menurut Perpres ini,  UKP-PIP menyelenggarakan fungsi: a.perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila; b. penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan road map pembinaan ideologi Pancasila; c.koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; d. pelaksanaan advokasi pembinaan ideologi Pancasila; e.pemantauan, evaluasi, dan pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; dan f.pelaksanaan kerja sama dan hubungan antar lembaga dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila.

Organisasi
Menurut Perpres ini susunan organisasi UKP-PIP terdiri atas: a.Pengarah, yang terdiri atas unsur: 1.tokoh kenegaraan; 2. tokoh agama dan masyarakat; dan 3. tokoh purnawirawan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan akademisi.

Pelaksana terdiri atas: 1. Kepala; 2. Deputi Bidang Pengkajian dan Materi; 3. Deputi Bidang Advokasi; dan 4. Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi.

Pengarah yang dari masing-masing unsur paling banyak 3 (tiga) orang, menurut Perpres ini, mempunyai tugas memberikan arahan kepada Pelaksana terkait arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. Sementara Ketua Pengarah dipilih oleh anggota Pengarah melalui mekanisme internal Pengarah.

Adapun Kepala sebagaimana mempunyai tugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi UKP-PIP, dan dalam melaksanakan tugasnya memperhatikan arahan dari Pengarah.
Dalam Perpres ini juga disebutkan, Deputi dibantu oleh paling banyak 15 tenaga profesional, yang terdiri atas: a. tenaga ahli utama; b. tenaga ahli madya; dan c.tenaga ahli muda.

Tenaga Profesional sebagaimana dimaksud harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945; b. memiliki pemahaman dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; dan c. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

Untuk dapat diangkat menjadi tenaga profesional, menurut Perpres ini, seorang calon harus memenuhi syarat: a. Warga Negara Indonesia; b. berpendidikan paling rendah strata 1 (S-1); c.memiliki pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun yang dapat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi UKP-PIP; dan d. tidak sedang menjalani proses hukum dan/atau tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Perpres ini juga menyebutkan, untuk memberikan dukungan teknis dan administrasi, UKP-PIP dibantu Sekretariat, yang dipimpin oleh Kepala Sekretariat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UKP-PIP dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Kabinet.
Menurut Perpres ini, Pengarah dan Kepala diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Kepala. Sementara Tenaga profesional diangkat dan diberhentikan oleh Kepala.

“Masa tugas Pengarah dan Kepala mengikuti masa bakti Presiden,” bunyi Pasal 27 Perpres ini.
Perpres ini juga menyebutkan, bahwa Pengarah, Kepala, Deputi, dan tenaga profesional dapat berasal dari pegawai negeri sipil atau bukan pegawai negeri sipil.

Untuk pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi pegawai di lingkungan UKP-PIP, menurut Perpres ini, diberhentikan dari jabatan organiknya  tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri sipil, dan diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil apabila telah mencapai batas usia pensiun dan diberikan hak kepegawaiannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Perpres ini, Kepala Sekretariat, Kepala Bagian, dan Kepala Subbagian pada Sekretariat UKP-PIP diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Kabinet atas usul Kepala UKP-PIP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perpres ini menegaskan, Pengarah, Kepala, dan Deputi diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setara dengan jabatan struktural eselon I.a atau jabatan tinggi utama atau jabatan tinggi madya. Sedangkan Tenaga ahli utama diberi hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan pejabat eselon I.b atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya. Tenaga ahli madya diberi hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan pejabat eselon II.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, dan Tenaga ahli muda diberi hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tingginya setingkat dengan pejabat eselon III.a atau Jabatan Administrator.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Pengarah, Kepala, Deputi dan tenaga profesional diatur dengan Peraturan Presiden,” bunyi Pasal 35 Perpres ini.

Pendanaanyang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi UKP-PIP, menurut Perpres ini,  dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan pada Anggaran Sekretariat Kabinet.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 41 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 23 Mei 2017 itu.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Jumat, 02 Juni 2017

Menteri Desa Minta Kepala Desa Bantu Cegah Radikalisme

Menteri Desa, Eko Putro Sandjojo
www.kemlagi.desa.id - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo meminta kepala desa mengamalkan nilai-nilai Pancasila guna mencegah penyebaran radikalisme.

Kalau ada gejala radikalisme, saya minta kepada seluruh kepala desa di mana pun, segera melaporkan kepada pihak-pihak yang berwajib," ujar Eko dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Eko menjadi Inspektur Upacara Hari Lahir Pancasila di Lapangan Pancasila, Ende, Nusa Tenggara Timur.

Sebagai upaya mencegah perkembangan paham radikal, lanjutnya, para kepala desa diminta untuk aktif menanamkan nilai-nilai Pancasila di daerahnya.

Menurutnya, kearifan lokal yang berlandaskan nilai Pancasila, seperti gotong royong, toleransi antarumat beragama, dan musyawarah masih sangat kental di perdesaan.

"Negara kita ini akan besar jika semua elemen bisa menghayati dan mengamalkan nila-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Apalagi negara ini negara yang beragam. Kita semua wajib menjaga kenekaragaman ini sebab keberagamanlah yang membuat kita besar," kata dia.

Sementara itu, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mendukung penuh tindakan pemerintah pusat yang akan membubarkan oragnisasi yang terindikasi menanamkan nila-nila radikalisme dan organisasi yang mengancam keutuhan NKRI

"Kami pemerintah dan warga di Provinsi NTT berkomitmen untuk selalu menjaga kesatuan dan keutuhan NKRI. Kita menolak radikalisme, terorisme dan organisasi lain yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa. Warga NTT juga mendukung penuh upaya pemerintah yang akan membubarkan organisasi radikalisme dan anti pancasila," kata Frans.

Sebelum upacara berlangsung, Mendes PDTT menyaksikan parade laut dari Pelabuhan Bung Karno. Parade tersebut menampilkan adegan detik-detik tibanya Bung Karno dan keluarga yang diasingkan oleh Belanda ke Ende. Parade laut tersebut dimeriahkan oleh rangkaian kapal-kapal rakyat dan juga kapal milik TNI AL. Sebagai simbol lahirnya gagasan Pancasila, perwakilan parade laut memberikan logo Burung Garuda kepada Mendes PDTT.

Hadir dalam rangkaian perayaan Hari Lahir Pancasila di Ende yaitu Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, Bupati dan Wakil Bupati Ende, Marsel Petu dan Djafar Achmad.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Kamis, 01 Juni 2017

1 Juni Diperingati Sebagai Hari Lahirnya Pancasila

Tema Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2017
www.kemlagi.desa.id - Dasar hukum 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila adalah Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Pada keputusan tersebut ditetapkan, bahwa tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila, tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional serta Pemerintah bersama seluruh komponen bangsa dan masyarakat Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila setiap tanggal 1 Juni.

Untuk tahun 2017 ini merupakan pertama kalinya bangsa Indonesia memperingati 1 Juni 2017 sebagai hari lahirnya Pancasila. Berbagai macam kegiatan dilakukan untuk memperingati hari lahirnya Pancasila ini, yang puncaknya pada hari ini 1 Juni 2017 di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Presiden Jokowi memimpin langsung peringatan tersebut sebagai inspektur upacara.

Dalam sambutanya Presiden Jokowi menyampaikan bahwa dengan Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, kita bisa terhindar dari radikalisme, konflik sosial, terorisme dan perang saudara yang menghantui negara lain. Dengan Pancasila kita bisa hidup rukun dan bergotongroyong untuk memajukan negeri. Bahkan dengan Pancasila, Indonesia menjadi rujukan dan harapan masyarakat internasional untuk membangun dunia yang damai, adil dan makmur di tengah kemajemukan.

Bahkan komitmen pemerintah untuk penguatan Pancasila sudah jelas dan sangat kuat. Berbagai upaya terus dilakukan. Telah diundangkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.

Berbagai Cara Unit Peringati Hari Lahir Pancasila

Bawa Tulisan Selamat Hari Lahir Pancasila
Salah seorang mahasiswa semester VI jurusan Sosiologi UMRAH, Rodal Prawoto memiliki cara unik untuk peringati hari lahir Pancasila. Ia dengan percaya diri membawa tulisan ‘Semangat Pancasila Masih di Dada’.


Hal itu dilakukan sebagai wujud mengingatkan masyarakat bahwa 1 Juni adalah hari lahir Pancasila. Rodal mengaku jika tindakannya ini sebagai bentuk pengharapan agar masyarakat elit tidak lupa pada Pancasila dan nilai-nilai yang dikanungnya. Pancasila hendaknya bukan hiasan dan pajangan saja.

Bentangkan Bendera Raksasa
Lain aksi para pedagang kaki lima di Depok, mereka juga nggak mau kalah untuk memperingati hari kelahiran Pancasila. Bermodalkan gotong royong, para pedagang kecil ini berupaya untuk membangkitkan rasa nasionalisme.


Dimulai dari tanggal 1 Juni, bendera dengan ukuran raksasa dengan panjang lebih dari 5 kilometer akan dibentangkan menuju perbatasan Bogor. Para pedagang berharap apa yang mereka lakukan tidak hanya menjadi aksi saja, namun juga mampu menggerakkan jiwa masyarakat untuk lebih mencintai pancasila.

Kenduri Pancasila
Bahkan peringatan ini sudah jadi tradisi yang dilakukan di Blitar. Pada tanggal 1 Juni, di pagi hari masyarakat mengadakan peringatan hari lahir Pancasila. Bentuknya menyerupai paduan antara Tata Cara Militer dengan upacara adat.


Misalnya saja, dalam upacara ada lagu adat yang juga mengiringi upacara tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tetap memiliki jiwa nasionalisme meski mempertahankan dan menjunjung tinggi adat istiadat.

Grebeg Pancasila
Grebeg Pancasila memang diadakan khusus sebagai peringatan hari lahir pancasila. Biasanya dijalankan dengan artis-artis Blitar. Bersama citra etika dan estetika tanpa meninggalkan khidmadnya arti upacara.


Acara ini juga berasal dari Blitar, kota di mana presiden Indonesia pertama berasal. Mungkin hal itu membuat masyarakat sangat mencintai Pancasila hingga setia memperingati 1 Juni dengan cara yang istimewa.

Ziarah ke Makam Bung Karno
Tak ingin kalah dengan aksi masyarakat, para tokoh Indonesia biasanya juga turut memperingati kelahiran Pancasila. Biasanya mereka akan mengunjungi kompleks makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur.


Para pemimpin biasanya akan mengirim doa, setelahnya lanjut mengunjungi museum Bung Karno yang terletak tak jauh dari makam. Setelahnya, acara puncaknya yaitu pembacaan teks Pancasila, sambutan para pejabat dan Presiden.

Tentu kita tahu jika Pancasila bukan sebatas pajangan, namun pernahkan kamu tergerak untuk memperingati hari lahirnya? Semoga cara unik peringatan 1 Juni di atas menginspirasi kamu untuk melakukan hal yang sama.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Rabu, 31 Mei 2017

BPKP Konsisten Mengawal Keuangan Desa

ilustrasi

www.kemlagi.desa.id - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lainnya yang terdiri dari Inspektorat Kementerian/Lembaga/Pemda kembali meneguhkan tekadnya untuk mengawal keuangan desa agar proses pembangunan desa lebih akuntabel sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Penegasan itu terkait dengan rencana pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional  Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2017 yang akan diselenggarakan di Jakarta, tanggal 18 Mei 2017. Acara tersebut akan dihadiri Presiden RI dengan peserta dari APIP Kementerian/Lembaga dan Pemda, serta perwakilan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa.

Survei yang dilakukan BPKP pada akhir Tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi desa bervariasi mulai dari pemerintah desa yang minim sarana prasarana karena kendala listrik, hingga pemerintah desa yang sudah maju karena telah berbasis teknologi (web/internet). Kualitas SDM rata-rata belum memadai (belum memahami pengelolaan keuangan), karena tingkat pendidikannya yang bervariasi.

Di samping itu, masih terdapat desa yang belum menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa, belum memiliki prosedur yang dibutuhkan untuk menjamin tertib administrasi dan pengelolaan keuangan serta kekayaan milik desa, serta  belum menyusun laporan sesuai ketentuan. Evaluasi APBDesa juga belum didukung kesiapan aparat kecamatan serta pengawasan belum didukung SDM memadai di tingkat APIP Kabupaten/Kota.

BPKP melakukan sinergi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk memperkuat sistem pengendalian internal pengelolaan keuangan desa melalui pengembangan aplikasi sistem pengelolaan keuangan desa dan peningkatan kapabilitas APIP dalam pengawalan keuangan desa.

Bersama Kementerian Dalam Negeri, BPKP telah mendorong akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dengan mengembangkan aplikasi tata kelola keuangan desa melalui Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES). Hingga saat ini, tingkat implementasi SISKEUDES sudah mencapai 33,17% atau 24.863 dari 74.954 desa di seluruh Indonesia hingga diharapkan  Tahun 2019 seluruh desa sudah menggunakan aplikasi tersebut.

Dalam rangka mendorong implementasi SISKEUDES secara penuh, BPKP berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri c.q. Ditjen Bina Pemerintahan Desa untuk memfasilitasi implementasi aplikasi SISKEUDES secara bertahap. Selain itu, BPKP juga berkoordinasi dengan KPK menghimbau kepada seluruh kepala desa untuk mengimplementasikan aplikasi SISKEUDES. Penyebarluasan aplikasi  tersebut dilakukan BPKP bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Bagi daerah yang sudah mengimplementasikan SISKEUDES, BPKP bersama The World Bank (Bank Dunia) telah memberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi.

Saat ini sudah terdapat belasan ribu desa yang membentuk Badan Usaha Milik /BUM Desa. Di samping SISKEUDES, BPKP bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Akuntansi Badan Usaha Milik Desa (SIA BUM Desa) pada akhir Tahun 2016. SIA BUM Desa dikembangkan untuk membantu pengelola operasional BUM Desa dalam pengelolaan transaksi akuntansi, penyusunan laporan keuangan, dan laporan kinerja BUM Desa. Pada tahap awal pengembangan, SIA BUM Desa telah diimplementasikan pada 15 BUM Desa di Provinsi Bali.

Fitur-fitur yang ada dalam kedua sistem tersebut dibuat sederhana dan untuk menyikapi kondisi desa yang bervariasi dan memudahkan implementasinya. Dengan satu kali proses penginputan sesuai dengan transaksi yang ada, SISKEUDES dan SIA BUM Desa dapat menghasilkan output berupa dokumen penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain dari sisi kemudahan, keduanya juga dilengkapi dengan Sistem Pengendalian Intern dan didukung dengan Petunjuk Pelaksanaan Implementasi dan Manual Aplikasi. BPKP mendorong APIP untuk ikut serta dalam Satuan Tugas Pemerintah Daerah dalam implementasi SISKEUDES.

Sebagai upaya nyata untuk meningkatkan kapabilitas APIP, BPKP melakukan sinergi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan keuangan desa melalui penyelenggaraan bimbingan teknis dan Focus Group Discussion (FGD) serta monitoring bersama atas penyaluran dan penggunaan dana desa setiap triwulan.

Di samping itu, BPKP juga bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan KPK dalam melakukan workshop peningkatan kapabilitas APIP dan Unit Layanan Pengadaan serta membantu Kementerian Keuangan dalam mengidentifikasi permasalahan penyaluran dan penggunaan dana desa.
Pengawalan keuangan dan pembangunan desa merupakan tugas yang harus diemban oleh seluruh APIP dengan sebaik-baiknya. Ke depan, jumlah dana yang digelontorkan ke desa akan semakin besar. APIP sebagai pengawal kebijakan strategis Presiden, Menteri dan Kepala Daerah dituntut untuk memberikan rekomendasi yang bersifat strategis agar implementasi UU Desa ini dapat berjalan dengan baik. Pengawalan desa membutuhkan integrasi yang harmonis dari seluruh potensi yang ada pada APIP maupun lainnya, karena banyak aspek di desa yang perlu dikawal secara bersama-sama.

(Bagian Humas dan HAL, Biro Hukum dan Humas BPKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo)

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

PUASA IBUNDA


Muhammad Ainun Nadjib ( Cak Nun )
3 Ramadhan 1438 H
oleh: Muhammad Ainun Nadjib

www.kemlagi.desa.id - Sejak kecil saya merendam pertanyaan di lubuk hati kenapa di Keluarga saya tidak pernah saya alami dan rasakan tradisi atau suasana ritual puasa sebagaimana yang saya jumpai di semua keluarga yang lain. Memang pada setiap Ramadlan terdapat suasana khusus, semacam kegembiraan dan kekhusyukan yang tidak terjadi pada bulan-bulan yang lain. Tetapi sejumlah “perilaku” atau “upacara” yang di mana-mana terjadi, tak ada di keluarga kami.

Yang menonjol di masa kanak-kanak saya dari Ramadlan adalah bunyi “tédur” atau bedug yang ditabuh oleh dua orang di dua sisi, dengan aransemen yang khas. Bunyi “tédur” sore hari menjelang Maghrib di mana bakda Isya nanti kami mengawal shalat Taraweh, juga pada hari terakhir puasa yang besoknya Idulfitri — sangat menawan. Membuat kami anak-anak kecil tersenyum lebar tak habis-habis, tanpa pernah mampu merumuskan perasaan apa yang sedang kami alami.

Tatkala menjelang remaja, bedug dan tédur lenyap, ditelan oleh pertengkaran tentang bid’ah, ketelingsut dan terkubur oleh konflik berkepanjangan para Ulama, Kiai dan Ustadz tentang madzhab, aliran, tafsir dan berjenis-jenis kuasa dan kesombongan ilmu. Kayu, kulit kerbau dan potongan batang pohon petai penabuh bedug, tidak lagi dilibatkan dalam pernyataan Allah “sabbaha lillahi ma fis-samawati wa ma fil-ardli“, bertasbih kepada-Ku semua yang ada di langit dan bumi. Alam dihardik oleh keangkuhan ilmu manusia. Pepohonan dan hewan disingkirkan oleh supremasi Syariat hubungan manusia dengan Tuhan. Kekayaan alam diperbudak, ditindas, dijajah, dikuras dan dihabiskan oleh kehebatan peradaban manusia untuk membangun materialisme, teknologisme, industrialisme, dan hedonisme.

Di keluarga saya hampir tidak pernah ada kemewahan materi, pertunjukan spiritual, dramatisasi ibadah, buka puasa yang lebai dan over-romantik. Kalau sahur ya sahur saja sebagaimana makan-makan biasanya. Kalau berbuka ya berbuka saja, tanpa prosedur administrasi takjil ringat dilanjutkan buka-berat, sebab adanya makanan minuman ya hanya itu. Kalau taraweh ya taraweh saja. Tadarrus ya tadarrus saja. Tarhiman ya tarhiman saja. Puasa seharian ya puasa saja. Semua tanpa kehebatan, tanpa kegagahan. Tanpa men-teater-kannya. Tanpa merayakannya. Tanpa menyadar-nyadarinya. Tanpa dibungkus-bungkus dengan kealiman, kesalehan atau kesorga-nerakaan. Seingat sejak kecil di keluarga saya juga tidak ada atmosfir “nafsu” terhadap pahala seratus kali lipat, ganjaran seribu kali lipat. Kami melakukan semua itu karena memang sewajarnya kami melakukannya.

Kalau Idulfitri tiba, sehabis shalat bersama di lapangan desa, kami kembali ke rumah, tidak ada proyek panjang bersalaman, berpelukan, sungkem kepada yang lebih tua di antara 15 bersaudara. Hanya bersalaman malu-malu, dan kalau ada yang mengucapkan sesuatu, paling jauh “Nol-nol ya…“. Atau “sepure sing dowo rek“. Sepur itu kereta api, “dowo” itu panjang. Sepurnya yang panjang, maksudnya itu pengalihan simbolik dari “mohon maaf sepanjang-panjangnya”.

Bahkan kepada Ibu dan Ayah. Karena saya lama di Yogya, pernah saya membungkuk, hampir bersimpuh, mencium lutut Ibu dan Ayah. Tapi Ibu tertawa terpingkal-pingkal dan Ayah tersenyum-senyum. Padahal sudah saya hapalkan narasi adiluhung: “Kawulo caos sembah pangabekti, mugi katur ing ngarsanipun Ibu lan Bapak, mbok bilih wonten klenta-klentunipun atur kulo saklimah, tuwin lampah kulo satindak, mugi Ibu soho Bapak kerso maringi gunging samodra pangaksami, kawulo suwun kaleburono ing dinten riyadi puniko…

Ketika suatu saat ada peluang, saya coba menggali bagaimana sebenarnya pandangan Ibu tentang tradisi yang kami jalani itu. Hal “sungkem” hariraya yang Ibu tertawa itu, Ibu berkata: “Nak, maaf memaafkan itu kepastian hati setiap manusia hidup. Apalagi pada kita sekeluarga. Kita ucapkan atau tidak, kita sampaikan atau tidak, mustahil kita pernah tidak memaafkan dan tidak minta maaf kalau kita benar-benar bersalah. Maaf memaafkan itu setiap saat, sepanjang waktu, di dunia sampai akherat. Tiap hari adalah Idulfitri bagi kita. Tidak ada hari di mana kita tidak memaafkan di antara kita

Ibu saya adalah juara minta maaf. Setiap saya sowan kepada beliau dan berniat minta maaf karena banyak hal, begitu mencium tangan beliau, selalu Ibu yang duluan mengucapan  “Sepuroen Ibumu yo Nak, gurung tau iso menuhi kewajiban sing temenan“. Maafkan Ibumu ya Nak, belum pernah mampu memenuhi kewajiban yang seharusnya. Demikian saya dan semua kami 15 bersaudara tidak pernah menang melawan Ibu dalam lomba minta maaf.

Bahkan sejumlah orang di dusun kami yang menyakiti Ibu, termasuk ada yang pernah menghardik Ibu dengan kata “pelacur”, didatangi rumahnya oleh beliau untuk menyatakan minta maaf kepada mereka. Seseorang yang paling dengki dan memusuhi keluarga kami, oleh Ibu malah diminta untuk menjadi Ketua Takmir Masjid di depan rumah kami. Kami ber-15 pecah kepala rasanya oleh kemurahan dan kebijaksanaan radikal Ibu. Dua hari kemudian kami semakin kebingungan, tapi menjadi sedikit agak paham, tatkala “Ketua Takmir Masjid” baru itu dipanggil ke hadirat Allah swt, dalam keadaan yang sangat menyedihkan.

Hal puasa, karena kebetulan itu merupakan naluri dan hobi saya sejak balita, di samping seneng tidur di wuwungan genting atau di dahan pohon, atau duduk-duduk lama di kuburan — saya pernah memancing pandangan Ibu. Beliau menjawab: “Sebenarnya, Nak, yang paling nikmat itu kita berpuasa selama hidup di dunia, harirayanya besok-besok saja di Sorga, mudah-mudahan Pengeran ngijabahi

Memang beliau keterlaluan puasanya. Tidak pernah punya kerudung atau jilbab, baju dan jarit, lebih dari tiga helai. Kami selalu mengoleh-olehinya bermacam-macam pakaian, tapi besoknya selalu sudah dipakai oleh tetangga sana sini. Ibu rajin keliling kampung bertamu ke penduduk yang miskin, menanyakan bagaimana makan dan pakaian anak-anak mereka, sekolahnya anak-anak mereka dan berbagai keperluan sehari-harinya. Kakak dan adik saya yang mengurusi Sekolah sering mendapat perintah untuk memberi keringanan biaya kepada ini itu. Sekian kali saya diajak bertamu ke rumah gubug tetangga jauh dan minta supaya saya bangunkan rumah meskipun kecil dan sederhana.

Penghuni rumah kami bergelombang keluar masuk antara 30 sd 40 orang. Termasuk Guru-guru Sekolah dan anak-anak yatim. Ayah menyekolahkan mereka, mendirikan rumah-rumah sederhana mereka, dan mengupayakan pekerjaan mereka.

Sebagaimana lazimnya manusia, ada sejumlah anak asuh Ayah Ibu yang berkhianat. Ayah tidak pernah punya tema bahwa ia dikhianati, difitnah, disantet atau dibunuh. Beliau mengerjakan saja yang menurut beliau wajib dikerjakan: membangun Sekolah, Kooperasi Desa, menyediakan fasilitas-fasilitas olahraga, media-media informasi, kesenian Hadrah, drumband dan apa saja yang beliau mampu. Ibu banyak difitnah luar biasa, dan kami memerlukan maraton berpuluh-puluh kilometer untuk sanggup memaafkan — sementara Ibu cukup satu langkah untuk pasti memaafkan siapapun saja yang menganiaya beliau.

Saya menempuh kehidupan dengan sangat dipengaruhi oleh Ibu dan Ayah. Juga kami semua 15 bersaudara. Sejak kecil saya menjalani puasa, di dalam atau di luar Ramadlan, Senin Kamis cara Kanjeng Nabi atau puasa Daud. Bahkan saya memperluas lelaku nilai, prinsip, ilmu dan metoda puasa ke semua ranah kehidupan: sosial budaya, karier, pendidikan, politik dan relatif semua wilayah.

Orang pada naik ke puncak karier, saya tak tahu di mana tangganya. Orang punya profesi, saya sepanjang hidup disuruh-suruh orang, dijadwal orang. Semua berebut kursi, saya bikin bangku sendiri. Orang bersaing memperoleh dan menghimpun harta benda, saya berlaku seperti ikan di laut atau burung di angkasa. Sebagai burung, saya punya sarang, tapi buat masa depan anak-anak. Orang khatam Sekolah, saya dikeluarkan dari semua Sekolah yang saya masuki. Orang berjuang jadi orang besar, saya tetap kecil sampai tua. Orang menjadi, saya tidak menjadi. Orang “to be”, saya gagal bertubi-tubi.

Orang berjuang untuk sukses, saya merahasiakan pendapat saya tentang apa makna sukses. Saya berpuasa dari mengemukakan pendapat. Saya sangat banyak tidak setuju terhadap banyak hal dalam kehidupan manusia. Saya punya pendapat tentang Negara, Pemerintah, rakyat, masyarakat, ideologi-ideologi, juga tentang apa saja — desa dan kota, Mal dan supermarket, internet, teknologi masa datang yang mengancam eksistensi Bank dan membubrahkan konstelasi modal, tentang gadget, medsos, “syariat” Onyx atau Linux sampai Android dan Apple. Pun tentang dunia kuliner, pengajian, tausiyah, Pancasila dan apapun. Tetapi saya berpuasa lebih dari 70% untuk menahan diri dan tidak mengungkapkannya.

Buka puasa sejarah saya hanya kalau saya bisa men’saleh’kannya. Menghitungnya, mensimulasinya, memuhasabahinya, sampai optimis bahwa kemashlahatan ekspressi saya lebih besar dari mudaratnya. Kalau tidak mengamankan dan menyamankan orang lain, kalau tidak merupakan sumbangan terhadap “rahmatan lil’alamin” lebih baik saya simpan seribu kebenaran saya di tabung rahasia.

Yogya 29 Mei 2017.

 Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi