Sabtu, 20 Mei 2017

Jokowi Berencana Ajak KPK Blusukan Cek Penggunaan Dana Desa

Presiden RI Joko Widodo, turun ke sawah berlumpur untuk menanam padi dengan menggunakan rice transplanter hasil produksi dalam negeri. Presiden didampingi Menteri Pertanian, Amran Sulaiman dan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.
www.kemlagi.desa.id - Presiden Joko Widodo berencana mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) blusukan ke daerah untuk mengecek penggunaan dana desa.

"Nanti (saya) ke desa bapak-bapak ini tidak sendirian lho. Saya ajak KPK," ujar Jokowi saat membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2017 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/5/2017).

Peserta Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah tersebut banyak dihadiri oleh kepala daerah maupun kepala desa.

Acara itu juga dihadiri oleh beberapa menteri kabinet kerja dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) Alexander Marwata.


Pernyataan Presiden tersebut terlontar ketika ia berdialog dengan dua kepala desa yaitu Sugeng yang menjabat sebagai kepala desa dari Kabupaten Boyolali dan Kadiman kepala desa dari Kabupaten Kapuas.

Sugeng yang terlebih dahulu ditanya Presiden Jokowi menjelaskan bagaimana dirinya menerapkan Sistem Keuangan Desa (SisKeuDes).

"Alhamdulillah untuk kabupaten Boyolali kami di tahun 2016 dan 2017 sudah memakai aplikasi SesKeuDes dan di sini perlu kami ceritakan sedikit, dengan sistem aplikasi SisKeuDes baik pengawasan maupun untuk pencegahan daripada korupsi Insya Allah minim," ujar Sugeng.

Sugeng mengatakan segala prosedur penggunaan dana desa harus melalui bank dan tidak menggunakan uang tunai untuk melaksanakan program pembangunan.

"Jadi masuk rekening desa terlebih dulu, setelah itu nanti direalisasi, andaikata kita belanja barang, langsung si pembelanja barang harus juga serta merta punya rekening di dalam bank yang sama kemudian langsung direalisasikan di hari itu juga, dibelanjakan via rekening," kata Sugeng.

Senada dengan Sugeng, Kadiman menjelaskan bagaimana ia menggunakan aplikasi SisKeuDes dalam rangka menggunakan dana desa dengan optimal.

Bahkan, baik Sugeng maupun Kadiman, keduanya mengaku selalu memaparkan dana desa yang diterima dan penggunaannya kepada publik, sehingga publik mengetahui untuk apa saja dana itu dikeluarkan.

Presiden Jokowi pun mengapresiasi penjelasan keduanya.

"Keliatannya yakin. Dari ngomongnya tuh kelihatan, siap atau enggak siap kelihatan. kalau agak grogi malah tak cek nanti. Tapi kan ini tidak grogi," tutur Jokowi.

Jumat, 19 Mei 2017

26 Ribu Keping KTP-eL Datang, Dispenduk Prioritaskan Perekaman Tahun 2016

ilustrasi e-KTP

www.kemlagi.desa.id - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Mojokerto kembali mendapat kiriman blanko KTP-eL. Kalau sebelumnya 10 ribu keeping, kali ini ditambah 26 ribu keeping. 

Bambang Eko Wahyudi - Kepala Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto, Kamis (18/05/2017) mengatakan, Blanko KTP-eL ini tetap diprioritaskan, untuk masyarakat yang status perekamannya Print Ready Record (PRR). “Saat ini yang sudah PRR sekitar 35 ribu orang”, kata Bambang.

Bambang juga menjelaskan, masyarakat yang sudah perekaman di tahun 2016 sampai akhir November dan statusnya sudah PRR, maka bisa mengambil KTP-eL nya di Dispenduk. “Tim kita juga sudah sosialisasi ke Desa-desa”, imbuhnya.

Sementara itu, untuk perekaman baru, perubahan data, kartu hilang atau rusak, tetap akan dilayani oleh Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto dengan Surat Keterangan.

BPD, Lembaga Demokrasi Desa yang Terlupakan

ilustrasi

www.kemlagi.desa.id - Lemahnya fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dikhawatirkan akan mengganggu mekanisme check and balances, sehingga pada gilirannya kekuasaan pemerintah desa lebih dominan.


Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, UU No. 6/2014 tentang Desa (UU Desa) mengusung semangat penguatan Desa sebagai entitas yang mandiri, yaitu suatu entitas yang dapat menyelenggarakan urusannya sendiri tanpa campur tangan berlebih dari pemerintah (supra desa). Dalam mengatur urusannya sendiri itulah Desa diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, dimana warga desa memiliki kedudukan yang setara dengan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Dalam konteks ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi penting karena keberadaannya sebagai representasi warga desa.


Demokrasi desa sendiri sejatinya telah diafirmasi sejak awal reformasi bergulir, tepatnya melalui UU No. 22/1999. Didorong oleh semangat mengevaluasi pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik, UU No. 22/1999 mengusung penguatan tatakelola pemerintahan lokal melalui prinsip demokrasi, termasuk pemerintahan Desa di dalamnya. Dalam konteks itulah kemudian UU No. 22/1999 memandatkan pembentukan Badan Perwakilan Desa yang menjalankan fungsi sebagai parlemen desa. 

Di masa Orde Baru, dimana Desa diposisikan sebagai perpanjangan administrasi pemerintah pusat, dapat dipastikan tidak tumbuh demokrasi di level desa. Berbagai keputusan yang diambil oleh pemerintah desa tidak lain didasarkan sepenuhnya pada instruksi dari Pemerintah Pusat. Meskipun sebenarnya pada saat itu di desa terdapat lembaga serupa BPD yaitu Lembaga Musyawarah Desa (LMD) sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 5/1979, namun sebagaimana yang terjadi pada parlemen di level nasional, LMD pun menjadi lembaga demokrasi yang semu.

Keberadaan dan fungsi Badan Perwakilan Desa tetap dipertahankan setelah UU No. 22/1999 diganti menjadi UU No. 32/2004, meskipun secara harfiah mengalami perubahan sebutan menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Sebutan ini tetap dipertahankan di bawah pengaturan UU Desa sekarang ini. Mengingat keberadaannya yang sudah cukup lama, semestinya BPD telah menjadi lembaga yang relatif mapan dalam memperkuat proses demokrasi di desa. Terlebih setelah diperkuat secara normatif oleh UU Desa, BPD semestinya menjadi poinir dalam mendorong kemandirian desa sebagaimana yang dikehendaki oleh UU Desa.

Kurang Optimal BPD Menjalankan Fungsinya


Namun di sisi lain, meskipun memiliki posisi yang sangat strategis, BPD masih belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Gejala ini tampak pada hasil penelitian PATTIRO terhadap dua desa masing-masing di kabupaten Kebumen, Bantul dan Siak. Sebagaimana diketahui, sebagai institusi demokrasi desa, menurut UU Desa BPD memiliki tiga fungsi, yaitu 1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; 2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan 3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Penelitian PATTIRO menunjukkan bahwa secara umum BPD masih belum optimal dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut.


Dalam fungsinya sebagai pihak yang membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa (Perdes), BPD tidak lebih proaktif dari Kepala Desa. Meskipun rancangan dapat saja diajukan oleh BPD namun pada kenyataannya lebih sering rancangan Perdes diusulkan oleh Kepala Desa. Pada kasus yang lain, rancangan Perdes yang telah dirumuskan dan diajukan oleh Kepala Desa gagal disahkan karena BPD tidak kunjung membahasnya. Kondisi ini menyebabkan Desa kurang produktif dalam mengesahkan Perdes di luar Perdes-Perdes yang pokok, yaitu Perdes tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Aanggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).

Dalam hal menampung aspirasi warga, BPD masih kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat. Ini dapat dilihat dari kecenderungan warga desa yang lebih memilih menyampaikan aspirasinya kepada orang yang dianggap dekat secara kekuasaan dengan kepala desa, dengan harapan bahwa orang tersebut akan menyampaikannya langsung kepada kepala desa. Ada juga warga yang mengadukan aspirasinya kepada ketua RT atau RW. Di Panggungharjo, justru aspirasi warga disampaikan kepada para penarik sampah yang mendatangi rumah penduduk tiap pagi. Para penarik sampah yang bekerja untuk Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) pengolahan sampah tersebut memang sengaja ditugaskan oleh Pemerintah Desa untuk menjalankan peran sebagai wakil desa untuk menampung aspirasi dan masalah warga. Menurut kepala desa Panggungharjo, melalui mekanisme semacam ini pemerintah desa pernah mengatasi masalah warga yang terjerat rentenir.

Sebagai pengawas kinerja kepala desa, BPD hampir tidak pernah membahas secara serius laporan pertanggungjawaban pemerintah desa. Hampir tidak pernah ditemui BPD memberikan catatan terhadap laporan tersebut. Laporan pertanggungjawaban kepada bupati cenderung dianggap penting ketimbang kepada BPD, karena menganggap laporan kepada bupati akan berimplikasi pada persetujuan untuk pencairan dana desa tahap berikutnya. Dari data yang ada terungkap bahwa hubungan antara BPD dan Pemdes cenderung “harmonis”, tidak ada suatu wacana kritis yang dikedepankan oleh BPD dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan desa. Kantor BPD sendiri kebanyakan merupakan bagian dari kantor pemerintah desa. Memang pernah diakui oleh BPD, bahwa pihaknya melakukan pengawasan, namun dalam hal ini pengawasan yang dilakukan adalah berupa pengecekan terhadap proses pengerjaan pembangunan fisik, bukan pengawasan yang bersifat komprehensif terkait dengan spesifikasi material dengan dokumen perencanaan misalnya. Kalaupun ini dapat disebut sebagai menjalankan peran pengawasan, pengawasan yang dilakukan masih terbilang kurang substantif, karena tidak melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa secara keseluruhan.

Dalam kasus yang lain, yakni dalam hal menangkap rekomendasi, pemerintah desa cenderung lebih banyak meminta rekomendasi kepada pemerintah kabupaten daripada kepada BPD. Kasus kepala desa Berumbung pada saat hendak membangun gedung pertemuan dari dana ADD, agar tidak terkena aturan tender harus diturunkan dananya di bawah Rp 200 juta, harus konsultasi dengan BPMD Kabupaten. Pembangunan dijalankan setelah mendapatkan rekomendasi dari BPMD, sedangkan BPD yang mestinya menjalankan peran kontrol pemerintahan desa tidak dimintakan rekomendasi.

Masalah yang Dihadapi

Lemahnya fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dikhawatirkan akan mengganggu mekanisme check and balances, sehingga pada gilirannya kekuasaan pemerintah desa lebih dominan. Dominasi pemerintah desa ini lambat laun akan menggulung peran dan partisipasi warga desa, yang pada akhirnya akan memperlemah proses demokrasi di tingkat desa.

Terkait dengan kurang optimalnya fungsi BPD tersebut, kami mengindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut. Pertama, lemahnya pengorganisasian. Sebagai sebuah lembaga, BPD tidak dikelola melalui mekanisme pengorganisasian yang baik. Dari pengamatan yang paling sederhana saja, hampir tidak ditemukan skema tentang struktur organisasi BPD. Pada hal yang lebih substantif, secara kelembagaan BPD kurang terlihat dalam mengorganisir para anggotanya, sehingga para anggota BPD terkesan bekerja secara asal-asalan. Dari keseluruhan BPD yang diteliti, pada umumnya hanya sedikit saja dari anggota BPD yang aktif. Bahkan ada BPD yang aktif hanya ketuanya saja. Di desa yang lain, ada salah satu anggota BPD yang tidak aktif hingga enam bulan, namun tidak ada upaya secara kelembagaan untuk mengatasi masalah tersebut.

Kedua, nihil dukungan staf dan kesekretariatan. Selain soal pengorganisasian, lemahnya fungsi BPD juga karena secara kelembagaan BPD tidak didukung oleh staf yang mengelola sekretariat. Ketiadaan staf dan kesekretariatan menyebabkan BPD tidak dikelola secara baik sebagai sebuah lembaga. Hal ini berbeda dengan pemerintah desa yang memiliki struktur kelembagaan yang jelas, termasuk dukungan staf dan kesekretariatan. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 84 tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa skema struktur Pemerintah Desa digambarkan secara jelas, dimana Pemerintah Desa didukung dengan Sekretariat Desa yang diketuai oleh Sekretaris Desa yang membawahi para Kepala Urusan.

Ketiga, hak bagi anggota BPD yang kurang jelas. Isu yang mengemuka dalam kajian ini juga termasuk hal yang terkait dengan hak anggota BPD. Muncul pendapat yang mengemuka yang beranggapan bahwa hak yang diterima oleh anggota BPD dirasa masih jauh dibanding dengan yang diterima oleh kepala desa. Meskipun sebenarnya banyak hak yang seharusnya diterima oleh BPD, namun dalam praktiknya hak-hak tersebut belum sepenuhnya diterima. Peraturan Pemerintah No. 43/2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 47/2015 (PP Desa), pada pasal 78 diatur bahwa pimpinan dan anggota BPD mendapatkan hak untuk memperoleh tunjangan pelaksanaan tugas dan fungsi dan tunjangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; biaya operasional; pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan, sosialisasi, pembimbingan teknis, dan kunjungan lapangan dan penghargaan dari pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota bagi pimpinan dan anggota BPD yang berprestasi. Dari beberapa hak yang diatur oleh PP tersebut, baru hanya tunjangan tugas dan fungsi saja yang telah diberikan. Itupun dengan jumlah yang tidak menentu.

Keempat, minim kapasitas personal. Secara individual, anggota BPD tampak kurang memiliki kapasitas yang memadai terkait langsung dengan fungsinya. Sebut saja misalnya, dalam fungsinya sebagai pembahas rancangan Perdes, anggota BPD semestinya memiliki kemampuan dalam bidang legal drafting. Namun dalam kenyataannya, hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar anggota BPD tidak memiliki kemampuan tersebut. Dengan demikian rancangan Perdes lebih banyak berasal dari kepala desa. Dalam hal pengawasan kepala desa, banyak anggota BPD yang kurang memahami konsep pengawasan yang sesungguhnya, sehingga yang dilakukan hanyalah pengawasan secara parsial, yakni sebatas mengawasi pembangunan fisik. Pada hal yang paling mendasar, banyak juga ditemui anggota BPD yang kurang cakap dalam berkomunikasi. Padahal sebagai penyalur aspirasi masyarakat, anggota BPD semestinya memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni, bahkan sampai pada tingkat dapat mempengaruhi orang lain. 

Akar Masalah

Dari keseluruhan problem tersebut, akar masalah yang dapat ditarik adalah karena secara normatif, belum ada peraturan turunan yang mengatur secara spesifik tentang BPD. Dapat disampaikan di sini bahwa dari keseluruhan hal yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD termasuk lembaga yang belum memiliki aturan turunan secara spesifik, terutama aturan di tingkat lokal seperti Perda, SK Bupati/Walikota dan aturan sejenisnya. Ketiadaan aturan inilah yang menyebabkan BPD merasa kurang memiliki acuan jelas. Ketiadaan aturan di tingkat lokal bisa jadi karena belum ada peraturan yang seharusnya diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana diatur dalam PP Desa pasal 79, Kementerian Dalam Negeri seharusnya menerbitkan peraturan untuk mengatur lebih lanjut ketentuan tentang tugas, fungsi, kewenangan, hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian anggota, serta peraturan tata tertib BPD. Namun sampai sekarang peraturan sebagaimana dimaksud belum terbit.

Aturan turunan sebagaimana dimaksud adalah aturan lokal berupa Perda. Namun di sisi lain, pemerintah kabupaten/kota sulit untuk menerbitkannya karena mandat penerbitan peraturan menteri belum diterbitkan oleh Kemendagri. Ketiadaan Permendagri tentang BPD membuat BPD menjadi lembaga demokrasi yang terlupakan.

Kamis, 18 Mei 2017

Kec.Kemlagi Juara 1 Festival Kirab Budaya Majapahit Bupati Cup 2017

Kontingen Kecamatan Kemlagi
www.kemlagi.desa.id - Banjaran Majapahit’ menjadi tema kolosal pagelaran Festival Kirab Budaya Majapahit Bupati Cup, yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Jadi Kabupaten Mojokerto ke-724 Tahun 2017, Kamis (18/5) siang di area pelataran depan Museum Trowulan sebagai titik start.

Diikuti ribuan peserta dari 18 kecamatan se-Kabupaten Mojokerto, festival yang baru diadakan pertama kali ini menghadirkan suguhan penuh warna tentang sejarah Majapahit. Didik Chusnul Yakin Plt. Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disparpora) Kabupaten Mojokerto sekaligus panitia pelaksana, melaporkan beberapa hal penting terkait acara. 
“Acara ini merupakan yang perdana dan digagas langsung bapak bupati. Camat dan Kades beserta timnya, memperagakan arak-arakan berlatar belakang sejarah Majapahit dengan tema utama yakni ‘Banjaran Majapahit,” ujarnya. 

Rute yang dilalui sepanjang 2 KM lanjut Didik dengan start lapangan depan Museum Trowulan hinggga Halaman Makam Troloyo. Masing-masing kecamatan membawakan sub tema berbeda. Ada 18 orang camat beserta istri, 299 Kades (termasuk 5 lurah beserta istri/suami) serta para pelajar sebagai peserta.  Ragam sub tema yang dibawakan masing-masing kecamatan antara lain Babat Tarik (Kecamatan Trawas), Penobatan Raden Wijaya (Mojosari), Tuntut Balas Pasukan Cina (Dlanggu), Tahta Jayanegara (Pacet), Persekongkolan Dharma Putra (Trowulan), Pemberontakan Rakuti (Gedeg), Pelarian Jayanegara (Puri). 

Sedangkan Pramita Badender (Jatirejo), Siasat Ratanca (Sooko), Penobatan Tribuwana (Bangsal), Sumpah Palapa (Mojoanyar), Nusantara Bersatu (Pungging), Peristiwa Pajajaran (Ngoro), Pelarian Gajah Mada (Kutorejo), Islam Masuk Majapahit (Jetis), Brawijaya Paras (Kemlagi), Pelarian Brawijaya (Dawarblandong) dan Majapahit Runtuh (Gondang).

Para peserta memperebutkan hadiah menarik berupa piagam dan trophy serta hadiah uang pembinaan puluhan juta rupiah. Antara lain Juara I Rp 25 juta, Juara II sebesar Rp 15 juta, Juara III sebesar Rp 10 juta, Harapan I sebesar Rp 7 juta, Harapan II sebesar Rp 5 juta dan Harapan III sebesar Rp 3 juta.  Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa, mengatakan tanah lapang depan Museum Trowulan sebagai venue acara ini, rencananya bakal dimanfaatkan secara kontinyu untuk kegiatan-kegiatan besar Kabupaten Mojokerto. Ini akan berdampak positif terhadap sektor pariwisata, dimana event akbar ini diharapkan dapat masuk sebagai agenda nasional bahkan internasional.

Juara Festival Kirab Budaya Majapahit Bupati Cup 2017
1. Juara 1 Kec. Kemlagi
2. Juara 2 Kec.Dawarblandong
3. Juara 3 Kec. Jatirejo
4. Harapan 1 Kec. Sooko
5. Harapan 2 Kec. Bangsal
6. Harapan 3 Kec. Gondang
(sumber medsos Chusnul Yakin)

Hadir mendampingi bupati acara ini antara lain, istri sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Kabupeten Mojokerto, Ikfina Kamal Pasa, Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Ismail Pribadi, Wakil Bupati Mojokerto, Pungkasiadi, Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Mojokerto, Yayuk Pungkasiadi, Dandim 0815, Kapolres Mojokerto dan Kapolres Mojokerto Kota serta unsur Forkopimda lainnya juga Kepala OPD.

Sinergi Pemerintah Desa dan Ta'mir Masjid/Musholla

Kades Kemlagi Abd. Wahab, SE (tengah) sedang berikan arahan
www.kemlagi.desa.id - Bertempat di ruang Kepala Desa Kemlagi telah dilaksanakan rapat koordinasi antara Pemerintah Desa Kemlagi dengan Ta'mir Masjid/Musholla yang ada di Desa Kemlagi. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Mei 2017.

Kegiatan ini untuk membahas persiapan tarawih keliling yang setiap tahunnya dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Kemlagi di musholla atau masjid.

Para ta'mir usul agar kegiatan Tarling berakhir sebelum hari ke 20 puasa ramadhan
Untuk kegiatan tarawih keliling pada bulan suci ramadhan 1438 H atau tahun 2017 kali ini akan dimulai pada hari Sabtu, 27 Mei 2017 dan akan diakhiri nanti sebelum hari ke 20 puasa ramadhan. 

Tarawih keliling (Tarling) seperti biasanya akan diikuti oleh Kepala Desa beserta Perangkat Desa, BPD, LPM serta Lembaga atau Ormas lainya seperti pengurus Ranting NU Desa Kemlagi.

Musyawarah berlangsung santai
Pada kesempatan tersebut Pemerintah Desa Kemlagi juga memberikan bantuan untuk penunjang kegiatan peningkatan dan pemeliharaan masjid dan musholla yang memang sudah dianggarkan pada APBDes Tahun 2017 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Desa Kemlagi Nomor 7 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2017. 

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Rabu, 17 Mei 2017

Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto Tetap Buka Layanan, Meski Marak Serangan Virus Wannacry

Layanan di Kantor Dispendukcapil Kab. Mojokerto

www.kemlagi.desa.id - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Mojokerto tak terpengaruhi dengan serangan virus ransomware wannacry. Pasalnya, Dispendukcapil sebelumnya sudah melakukan back up data untuk mengantisipasi serangan virus.

Bambang Eko Wahyudi, Kepala Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto mengatakan, pihaknya sudah mendapat instruksi dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memback up data setiap saat.

"Setiap data yang masuk langsung kita back up untuk menghindari hilangnya data. Sehingga meskipun ada isu serangan virus ransomware wannacry, tidak ada masalah, karena sudah di back up setiap saat. Hal ini dilakukan sesuai SOP, sehingga sudah aman dan tidak akan kena virus," terang Bambang.

Di Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto ada empat loket yang disediakan untuk meayani masyarakat. Dalam sehari, loket-loket ini bisa melayani 500 pemohon. Pemohon paling banyak yakni urusan perekaman KTP dan surat keterangan. Ada sekitar 40 ribu sampai 50 ribu penduduk di Kabupaten Mojokerto yang sudah melakukan perekaman tapi belum dapat KTP.

Kata Bambang, Dispendukcapil baru dapat distribusi blangko sebanyak 10 ribu dan nantinya akan dibagikan bagi para pemohon yang sudah meakukan perekaman data e-KTP terebih dahulu.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Senin, 15 Mei 2017

Tradisi Warga Desa Kemlagi Sambut Ramadhan

Kerja Bhakti warga Dusun Kemlagi Utara sebagai wujud syukur datangnya bulan Ramadhan
www.kemlagi.desa.id - Sudah menjadi kebiasaan kaum muslimin di seluruh dunia, bahwa mereka bersuka cita menyambut datangnya bulan suci ramadhan dengan berbagai wujud rasa syukur. Tentunya rasa syukur tersebut diapresiasikan dalam wujud ke-ibadahan maupun syukur yang berwujud hasil kebudayaan yang mereka lakukan secara turun-temurun.

Masyarakat Desa Kemlagi sudah memiliki kebiasaan atau tradisi dalam menyambut datangnya bulan nan penuh berkah ini.  Ada beberapa kegiatan yang menjadi agenda warga Desa Kemlagi dalam menyambut bulan ini, baik yang bernuansa ibadah maupun budaya.

Kegiatan Nisfu Sya'ban di masjid/musholla
Malam Nisfu Sya'ban
berasal dari kata Nisfu (bahasa Arab) yang berarti separuh atau pertengahan, Sya’ ban adalah nama bulan ke-8 dalam kalender Islam. Dengan demikian nisfu sya’ban berarti pertengahan bulan Sya’ban. Pada malam ini biasanya diisi dengan pembacaan Surat Yaasiin tiga kali berjamaah dengan niat semoga diberi umur panjang, diberi rizki yang banyak dan barokah, serta ditetapkan imannya. Setelah pembacaan Surat Yaasiin biasanya diteruskan dengan shalat Awwabin atau shalat tasbih. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan ceramah agama atau langsung makan-makan.

Pada malam itu warga Desa Kemlagi tepatnya setelah shalat maghrib atau isya' membawa tumpeng atau makanan ala kadarnya untuk dibawa ke masjid atau musholla. Pada malam ini biasanya diisi dengan pembacaan Surat Yaasiin atau Tahlilan berjamaah dengan niat semoga diberi umur panjang, diberi rizki yang banyak dan barokah, serta ditetapkan imannya. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan ceramah agama atau langsung makan-makan yang dibawa tadi.
Kerja bhakti di musholla An-Nur - Kemlagi Barat
Kerja Bhakti 
Pengertian kerja bakti adalah kegiatan yang dilakukan secara bergotong royong demi kepentingan bersama. Kerja bakti bisa dilakukan dengan cara menyapu, mengepel lantai, membersihkan jendela kaca atau bahkan memunguti sampah-sampah yang berserakan dilapangan. Dengan kerja bakti banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan kerja bakti, diantaranya kerja bakti dapat membuat lingkungan menjadi bersih, dengan lingkungan bersih dapat terhindar dari penyakit, dapat meningkatkan keakraban antar warga dan pekerjaan yang dilakukan akan cepat selesai.

Kerja bakti merupakan sarana kebersamaan antar warga guna membantu tercapainya kenyamanan desa dengan melakukan pembangunan atau kebersihan yang bermanfaat bagi desa bersangkutan.

Pengecatan Pagar Musholla An-Nur - Kemlagi Barat
Budaya warga Desa Kemlagi yang sudah berjalan sejak lama dalam menyambut bulan suci ramadhan adalah kerja bhakti. Kerja bhakti ini dilakukan untuk membersihkan atau mempercantik masjid/musholla serta kerja bhakti di lingkungan masing-masing.

Kerja bhakti di Musholla/Langgar Sirojul Ummah - Kemlagi Barat
Kerja bhakti di masjid/musholla dengan tujuan agar pada saat shalat tarawih atau shalat fardhu, para warga bisa jalankan dengan penuh khusu' dan ikhlas.

Kerja bhakti lingkungan
Kerja bhakti lingkungan menunjukan bahwa lingkungan atau dusun tersebut  siap menyambut bulan yang penuh berkah ini.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi 

Minggu, 14 Mei 2017

Rapimnas PPDI: Mendagri Ajak Perangkat Desa Jaga Ideologi Bangsa

Sambutan Mendagri Tjahyo Kumolo pada Rapimnas PPDI - Sabtu, 13 Mei 2017 di Tulungagung
www.kemlagi.desa.id - Seluruh perangkat desa di Indonesia diharapkan dapat melakukan deteksi dini terhadap potensi gangguan dan ancaman keamanan. Khususnya, dari orang atau kelompok yang ingin memecah belah persatuan bangsa.

"Deteksi dini ancaman keamanan harus ada. Deteksi dini era reformasi mulai hilang," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam sambutannya pada Rapimnas Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (13/5).


Rapimnas mengangkat tema "Dengan Semangat Rapimnas PPDI Kita Wujudkan NKRI Harga Mati". Turut hadir di antaranya Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono, Gubernur Jatim Soekarwo, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo serta Ketua Umum PPDI Mujito.

"Saya titip jaga Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tak bisa diserahkan ke TNI dan Polri aja. Tapi seluruhnya kita begini, tentukan sikap berani kepada siapa aja yang ingin mengubah NKRI, itu lawan kita," tegas Mendagri.


Menurutnya, masyarakat boleh berbeda agama. "Yang Islam tegakkan Al Quran, hadis. Begitu juga dengan Kristen punya Alkitab. Tapi bicara bangsa, semua tunduk pada dasar negara Pancasila, tak ada embel-embel lagi, itu prinsip," ujarnya.

Dia menambahkan, peranan perangkat desa sangat penting menanamkan nasionalisme ke tengah warga desa. "Perangkat desa ini yang selalu bertemu dengan masyarakat," imbuhnya.


Pada kesempatam yang sama, Gubernur Jatim Soekarwo menjelaskan komitmen PPDI. "PPDI ujung tombak dan tombok Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika. Ini sudah jadi kesepakatan PPDI dan tentu semua komponen bangsa," kata Soekarwo.

Diposting oleh Tim pengelola Informasi Desa Kemlagi