Sabtu, 09 Mei 2015

Kades Jatim Akan Unjuk Rasa Tuntut Revisi PP 43 Tahun 2014


JOSS.TODAY - Kepala Desa (Kades) dan perangkat desa Jawa Timur akan berunjuk rasa mendatangi Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan DPR RI. Tekad ini dilakukan untuk memperjuangkan revisi Pasal 100 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 dan Peraturan Pelaksana Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

"Setelah mendengar permasalahan dan keluhan dari perwakilan perangkat Desa saya akan merespon akan memfasilitasi para Kasdes untuk berangkat ke Jakarta untuk unjuk rasa menyampaikan keberatan tentang pelaksanaan Pasal 100 PP No 43 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa," kata Wakil Gubernur, Saifulla Yusuf, usai mendengar permasalahan dan keluhan dari perwakilan perangkat Desa.

 “Ini kan keputusan pemerintah pusat, maka kalian Kades sudah punya kekuatan untuk bisa menyampaikan keluhan ke pemerintah pusat, Pemprov jawa Timur akan tindak lanjuti secara sistematis,” imbuhnya.

Sebelum ke Jakarta Wagub menyarankan agar para kades membentuk sebuah tim perumusan tentang tuntutan dan hak kades yang nanti hasilnya akan dikirim ke Jakarta melalui perwakilan wilayah  Jawa Timur.  Tim perumusa tersebut terdiri dari perwakilan wilayah Trenggalek, Gresik, Sidoarjo, Magetan, dan Banyuwangi. 

Pasal 100 pada PP 43 Tahun 2014 menyebutkan, batasan sebesar 30 persen APBD Des untuk belanja penghasilan aparatur desa, Badan Perwakilan Desa, dan biaya operasional lainnya. Hal ini tentu akan berdampak pada jumlah penghasilan perangkat desa, terutama bagi mereka yang selama ini memperoleh penghasilan dari tanah bengkok.

Dengan pembatasan tersebut, pemerintah ingin mengatur penggunaan dana yang diberikan pemerintah kepada desa agar sesuai dengan tujuan awal diberikannya dana tersebut. Akan tetapi ternyata dengan ketentuan itu, uang-uang selain dana desa yang masuk dalam APBdes pun juga diatur. Ada uang dari hasil usaha desa, ada juga pendapatan desa dari pengelolaan aset desa yang sejak turun temurun di beberapa wilayah di Pulau Jawa dipergunakan sebagai tunjangan pendapatan bagi aparatur desa.

Dengan begitu berpengaruh pada penghasilan tetap kepala dan perangkat desa yang berasal dari Alokasi Dana Desa. Dalam pasal 100 PP No 43 tahun 2014, dimana paling banyak 30 persen belanja hanya bisa dipergunakan, yakni Penghasilan tetap tunjangan kepala desa dan perangkat desa, biaya operasional kantor, Tunjangan dan operasional BPD, serta Insentif RT/RW.

Dengan perhitungan tersebut, hampir dipastikan pendapatan aparatur desa akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya.  Dengan pasal tersebut akan muncul gerakan-gerakan dari komunitas kepala desa dan perangkat desa untuk merevisi ketentuan pasal 100 PP No 43 tahun 2014 seperti yang baru saja disampaikan perwakilan Kades Jawa Timur kepada Wakil Gubernur Saifullah Yusuf.

Dalam pertemuan Kamis (7/5) siang itu untuk memcari solusi tentang keluhan para kades mengenai PP dan UU tentang desa  yang banyak mengundang kontroversi.   

Dialog antara Wagub dan Kades, selain membahas Pasal PP UU desa juga membahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan desa yang meresahkan,seperti tentang bantuan hukum, asuransi kesehatan bagi kades, sehingga pemerintah Provinsi yang bertugas sebagai jembatan akan mencari solusi terbaik untuk masalah yang dihadapi kepala desa.

Disamping itu perwakilan Kades juga menuntut tentang masalah penerimaan gaji, dana kesehatan, perlindungan hukum, dan kesejahteraan. Menurut mereka hal tersebut butuh penanganan lebih mendalam.  mereka menuntut hak asal usul yang tercantum dalam UU agar diserahkan kembali pada peraturan desa atau perangkat desa masing – masing daerah.

“Tujuan utama kami adalah mencari peningkatan dan kesejahteraan, namun pada kenyataannya seperti kami merasa seperti dipasung, juga perlindungan hukum bagi kepala desa dan perangkat desa karena seakan terkesan pembiaran,” kata salah satu Kades Mojokerto tak mau disebut namanya dan Perwakilan Kades Bojonegoro Khoirul Huda.

Menurut dia terjadi berbagai kerancuan, beberapa bagi hasil kami berasal dari pajak, karena di UU dijelaskan bahwa kepala desa mendapatkan 10 persen dari pajak.

Dana 10 persen yang berasal dari pajak merupakan dana  bersih yang harus mereka dapatkan, akan tetapi dalam kenyataannya dana 10 persen itu tidak bersih masih terpotong oleh pajak pajak lainnya dan tidak dibagikan secara merata. (mth)

Para Kades Tolak Tanah Bengkok Masuk APB-Des

http://www.majamojokerto.com/thumb/thumb.php?src=photo/headline/0805%20tanah%20bengkok.jpg&x=300&y=300&f=0

MAJA mojokerto | Para Kepala Desa di Kabupaten Mojokerto, menolak aturan tanah bengkok masuk APB-Des. Para Kepala Desa di Kabupaten Mojokerto berencana ngluruk Kementrian Desa dan Kemendagri.

Anton Fatkurohman Sekretaris Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Mojokerto mengatakan, ”Rencana ngluruk ke Jakarta ini, karena Pasal 100 dalam PP No. 43 Tahun 2014 terkait tanah bengkok tidak dirumah. Sehingga tanah bengkok tetap masuk dalam APB-Des,”

Kata Anton, dalam hearing perwakilan Kades se-Jatim dengan Wakil Gubernur (Kamis pagi, 8/5/2015), dibentuk team 8 yang terdiri perwakilan Kades di Jatim dan Biro Pemerintahan Pemprov Jatim. Tim 8 ini akan melayangkan surat protes yang ditandatangani Gubernur Jatim, ke Kementerian Desa dan Kemendagri.

Selain mengirim surat, dalam waktu dekat para Kades di Jawa Timur akan ngluruk Kantor Kementerian Desa dan Kemendagri di Jakarta, untuk mendesak supaya PP 43 pasal 100 terkait tanah bengkok, dirubah.(fan/bud)

Melepaskan Desa dari Kemiskinan


Metrotvnews.com, Jakarta: Masalah kemiskinan selama ini menjadi momok bagi penyelengaraan pembangunan Indonesia, baik di tingkat nasional hingga daerah terutama di wilayah pedesaan. Kemiskinan seolah menjadi identitas yang melekat dengan pedesaan. Sehingga tidak heran, banyak penduduk desa yang mengadu nasib baik di kota atau menjadi tenaga kerja di luar negeri sebagai upaya memperbaiki taraf hidupnya.

Pemerataan pembangunan seringkali menjadi janji-janji kosong yang sering diumbar pemerintah. Apalagi untuk pembangunan infrastruktur, pelaksanannya harus diakui belum maksimal.

Memang, tidak mudah melakukan pembangunan yang menyeluruh dari Sabang sampai Merauke. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terhambatnya pemerataan pembangunan di Indonesia. Salah satu penyebabnya ada pada tata kelola anggaran pembangunan daerah yang tidak tepat sasaran. Belum lagi masalah korupsi di daerah dan buruknya sistem birokrasi pemerintahan. Semua ini membuat masyarakat masih bersikap apatis terhadap harapan terwujudnya pemerataan pembangunan.

Namun, pemerintah kini mulai memberi perhatian terhadap persoalan ini. Kehadiran Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa dipandang sebagai suatu titik awal untuk mengatasi kian merebaknya kemiskinan, terutama di wilayah pinggiran atau kawasan perbatasan.

UU Desa itu menunjuk desa sebagai entitas yang punya peran penting dalam pembangunan. “Undang-undang ini memang dimaksudkan bahwa bahwa desa menjadi subjek pembangunan, bukan sebagai objek pembangunan,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar kepada Metrotvnews.com saat ditemui di kantornya, Kamis (7/5/2015).

Menurut Marwan, UU Desa itu telah memberikan ruang bagi desa untuk mandiri dan berinisiatif dalam melangsungkan pembangunannya. Program pembangunan desa yang dihasilkan musyawarah para pemangku kepentingan bersama aparat desa akan mendapat dukungan pembiayaan dari negara. Penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang Keuangan Desa dalam UU Desa itu menyebutkan bahwa jumlah alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah. Kemudian besaran dana desa itu juga mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, faktor kondisi geografis.

Pemberian dana ini dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat desa, karena diperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar Rp1,4 miliar berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU Desa. Total dana untuk desa adalah Rp104,6 triliun yang akan dibagi ke-72 ribu desa se Indonesia. Perhitungannya yaitu 10 persen dari dana transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp59,2 triliun, ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp45,4 triliun.

Dengan demikian, aparat desa juga dituntut cakap membuat Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa), Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa), dan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Desa (APBD Desa).

Marwan menyatakan bahwa dana desa yang mulai dikucurkan Pemerintah Pusat, sudah seharusnya dapat membuat desa-desa di seluruh Tanah Air bisa berkembang dan maju. Dana desa bisa digunakan untuk program peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Dana desa untuk kemakmuran masyarakat. Jangan ada penyimpangan atau penyewengan dana desa, gunakan sesuai dengan kebutuhan dan hasil musyawarah desa. Sebab jika desa maju, daerah maju, dan Indonesia juga maju," kata Marwan.

Penyaluran Dana Desa sebagaimana amanah UU Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang APBN-P 2015. Di situ ditetapkan alokasi dana transfer ke daerah ialah Rp664,6 triliun, dan sebanyak Rp20,7 triliunnya dialokasikan bagi program dana desa.

Pada tahun 2015 ini, pembagian dana sekitar Rp1,4 miliar per desa dilakukan tiga tahap. Tahap pertama pada pertengahan April, dengan persentase 40 persen atau sekitar Rp250 juta-Rp285 juta per desa. Tahap kedua dilakukan pada Agustus (40 persen) dan Oktober (20 persen). Untuk tahun ini, alokasi anggaran lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko widodo agar jarak kesenjangan "peradaban" antar daerah tidak terlalu jauh.

"Tahun depan Insya Allah besaran dana desa akan naik. Jika tahun ini di Rp20 triliun, tahun depan akan kita tingkatkan menjadi paling tidak Rp43triliun, otomatis yang diterima setiap desa juga bertambah. Secara bertahap akan terus dinaikan setiap tahun sehingga kemudian sampai pada target setiap desa mendapatkan Rp1,4triliun," papar Marwan yang juga merupakan politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Menurut Marwan, kementerian baru yang dipimpinnya ini memang diinstruksikan untuk fokus pada pembangunan desa-desa tertinggal. Khususnya pada di 1.138 desa di kawasan perbatasan dan melakukan pendampingan desa sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014. Selain itu, lokus pembangunan desa ke depannya akan diprioritaskan untuk 39.086 desa tertinggal dan 17.268 desa sangat tertinggal.

Dana desa yang akan dicairkan oleh pemerintah pusat diharapkan bisa membantu mewujudkan pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015, yakni berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 5.000 desa atau meningkatnya jumlah desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.

Oleh karena itu, Marwan berharap bahwa pencairan dana desa ke depan bisa segera digunakan untuk mengembangkan potensi desa yang ada dan menciptakan desa-desa mandiri di Indonesia.

Ada tiga indikator yang akan digunakan oleh Kementerian untuk mengukur seberapa jauh desa tersebut sudah lepas dari ketertinggalan. Pertama, Desa Swadaya yang termasuk bagian dari desa tertinggal, desa-desa di kawasan perbatasan dan pulau terluar.

Kedua, Desa Swakarya, yaitu desa berkembang yang mampu bertahan dari goncangan ekonomi.

Ketiga, Desa Swasembada yaitu desa mandiri yang memiliki ketahanan pangan, dan mampu bertahan dari goncangan ekonomi dan mampu mendukung perekonomian kawasan lainnya.

"Desa mandiri baru sedikit, mayoritas masih desa tertinggal. Desa mandiri itu adalah memang ada pilot project khusus yang ada di desa-desa, dan memang akan kita majukan desa itu dari segala aspek," kata Marwan.

Ia menjelaskan bahwa penguatan kualitas sumber daya manusia di pedesaan termasuk salah satu aspek yang akan menjadi fokus program Desa Mandiri ini. Namun, yang tak kalah penting juga aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi di desa itu juga harus ditingkatkan. Ini yang menjadi tujuan utama program ini, membuat desa itu betul-betul mandiri.

Khusus mengenai aspek ekonomi, program Desa Mandiri akan memfasilitasi pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). "Salah satu cara untuk menggerakkan ekonomi pedesaan adalah dengan Badan Usaha Milik Desa itu. Karena, itu secara langsung akan menguatkan fundamental ekonomi masyarakat desa kita. Ekonomi nasional bisa kuat apabila ditopang oleh fundamental ekonomi kita di desa-desa," kata Marwan.

Menurut Marwan, sebenarnya anggaran dana desa tahap pertama sudah siap dicairkan. Namun, pemerintah menahan pencairan bagi daerah yang belum memiliki payung hukum untuk menghindari adanya penyalahgunaan. Payung hukum yang dimaksud ialah peraturan bupati/wali kota (perbub/perwali) tentang penyaluran dana desa ke desa-desa di wilayah mereka dan peraturan daerah (perda) tentang APBD.

Maka, para bupati dan wali kota pun didesak untuk segera membuat perbup/perwali agar dana tersebut bisa segera dicairkan. Ia mencatat bahwa informasi terakhir dari Ditjen Perimbangan Keuangan per tanggal 30 April 2015, baru 100 kabupaten yang telah menerima penyaluran dana desa tahap pertama (40 persen), dari total 434 kabupaten/kota.

Dana desa, baru tercairkan tahun ini sebesar Rp1,76 triliun, atau baru 8,49 persen dari total Rp20,76  triliun. Itu sekitar 23 persen kabupaten/kota yang menerima penyaluran dana desa tahap pertama di akhir April 2015.

Lambatnya pencairan dana desa itu disebabkan karena belum disampaikannya dua prasyarat oleh kabupaten/kota ke Kementerian Keuangan, yaitu Perda APBD 2015 dan terutama Perbup/Perwalikota tentang Penetapan Dana Desa 2015.

"Kalau semuanya segera membuat Perbup, selesai sudah dan sebetulnya bisa dinikmati sekarang ini. Itu kan kalau dana desa sudah bisa dinikmati, itu nanti akan kelihatan kok secara bertahap. Apalagi disamping itu kita buat beberapa program yang sistematis, misalnya bikin BUMDes, bikin desa mandiri, bikin itu, bikin ini. Meskipun ini  tantangannya luar biasa dan tidak gampang, kami tetap lakukan pekerjaan ini. Ini kan butuh pendekatan yang tidak semata-mata pendekatan program, tetapi juga pendekatan komitmen sebetulnya. Secara ideologis ya untuk membangun desa-desa itu," papar Marwan.

Pemerintah pun berharap upaya ini bisa menahan arus pelarian modal desa ke kota yang amat deras dan berlangsung sejak tiga puluh tahun terakhir.

"Dengan munculnya UU Desa ini, kita memang membuat semangat untuk kembali ke desa itu, mari bersama-sama membangun desa, back to village, supaya desa itu menjadi bergairah. Desa itu menjadi bergairah ketika di dalam desa itu juga menawarkan penghidupan-penghidupan. Menawarkan sesuatu yang memang produktif yang bisa menjamin kehidupan masyaraktnya. Tanpa menjamin ada penghidupan baru, ada optimisme baru atau ada produktivitas baru, saya kira orang akan tetap lari ke kota," kata Marwan.

Kamis, 07 Mei 2015

PP Desa Direvisi, Kades dan Perangkat Desa Lega


http://berita.suaramerdeka.com JEPARA – Pemerintah menyatakan tengah merevisi PP No 43/2014 Pasal 100, dengan tujuan kepala desa dan perangkat tetap bisa menggarap bengkok. ”PP No 43/2014 pasal 100 akan direvisi tahun ini. Dengan demikian, kepala desa dan perangkat tetap bisa menggarap bengkok,” ujar Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar saat bersilaturahmi dengan SKPD, camat, dan petinggi (kepala desa)  se-Kabupaten di Aula BBPBAP Jepara, Kamis (9/4).

Pernyataan itu membuat ratusan kepala desa dan perangkat yang hadir bergembira. Sebab, aspirasi mereka agar tetap diperbolehkan menggarap tanah bengkok sebagai sumber utama penghasilan, didengar Pemerintah Pusat.

Aspirasi itu disampaikan kepada Marwan oleh Wakil Bupati Jepara Subroto. Setelah memaparkan potensi Jepara yang 10 April ini merayakan Hari Jadi Ke-466, Subroto menyampaikan harapan petinggi dan perangkat desa soal status tanah bengkok.

Dalam kegiatan yang juga dihadiri Plt Dirjen Pembangunan Kawasan Pedesaan Johozua M Yoltuwu, Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman, dan Kepala Bapermades Jateng Ida Saídiyah, itu Marwan juga menyatakan revisi PP juga terkait proporsi pembagian dana desa.

Secepatnya

Dia mengatakan, dana desa  akan segera disalurkan. ”Tinggal menunggu revisi PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang pembagian 70%-30%. Saya usulkan revisi menjadi 90%-10%,” ujarnya.

Dikatakan, 90% dana akan dibagikan keseluruh Indonesia, sedangkan 10% disalurkan dengan 4 kriteria, yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan, dan indeks kesulitan geografis.

Dia juga mengatakan, DPR akan membentuk tim pengawasan dana desa dari hasil revisi PP No 60 Tahun 2014. Dana yang akan disalurkan mencapai 1,4 miliar/desa secara bertahap hingga 2018.

”Akan saya usahakan mempercepat penyaluran dana  sebelum 2018. Untuk merevisi PP No 43 Tahun 2014 pada pasal 100 telah saya siapkan tim dari Akademis sebagai pengawas pembangunan dan mudah-mudahan tahun ini sudah selesai,” ungkapnya.

Sebelumnya, Marwan melepas peserta Kirab Hari Jadi Ke-466 Kabupaten Jepara. Kirab dimulai di pendapa kabupaten menuju masjid dan makam Sultan Hadlirin-Ratu Kalinyamat di Mantingan, Tahunan.

Kirab dipimpin Bupati Ahmad Marzuqi diikuti pejabat dan berbagai unsur masyarakat dan pelajar.  Dia juga memberikan kuliah umum di Kampus Unisnu Jepara.

Kemenkeu: Transfer Dana Desa Tunggu Peraturan Bupati

Dana desa untuk pembangunan desa tertinggal (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Suasana Desa
Metrotvnews.com, Ratahan: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, proses transfer dana desa ke rekening pemerintah daerah (Pemda) bisa dilakukan bila telah ada peraturan bupati (Perbup).

"Dana sudah disiapkan. Tinggal ditransfer saja ke pemerintah daerah. Asalkan sudah ada aturannya seperti Perbup, baru kita transfer," kata Sekretaris Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Ahmad Yani, di Ratahan, Minahasa Selatan, Rabu (6/5/2015).

Dia menambahkan, proses pencairan dana tersebut dari pemerintah pusat ke kas daerah akan dilakukan secara bertahap. "Tahap pertama ditransfer pada April, selanjutnya ditransfer pada Agustus, dan tahap terakhir akan ditransfer Oktober," ujarnya.

Yani menerangkan, peruntukkan dana desa ini difokuskan pada pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa. "Jadi, kami harapkan pemerintah desa jangan salah menggunakan anggaran ini. Apalagi, dana ini diawasi ketat bahkan sampai ada pengawasan dari KPK dan kejaksaan," pungkasnya.


Bupati Diminta Percepat Penetapan Dana Desa

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, Foto:MI/Rommy Pujianto.
Menteri Marwan Jafar

Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar meminta bupati/wali kota mempercepat menerbitkan peraturan tentang penetapan dana desa dan Perda APBD 2015 yang diminta Kementerian Keuangan sebagai syarat pencairan dana desa.

"Informasi terakhir dari Ditjen Perimbangan Keuangan per tanggal 30 April 2015, baru 100 kabupaten yang telah menerima penyaluran dana desa tahap pertama (40%), dari total 434 kabupaten/kota," ujar Marwan dalam keterangan tertulis, Rabu (6/5/2015).

Dana desa, ia melanjutkan, baru tercairkan tahun ini sebesar Rp1,76 triliun, atau baru 8,49 persen dari total Rp20,76  triliun. "Atau sekitar 23 persen kabupaten/kota yang menerima penyaluran dana desa tahap pertama di akhir April 2015," kata menteri.

Lambatnya pencairan dana desa itu disebabkan karena belum disampaikannya dua prasyarat oleh kabupaten/kota ke Kementerian Keuangan, yaitu Perda APBD 2015 dan terutama Perbup/Perwalikota tentang Penetapan Dana Desa 2015.

"Kementerian Keuangan akan tetap memproses penyaluran dana desa tahap pertama, tergantung dari kesiapan Pemda Kab/Kota dalam menyampaikan prasyarat penyaluran yang diminta," kata Marwan.

Ia menjelaskan, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prioritas penggunaan yang ditetapkan oleh Kementerian Desa.

Namun, penggunaan dana desa untuk kegiatan yang tidak termasuk prioritas dapat dilakukan sepanjang kebutuhan untuk pemenuhan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.

"Penggunaan dana ntuk kegiatan yang tidak prioritas harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Persetujuan diberikan pada saat evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa," katanya.

Karena itulah, Marwan kembali mengingatkan desa yang belum menyiapkan RPJMDes, RKPDes, dan APBDes agar segera mempercepat penyelesaiannya.

 "Dana itu adalah hak desa yang diatur oleh undang-undang, eman-eman jika tidak diserap untuk pembangunan ekonomi pedesaan," kata Marwan.


Sumber http://ekonomi.metrotvnews.com

Rabu, 06 Mei 2015

Tahun Depan, PNS Hingga Pensiunan Bakal Bebas Pajak Bumi dan Bangunan

http://www.kemendagri.go.id/media/article/images/2015/05/06/l/a/lahan_1.jpg

Jakarta -Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sedang menyiapkan skema penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai tahun depan. Penghapusan ini hanya berlaku untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) termasuk PNS, TNI, Polri hingga para pensiunan. Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan mengatakan draft aturan tersebut telah disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendapat pandangan untuk selanjutnya akan dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan. Aturan baru ini akan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). "Itu sudah (diajukan ke Presiden Jokowi). Tinggal nanti tunggu laporan hasil kajian presiden," ujar Ferry dalam keterangan tertulis yang diterima detikFinance, Rabu (6/5/2015). Namun demikian, penghapusan PBB tidak berlaku merata untuk semua masyarakat. Dalam aturan baru ini akan diatur hanya kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan pembebasan pembayaran PBB. Hal ini dimaksudkan untuk pemerataan dan keadilan. Faktanya ada golongan masyarakat tertentu untuk kehidupan sehari-hari saja sulit terpenuhi dari pendapatan, sehingga tidak perlu membayar PBB. Sebaliknya orang-orang yang penghasilannya berlebih apalagi bumi dan bangunan yang ditempatinya memberikan pemasukan seperti rumah kontrakan hingga toko, maka orang tersebut pantas dikenai PBB. Adapun kelompok masyarakat yang dapat memperoleh pembebasan PBB adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, Polri serta pensiunan. Sehingga, dalam aturan ini akan ada perubahan mendasar dalam penerapan pengenaan pajak bumi dan bangunan dibandingkan dengan aturan terdahulu.
Sumber :detik

Telah Terbit PP No. 22 Tahun 2015 sebagai revisi tentang Dana Desa

http://www.beritametro.co.id/media/news/2015/04/12066.JPG

Telah terbit PP No. 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694) buka disini

Jakarta - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar mengaku perjuangkan agar Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa direvisi.

"Persoalannya formulasi dana desa yang dibagikan berdasarkan variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis telah menghasilkan ketimpangan yang tinggi antardesa," ujar Marwan usai rapat dengan DPR, Senin (6/4).

Misalnya saja di Kabupaten Sidoarjo, desa yang mendapatkan dana desa terendah sebesar Rp 38 juta dan yang tertinggi Rp 406 juta.

"Perbandingan dana yang diterima di Sidoarja satu berbanding 12," jelas Marwan.
Kemudian di Kuningan, desa yang mendapat dana terendah Rp 51 juta kemudian yang tertinggi Rp 916 juta.

"Di Kuningan perbandingannya satu berbanding 18. Jika tidak direvisi dikhawatirkan akan timbul kecemburuan antardesa," terang dia.

Menteri Marwan menjelaskan seharusnya pengalokasian perlu dilakukan dengan menggunakan alokasi yang dibagi secara merata ke seluruh desa.

"Dana alokasi seharusnya dibagi berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis," papar dia.

Perubahan PP 60/2014 itu bertujuan mewujudkan kebijakan pengalokasian dana desa yang lebih merata.

Pemerintah mengalokasikan sebesar Rp 20,76 triliun untuk dana desa. Dana tersebut akan cair pada pertengahan April 2015.

Marwan Jafar menegaskan dana desa itu diprioritaskan untuk pengentasan kemiskinan di desa tertinggal.

"Dana desa itu juga dapat meningkatkan akses sumber daya ekonomi dan reformasi agraria di pedesaan," tukas dia.

Selasa, 05 Mei 2015

Ada Dana, Desa di Indonesia Harus Maju

Marwan Jafar - Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi
JAKARTA - Dana desa yang mulai dikucurkan Pemerintah Pusat, sudah seyogyanya dapat membuat desa-desa di seluruh Tanah Air bisa berkembang dan maju. Termasuk desa yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan, yang belum lama ini melepaskan statusnya sebagai Kabupaten Tertinggal.

"Saya percaya, desa-desa di Batola ini bisa menggunakan dana desa untuk kemakmuran masyarakat. Jangan ada penyimpangan atau penyelewengan dana desa, gunakan sesuai dengan kebutuhan dan hasil musyawarah desa. Sebab jika desa maju, daerah maju, dan Indonesia juga maju," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDT&T) Marwan Ja'far dalam siaran persnya, Senin (4/5/2015).

Marwan menjelaskan, dari Rp20 triliun dana desa yang dialokasikan Pemerintah Pusat tahun ini, desa di Batola mendapatkan alokasi sekitar Rp53 miliar. Jadi, jika dibagi rata ke 194 desa yang terdapat di Kabupeten ini, masing-masing mendapatkan sekitar Rp270juta.

"Namun, tentu saja jumlah detilnya dana yang diterima setiap desa akan berbeda. Karena ada empat juklak yang menjadi dasar perhitungan, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, kesulitan geografis, dan kemiskinan," tutur menteri asal PKB itu.

Terkait munculnya banyak pertanyaan besaran dana desa yang masih relatif kecil, Marwan menjelaskan bahwa tahun ini alokasi anggaran pusat lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Kebijakan ini dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi agar disparitas antar daerah tidak terlalu jauh.

"Tahun depan insya Allah besaran dana desa akan naik. Jika tahun ini di Rp20 triliun, tahun depan akan kami tingkatkan menjadi paling tidak Rp43 triliun, otomatis yang diterima setiap desa juga bertambah. Secara bertahap akan terus dinaikan setiap tahun sehingga kemudian sampai pada target setiap desa mendapatkan Rp1,4triliun," jelasnya.

Dari Rp20 triliun dana desa dalam APBN 2015, lanjut Marwan, Provinsi Kalsel yang terdiri dari 11 kabupaten, mendapatkan alokasi dana desa sebesar Rp501miliar. Pengucuran dana desa ini akan dilakukan oleh ke Kementerian Keuangan dalam tiga tahap sepanjang tahun ini.

Sementara, Bupati Batola Hasanuddin Murad berharap, Mendes tetap memperhatikan daerah yang dipimpinnya meski sudah keluar dari status Kabupaten Tertinggal. Sebab, Batola merupakan salah satu lumbung padi Kalsel.

"Jadi kami ingin tetap diperhatikan dan diberi bantuan walaupun bukan lagi provinsi tertinggan," ujarnya.