Sabtu, 05 Juli 2014

SBY Tetapkan Pilpres 9 Juli Jadi Hari Libur Nasional

http://media.viva.co.id/thumbs2/2014/04/09/247062_presiden-sby-bersama-keluarga-berikan-hak-suara-pileg-2014_663_382.jpg
Presiden SBY
VIVAnews – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan hari pemungutan suara Pemilu Presiden tanggal 9 Juli 2014 sebagai hari libur nasional.

Dilansir setkab.go.id, ketetapan itu dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2014 tentang Penetapan Hari Pemungutan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Sebagai Hari Libur Nasional yang ditandatangani SBY, dan sesuai dengan UU Nomor 42 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014.

PKPU Nomor 4 Tahun 2014 sebelumnya menetapkan Rabu, 9 Juli, sebagai hari dan tanggal pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam Keppres Nomor 24 Tahun 2014 yang ditandatangani 30 Juni kemarin dinyatakan Rabu tanggal 9 Juli menjadi hari libur nasional untuk kepentingan pemungutan suara Pilpres.

Presiden juga memutuskan, hari dan tanggal lain yang telah ditetapkan oleh KPU untuk pemilihan lanjutan dan/atau susulan –jika ada– sebagai hari libur nasional.

Jumat, 04 Juli 2014

Pertimbangan MK Putuskan Pilpres 2014 Digelar Satu Putaran

http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20140523_155125_sidang-perdana-gugatan-sengketa-pileg.jpg
Ketua MK Hamdan Zoelva
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 berlangsung satu putaran karena hanya diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden: Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

MK memutuskan pasangan yang memperoleh suara terbanyak langsung ditetapkan menjadi presiden dan wapres walau tidak memenuhi unsur Pasal 159 ayat (1) UUD 1945 mengenai syarat 20 persebaran di wilayah Indonesia.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim, Hamdan Zoelva, saat membacakan sidang putusan uji materi UU Pilpres di ruang sidang utama, Jakarta, Kamis (3/7/2014).

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat UUD 1945 tidak membicarakan secara 'ekspresis verbis' bilamana pasangan capres dan cawapres terdiri dari dua pasangan calon.

Menurut MK, dalam perubahan ketiga masih ada persoalan yang belum terselesaikan yaitu apa solusi jika pasangan capres tidak ada yang memenuhi syarat dalam pasal 6A ayat (3) UUD 1945.

MK menyebut, walau tidak ada penegasan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dimaksudkan apabila pasangan capres lebih dari dua calon tetapi dikaitkan dengan konteks lahirnya pasal 6A UUD 1945, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembahasan pada saat itu terkait dengan asumsi pasangan capres lebih dari dua pasangan calon.

Selain itu, dengan mendasarkan pada penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis makna keseluruhan pasal 6A UUD 1945 menyiratkan pasangan capres lebih dari dua pasangan calon.

Menurut MK, jika sejak semula hanya ada dua pasangan calon, tidak perlu ada penegasan kalimat 'dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua...'.

"Karena dengan dua pasangan tentulah salah satu di antara keduanya memperoleh suara terbanyak pertama atau kedua," ujar anggota majelis hakim Muhammad Alim saat membacakan pendapat Mahkamah.

Alim melanjutkan, kebijakan pemilihan presiden secara langsung dalam UUD 1945 mengandung tujuan yang fundamental dalam rangka melaksanakan kedaulatan rakyat sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Presiden RI adalah presiden yang memperoleh dukungan dan legitimasi yang kuat dari rakyat. Dalam hal ini, prinsip yang paling penting adalah kedaulatan rakyat sehingga presiden terpilih adalah presiden yang memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.

Mengenai Pilpres kali ini yang hanya diikuti dua pasangan calon, MK berpendapat pada tahap pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden telah memenuhi prinsip representasi keterwakilan seluruh daerah di Indonesia karena calon presiden sudah didukung oleh gabungan partai politik nasional yang merepresentasikan keterwakilan seluruh wilayah Indonenesia.

"Dengan demikian tujuan kebijakan pemilihan presiden yang mepresentasikan seluruh rakyat dan daerah di Indonesia sudah terpenuhi," kata Alim.

"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah Pasal 159 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2008 harus dimaknai apabila terdapat lebih dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Artinya jika hanya ada dua pasangan capres dan cawapres, pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 sehingga tidak perlu dilakukan pemilihan langsung oleh rakat pada pemilihan kedua," tegas dia.


Kamis, 03 Juli 2014

Pilpres 2014 cukup satu putaran

http://media.viva.co.id/thumbs2/2013/11/01/228026_hamdan-zoelva-saat-pemilihan-ketua-mahkamah-konstitusi_663_382.jpg
Ketua MK Hamdan Zoelva

Pilpres hanya diikuti dua pasang dan tidak perlu pemilu dua putaran.

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Pemilihan Umum Presiden 2014 ini hanya dilakukan satu putaran. Sebab, pilpres hanya diikuti dua pasang calon, yaitu rabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusannya di Gedung MK, Jakarta, Kamis 3 Juli 2014.

Keputusan ini diambil setelah MK melakukan uji materi terhadap Pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hakim Konstitusi berpendapat bahwa pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang pilpres hanya diikuti dua pasang calon.

"Pasal itu tidak berlaku untuk hanya terdiri dua pasang calon," kata Hamdan.

Dalam Pasal 159 ayat 1 disebutkan bahwa "Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 (lima puluh) persen dari jumlah suara dalam pemilu presiden dan wakil presiden dengan sedikitnya 20 (dua puluh) persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia."

Gugatan ini diajukan oleh Forum Pengacara Konstitusi yang diwakili oleh Andi M Asrun. Menurut mereka, Pasal 159 ayat satu itu hanya ditujukan untuk pilpres yang mengusung pasangan calon lebih dari dua. Sementara, jika pasal itu digunakan pada pilpres yang hanya terdapat dua calon, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

MK berpendapat, dua pasang calon ini sudah didukung oleh seluruh partai politik sehingga sudah dianggap sebagai perwakilan dari semua rakyat Indonesia.

"Jika hanya dua calon, menurut Mahkamah dalam memenuhi prinsip representative, karena sudah direpresentasikan oleh gabungan parpol, demikian sudah terpenuhi," kata Hamdan.

Sehingga, Pilpres 2014 yang akan dilaksanakan pada 9 April 2014 mendatang tidak perlu dilakukan dua putaran. "Menurut mahkamah, Pasal 159 ayat 1 harus dimaknai bila terdapat dua lebih pasang calon. Jika hanya dua pasang, tidak perlu pemilu dua putaran, beralasan menurut hukum," ujar dia. (ita)


Pemerintah Alokasikan 10 Persen dari Dana Transfer ke Daerah Untuk Dana Desa

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/slider/uang4_16.jpg?1403882655
ilustrasi
Jakarta, (Fiscal) News – Pemerintah akan mengalokasikan 10 persen dari total dana transfer ke daerah untuk Dana Desa. Demikian disebutkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebagai informasi, saat ini Pemerintah sedang menyusun ketentuan mengenai Dana Desa yang akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. RPP ini disusun sebagai tindak lanjut atas penetapan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Seperti diketahui, UU Desa mengamanatkan bahwa salah satu sumber pendapatan Desa berasal dari alokasi APBN. Untuk itu, dalam RPP ini disebutkan, Pemerintah akan menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam APBN setiap tahunnya.

Alokasi anggaran untuk Dana Desa ditetapkan sebesar 10 dari total Dana Transfer ke Daerah, dan akan dipenuhi secara bertahap sesuai dengan kemampuan APBN. Dalam masa transisi, sebelum Dana Desa mencapai 10 persen, anggaran Dana Desa dipenuhi melalui realokasi dari Belanja Pusat dari program yang berbasis Desa.

Pengalokasian Dana Desa akan dihitung berdasarkan jumlah desa, dan dialokasikan dengan memperhatikan sejumlah faktor, yaitu jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Dana desa akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Penggunaan dana ini diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.(nv)


Rabu, 02 Juli 2014

Kewenangan desa diperluas setelah adanya UU Desa

http://jogja.tribunnews.com/foto/bank/images/uu-desa_0606.jpg
ilustrasi
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pelaksanaan UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa akan menambah sektor yang bisa ikut dikelola oleh pemerintah desa. Masyarakat diminta turut aktif mengawasi pengelolaan dana yang besarnya bisa mencapai lebih dari satu miliar rupiah untuk tiap desa.

Anggota DPR RI dari fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko menjelaskan, selama ini permasalahan mengenai desa selalu dicoba untuk diselesaikan dari pusat. Padahal, menurut dia, masyarakat dan pemerintah di desa lah yang benar-benar mengerti mengenai kebutuhan tersebut.

Budiman mengatakan, melalui UU tersebut pemerintah desa mendapat wewenang yang lebih besar dalam menjalankan pemerintahan serta mengelola aspirasi. Sebelumnya, desa hanya mendapat jatah untuk mengelola orang dan ruang. "UU Desa menambahkan barang dan uang, sebagai aspek yang juga bisa dikelola pemerintah desa," ujar Budiman di Wisma Kagama, UGM, Yogyakarta, Sabtu (28/6/2014) siang.

Budiman melanjutkan, nantinya masyarakat desa juga bisa mengakses mengenai hak jatah dana bagi yang diperoleh desa mereka melalui jalur internet. Dengan demikian, diharapkan transparansi pengelolaan dana tersebut dapat berjalan secara optimal.

Hal serupa disampaikan anggota Tim Ahli Pansus UU Desa Sutoro Eko Yunanto. Menurut Sutoro, transparansi menjadi aspek penting yang harus diusung dalam pelaksanaan UU Desa nantinya, terutama dalam hal penggunaan alokasi dana untuk setiap desa.

Ia mengatakan, nantinya setiap desa akan mendapatkan jatah kucuran dana yang jumlahnya tidak sedikit, yaitu sekitar satu miliar rupiah. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan, baik yang disengaja ataupun tidak, perlu ada pengawasan dari semua pihak.

"Ibarat meletakkan uang itu dalam tempat yang terang dan disaksikan banyak orang. Niscaya kemungkinan korupsi juga sedikit," ujar Sutoro. (*)


Selasa, 01 Juli 2014

Dari 903 Gugatan, MK Kabulkan 23 Perkara Perselisihan Hasil Pileg

http://assets.kompas.com/data/photo/2013/10/08/113918320131008-113900780x390.JPG
Gedung Mahkamah Konstitusi
JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi telah merampungkan seluruh perkara perselisihan hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD 2014. Dari 903 perkara yang diregistrasi kepaniteraan MK, ada sebanyak 23 perkara yang dikabulkan.

"Sisa perkara yang tidak dihentikan ada 600 lebih, ada seluruhnya 23 perkara yang dikabulkan MK," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, saat menggelar konferensi pers, di ruang media center Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2014).

Hamdan mengatakan, dari 23 perkara yang dikabulkan MK, sebanyak 13 perkara diperintahkan untuk dilakukan penghitungan ulang, baik melalui D1 atau C1 plano yang asli dalam TPS, atau pemungutan suara ulang. Sementara, 10 perkara lainnya dilakukan penetapan hasil (putusan langsung) yang membatalkan surat keputusan Komisi Pemilihan Umum.

Hamdan mengakui, banyak perkara yang tidak dikabulkan oleh MK karena para pemohon sulit mengajukan bukti valid dan absah, serta sulit mengajukan saksi untuk memperkuat bukti-bukti.
"Karena Mahkamah hanya mengadili perkara yang ada dalam persidangan berdasar bukti dan fakta, itulah makhkamah harus menolak banyak perkara," ujar Hamdan.

Data dari MK, ada 312 perkara yang dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak dapat memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perudang-undangan dan 26 permohonan ditarik kembali oleh para pemohon. Selebihnya, yakni 542 perkara dinyatakan ditolak karena dalil-dalil para pemohon tidak terbukti di dalam persidangan.

Terkait putusan yang memerintahkan penghitungan ulang oleh KPU pada sejumlah daerah pemilihan, KPU selambat-lambatnya wajib melaporkan kepada MK seluruh pelaksanaan penghitungan ulang tersebut pada Kamis (10/7/2014).

Selanjutnya, setelah MK mengeluarkan putusan akhir terhadap perkara-perkara tersebut, KPU dapat menetapkan perolehan suara secara nasional kembali sesuai dengan putusan akhir MK.

Perkara perselisihan hasil Pileg yang dikabulkan MK, yakni putusan MK yang menetapkan hasil perolehan suara secara langsung, yaitu perkara yang dimohonkan oleh Partai Nasdem untuk kursi DPRD Provinsi Kalimantan Barat pada Dapil Kalimantan Barat 6 di Provinsi Kalimantan Barat.

Lalu, Partai Golkar untuk kursi DPRA Provinsi Aceh pada dapil Aceh 9 di Provinsi Aceh. Partai Persatuan Pembangunan untuk kursi DPRA Provinsi Aceh pada dapil Aceh 5 di Provinsi Aceh. Partai Amanat Nasional untuk kursi DPRK Kabupaten Aceh Barat pada dapil Aceh Barat 3 di Provinsi Aceh. Partai Bulan Bintang untuk kursi DPRK Kabupaten Aceh Barat Daya pada dapil Aceh Barat Daya 1 di Provinsi Aceh.

Kemudian, PAN untuk kursi DPRD Kabupaten Pesawaran pada Dapil Pesawaran 5 di Provinsi Lampung. PAN untuk kursi DPRD Kabupaten Nabire pada dapil Nabire 3 di Provinsi Papua. Partai Nasdem untuk kursi DPRD Kabupaten Bangkalan pada Dapil Bangkalan 3 di Provinsi Jawa Timur. PAN untuk kursi DPRD Kabupaten Sumenep pada dapil Sumenep 5 di Provinsi Jawa Timur. PPP untuk kursi DPRD Kota Binjai pada dapil Binjai 2 di Provinsi Sumatera Utara.

Sedangkan putusan MK yang memerintahkan penghitungan ulang, yaitu pada perkara yang dimohonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem untuk kursi DPR RI pada dapil Maluku Utara 1 di provinsi Maluku Utara.

Lalu, PPP untuk kursi DPR RI pada dapil Sumatera Selatan 1 di Provinsi Sumatera Selatan. PDI-P untuk kursi DPRD Provinsi pada dapil Sulawesi Tenggara 1 di Provinsi Sulawesi Tenggara. Partai Demokrat untuk kursi DPRD Provinsi Jawa Barat pada dapil Jawa Barat 3 di Provinsi Jawa Barat. Partai Golkar untuk kursi DPRD Kabupaten Merangin pada dapil Merangin 4 di Provinsi Jambi. PBB untuk kursi DPRD Kabupaten Nias Selatan pada dapil Nias Selatan 3 di Provinsi. Sumatera Utara.

Kemudian, Partai Nasdem untuk kursi DPRD Kabupaten Sampang pada dapil Sampang 2 Provinsi Jawa Timur. PBB untuk kursi DPRD kabupaten Halmahera Barat pada dapil Halmahera Barat 1 di Provinsi Maluku Utara. PKS untuk kursi DPRD kota Samarinda pada Dapil Samarinda 1 di Provinsi Kalimantan Timur. Partai Golkar untuk kursi DPRD Kota Manado pada dapil Kota Manado 3 di Provinsi Sulawesi Utara. Terakhir, perseorangan calon anggota DPD atas nama La Ode Salimin pada Dapil Kota Tual di Provinsi Maluku.

Di antara permohonan yang dikabulkan tersebut, terdapat 5 perkara perselisihan antarsesama caleg satu partai dalam suatu dapil, yakni caleg DPRA Provinsi Aceh dari partai Golkar, DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Demokrat, DPRD Kota Binjai Sumarera Utara dari PPP, DPRA Provinsi Aceh dari PPP, dan DPRD Kabupaten Sumenep Jawa Timur dari PAN.


Wapres Boediono : Pendidikan adalah kunci pembangunan bangsa

http://wapresri.go.id//berita/detail/immbesar_web.JPG
Bersama-sama menciptakan sinergi dengan landasan cinta kepada bangsa. Wakil Presiden dan Pengurus IMM. (foto: Puastono)
Barangkali tidak ada diantara kita yang tidak setuju bahwa pendidikan mempunyai peranan besar dalam pembangunan   suatu bangsa.   Tapi seringkali kita berhenti disitu, pada tataran abstrak, dan menerimanya sebagai kebenaran mutlak yang     tidak perlu lagi dikaji dan dirinci.   Berdasarkan keyakinan itu kita melaksanakan percepatan dan perluasan pendidikan melalui aneka program pendidikan, dengan negara sebagai penjurunya dan masyarakat  berpartisipasi aktif.

Semangat ini sudah benar. Tapi sebenarnya ada satu hal penting yang "hilang" disini, yaitu tentang "apa" yang seyogyanya diajarkan untuk menyiapkan manusia-manusia Indonesia yang mampu berkontribusi maksimal bagi kemajuan bangsanya. Barangkali sekarang sudah waktunya kita memikirkan secara  lebih mendalam masalah yang teramat penting ini.

Saya harus menyatakan bahwa sampai saat ini kita belum mempunyai konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan ini.  Karena tidak ada konsepsi yang jelas, maka timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum.   Akibatnya terjadilah beban yang berlebihan (overloading) pada anak didik.   Bahan yang diajarkan terasa "berat", tapi tidak jelas apakah anak didik kita mendapatkan apa yang seharusnya mereka peroleh dari pendidikannya.

Substansi dasar yang memberi isi pada kebijakan pendidikan kita, perlu kita bakukan.    Rumusan substansi yang jelas dan cermat akan dapat menjadi kompas dan perajut bagi begitu banyak kegiatan dan inisiatif pendidikan yang dilaksanakan di tanah air sehingga mengurangi segala macam kemubaziran.  Rumusan substansi tersebut haruslah mengacu pada dan diturunkan dari konsepsi yang jelas mengenai bagaimana kemajuan bangsa terjadi dan  apa peranan pendidikan didalamnya. 

Pada kesempatan ini saya tidak akan mengulang apa yang telah dikatakan oleh para pakar Iptek mengenai peran strategis pendidikan dalam menyiapkan kemampuan Iptek bangsa, dan dengan demikian dalam mendorong kemajuan bangsa.  Kita semua sepakat mengenai hal ini.    Disini saya ingin mengangkat sisi penting lain dari pendidikan, yaitu perannya dalam mendukung kemajuan bangsa, melalui dukungannya dalam pembangunan sosial, ekonomi dan politik.  Berikut ini adalah butir-butir yang terkait dengan itu, yang saya sarikan dari hasil-hasil riset  di bidang ekonomi-politik dan sejarah. 1)

Penelitian-penelitian itu mencoba mengidentifikasi faktor-faktor penentu utama kemajuan bangsa sebagai suatu entitas sosial, ekonomi, politik berdasarkan analisa pengalaman sejarah    bangsa-bangsa.   Beberapa kesimpulan penting adalah sebagai berikut:

· Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh mutu institusi-institusinya, terutama institusi politik dan institusi ekonominya.   Proses kemajuan suatu bangsa terjadi, dan berlanjut, apabila terjadi  interaksi positif antara institusi-institusi politiknya dan institusi-institusi ekonominya.  Bangsa-bangsa yang gagal maju, karena insiden sejarah atau barangkali karena kelalaiannya sebagai bangsa, umumnya terperangkap dalam interaksi negatif dari kedua kelompok institusinya tersebut .

· Dari dua kelompok institusi penentu kemajuan bangsa, sejarah bangsa-bangsa menunjukkan bahwa institusi politik adalah yang lebih mendasar, karena kelompok institusi  inilah yang pada akhirnya menentukan aturan main yang mengkondisikan efektif tidaknya institusi-institusi lainnya.  Pembenahan dan penataan institusi politik merupakan kunci pembuka kemajuan bangsa.  (Perhatian bagi putra-putri terbaik bangsa, jangan alergi terjun di bidang politik!)

· Selanjutnya riset sejarah menunjukkan bahwa institusi  politik akan mendukung proses kemajuan suatu bangsa apabila memenuhi dua persyaratan utama.   Yang pertama adalah bahwa harus ada suatu tingkat konsentrasi kekuasaan politik di tingkat nasional yang cukup untuk menjamin penegakan law and order.  Somalia dan Afganistan adalah contoh ekstrim kekuasaan terlalu    tercerai berai sehingga ketertiban umum dan hukum tidak bisa dijalankan.

· Syarat kedua adalah sebaliknya, yaitu kekuasaan politik itu tidak boleh terkonsentrasi di tangan satu kelompok atau beberapa kelompok saja (oligarki) tetapi harus terbagi sedemikian rupa sehingga elemen-elemen utama bangsa terwakili di dalamnya.   Konstelasi politik  harus inklusif karena dengan demikian sistem checks and balances    dapat berjalan efektif.    Tidak terlalu terkonsentrasi dan tidak terlalu cerai berai.  Dengan kata lain: sistem demokrasi. Riset menarik kesimpulan kuat dari analisa empiris sejarah bahwa demokrasi merupakan sistem politik yang paling menjanjikan bagi bergulirnya proses kemajuan bangsa.  Tentu, yang dimaksud adalah demokrasi dalam arti substantif bukan sekedar bentuk formalnya.

· Riset menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan per kapita, makin besar peluang demokrasi berhasil dan berlanjut.2)   Bagi bangsa-bangsa yang sedang membangun dan sedang mengkonsolidasikan demokrasinya, sangat penting untuk menghindari krisis ekonomi, karena disitu   ada risiko tinggi sendi-sendi demokrasi yang sedang dibangun ikut rontok.   Konsolidasi demokrasi mempunyai peluang tinggi untuk berhasil apabila ditopang oleh perekonomian yang tumbuh dan manfaatnya makin terbagi merata. Selanjutnya apabila demokrasi berhasil dikonsolidasikan semakin besar pula institusi-institusi ekonomi akan berfungsi lebih baik lagi, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja perekonomian, dan selanjutnya     akan memperkuat demokrasi.   Demikianlah seterusnya, terjadi proses interaksi positif antara politik dan ekonomi.

Peran Pendidikan

Satu hal penting dari hasil riset mutakhir adalah bahwa institusi memegang peran kunci dalam proses kemajuan bangsa.   Kualitas institusi adalah penentu utama kemajuan bangsa.   Oleh karena itu upaya pembangunan bangsa semestinya memberikan prioritas tertinggi pada pembangunan institusi. 

Kualitas kinerja institusi pada akhirnya ditentukan oleh kualitas manusia-manusia yang melaksanakan fungsi institusi itu, terutama dalam sikapnya dan kompetensinya.    Disinilah kita melihat jelas peran sentral pendidikan dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.

Melalui pendidikan kita dapat menanamkan sikap yang pas dan memberi bekal kompetensi yang diperlukan kepada   manusia-manusia yang menjalankan fungsi institusi-institusi yang menentukan kemajuan bangsa.

Disini penting kita bedakan dua sasaran pendidikan.   Pertama, membentuk sikap dan kompetensi dasar  yang perlu dimiliki     oleh setiap warganegara dimana pun mereka berkarya.  Ini merupakan tugas dari Pendidikan Umum atau General Education.   Sedangkan sasaran kedua adalah mendidik sikap dan kompetensi khusus yang diperlukan bagi mereka yang bekerja di bidang-bidang tertentu.    Ini adalah bidang tugas dari Pendidikan Khusus atau Special Education.   Pendidikan umum membekali anak didik soft skills untuk menjadi manusia dan warganegara yang baik. Pendidikan khusus memberikan hard skills untuk menjadi pekerja yang baik.

Pada hakekatnya Pendidikan Umum wajib diberikan kepada semua anak didik di semua jenjang, mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi (S1).  Tentu materinya disetiap jenjang disesuaikan dengan umur dan tingkat kematangan anak didik.   

Sedangkan substansi Pendidikan Khusus diberikan sesuai dengan vokasi  atau profesi dipilih oleh siswa atau mahasiswa dalam kariernya nanti.   Materi Pendidikan Khusus diberikan sebagai tambahan  - on top -  materi Pendidikan Umum.  Dalam pendidikan khusus inilah dibangun antara lain kemampuan Iptek manusia Indonesia.

Dalam strategi pendidikan yang utuh, kedua komponen pendidikan ini dirumuskan secara rinci, konsisten, dan seimbang.   Keduanya membentuk kurikulum minimal pada setiap jenjang pendidikan dengan standard yang berlaku, dan diberlakukan  secara nasional.  Tentu ruang untuk muatan lokal harus tetap diberikan sesuai dengan kekhasan masing-masing daerah dan kelompok masyarakat.  

Inilah yang saya maksud tadi dengan benang merah substansi pendidikan nasional yang perlu kita rumuskan secara lebih jelas dan cermat.

Apabila kita menerima bahwa konsolidasi demokrasi adalah  simpul kritis penentu kemajuan bangsa, maka strategi pendidikan perlu diarahkan sepenuhnya dan secara nyata mendukung sasaran ini.   Pintu masuk kita adalah melalui Pendidikan Umum.   Substansi Pendidikan Umum harus mencakup semua hal yang diperlukan untuk membekali anak didik agar menjadi pelaku demokrasi yang efektif, yang tahu hak dan tanggungjawabnya, yang mempunyai komitmen untuk mensukseskan proses konsolidasi demokrasi.   Apabila ini kita lakukan, kita dapat optimis, risiko-risiko kegagalan demokrasi dalam masa konsolidasi ini dapat diminimalkan.    Demokrasi kita akan makin mantap dan institusi-institusi ekonomi akan makin efektif, yang selanjutnya akan makin memperkuat demokrasi. Interaksi positif   atau virtuous circle terjadi.

Apa yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum Pendidikan Umum yang memenuhi tuntutan tersebut ?  Ini adalah tantangan bagi para ahli kita untuk merumuskannya.  Disini saya ingin menyampaikan sebuah contoh substansi Pendidikan Umum      dari negara lain untuk jenjang perguruan tinggi (S1).     Substansi bagi jenjang-jenjang di bawahnya tentu perlu penyesuaian-penyesuaian.   Contoh ini dimaksudkan semata sebagai umpan bagi pemikiran mendalam oleh kita sendiri.   Kurikulum Pendidikan Umum di Indonesia tentu harus memasukkan kekhasan budaya dan sejarah kita.  

Contoh ini saya ambil dari karya Profesor Derek Bok, Presiden Emeritus Universitas Harvard, yang merupakan distilasi dari praktek dan hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat.  Bok mengatakan bahwa pendidikan S1 di Amerika Serikat bertujuan untuk memberikan bekal 8 kemampuan kepada mahasiswanya. 3) 

Kedelapan kemampuan itu adalah:
· Kemampuan Berkomunikasi.  Semua mahasiswa S1 perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan berbagai pihak.  Mereka harus mampu menulis dengan presisi dan menarik.  Mereka harus mampu mengungkap secara lisan idenya dengan jelas dan persuasif.  Ketidakmampuan berkomunikasi antara warganegara, atau antara pemerintah dengan publik, adalah kegagalan demokrasi. 
· Kemampuan Berpikir Jernih dan Kritis.  Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk mengajukan pertanyaan   yang relevan, mengenali dan mendefinisikan masalah, menyadari dan mempertimbangkan argumentasi dari berbagai sisi dari suatu permasalahan, mencari dan menggunakan secara efektif data dan informasi yang relevan, dan akhirnya mengambil sikap dan kesimpulan setelah mempertimbangkan semuanya dengan cermat.
· Kemampuan Mempertimbangkan Segi Moral dari Suatu Permasalahan.   Hampir setiap isu publik memiliki sisi moral. Mahasiswa perlu dilatih untuk menganalisa dengan jernih dan mengambil sikap mengenai aspek baik-buruk, benar-salah dari segi moral dalam menghadapi permasalahan.
· Kemampuan Untuk Menjadi Warganegara Yang Efektif.  Mahasiswa harus disiapkan menjadi peserta aktif dalam proses demokrasi dan mampu mengambil sikap yang rasional mengenai berbagai masalah politik dan isu-isu publik.
· Kemampuan Untuk Mencoba Mengerti Dan Toleran Terhadap Pandangan Yang Berbeda.   Di Amerika Serikat yang mempunyai masyarakat yang terdiri dari banyak kelompok etnis dan kelompok agama, pengajaran toleransi memperoleh perhatian khusus dan dianggap sebagai    tugas penting dari universitas.
· Kemampuan Hidup dalam Masyarakat Yang Mengglobal.  Mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dasar mengenai masalah-masalah internasional dan apresiasi mengenai kultur yang berbeda.
· Memiliki Minat Luas Mengenai Hidup.   Mahasiswa harus dibangkitkan minat intelektualnya seperti mengenai sejarah, filsafat, dan minatnya  di bidang-bidang lain, seperti musik dan seni serta olahraga.
· Memiliki Kesiapan Untuk Bekerja.   Ini sebenarnya bukan bagian dari kurikulum Pendidikan Umum, tetapi bagian     dari kurikulum Pendidikan Khusus yang memang harus diajarkan pada tingkat S1 sesuai dengan fakultasnya.

Kedengaran terlalu idealistik?   Tetapi itulah yang menjadi sasaran ideal universitas-universitas disana.   Dan nampaknya mereka sangat serius dalam mencapai sasaran tersebut.   Tentunya kita tidak boleh puas diri dengan apa yang kita punya sekarang.  Taruhannya terlalu besar untuk bersikap seperti itu.  Marilah kita lakukan sesuatu yang substantif bagi pendidikan kita.


****
1) Acemoglu, Daron and James A. Robinson, Why Nations Fail , Crown Publishers, New York (2012).
2) 
Zakaria, Fareed, The Future of Freedom , W.W. Norton (2003)

3) Derek Bok, Our underachieving Colleges, Princeton (2006)



Senin, 30 Juni 2014

Penilaian Pengamat: Hasil Debat Cawapres Hatta VS Kalla

http://images.solopos.com/2014/06/FOTO-DEBAT-CAWAPRES-_-Cipika-Cipiki-Jusuf-Kalla-dan-Hatta-Rajasa-150x100.jpg
JK adan Hatta
Solopos.com, JAKARTA–Hasil debat cawapres 2014, debat Hatta vs Jusuf Kalla (JK), Minggu (29/6/2014) malam, menurut sejumlah pengamat, keduanya mempunyai keunggulan masing-masing.
Pengamat Politik Universitas Indonesia Boni Hargens mengatakan debat calon wakil presiden antara Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla dimenangkan masing-masing kandidat dengan kriteria berbeda.
Hatta menang di kemampuan retorika sementara JK menang dalam penyampaian substansi. Boni Hargens mengatakan public speaking Hatta memang lebih baik dan meyakinkan, namun substansi yang diutarakan JK lebih realistis, jujur dan konsisten dengan program yang selama ini mereka ingin canangkan.

“Hatta menang dalam penyampaian,dengan retorika yang lebih baik. Sementara, JK lebih realistis, jujur dan konsisten, serta terlihat satu paket dengan Jokowi,”katanya saat dihubungi JIBI/Bisnis, Minggu (29/6/2014).

Sementara itu, Boni mengatakan substansi yang dikatakan Hatta seperti keluar dari pemikirannya pribadi, dan terdengar berbeda dengan yang digagas rekannya, Prabowo Subianto.

“Yang disampaikan Hatta seperti pemikiran pribadi yang keluar. Berbeda  dengan yang sering diucapkan prabowo, engga satu paket. Kelihatan belum solid dan belum terjadi penyatuan dengan Prabowo,”katanya.

“JK konsisten dengan pemerataan pendidikan dengan memperhatikan kesenjangan masyarakat dan pentingnya revolusi mental, tapi Hatta memberikan konsep yang visible. Mengenai temuan, mafia migas dan impor sapi terlihat seperti ngeles dan ditutupi,” katanya.

Dia juga mengomentari mengenai inovasi yang dikatakan Hatta menjadi penemuan yang diklaim sebagai keberhasilan dirinya saat menjabat Menristek.

“Yang dicontohkan mengenai spesies baru itu merupakan lanjutan dari studi penelitian sebelumnya. Lagipula spesies itu hanya memberikan varian baru, tapi tetap tidak bisa memperbaiki keterbatasan lahan kering atau kurangnya sawah produktif yang kita miliki. Padahal disitu masalah bangsa kita,”katanya.

Pertarungan Data

Sementara itu, pengamat Politik Universitas Gadjah mada Arie Sujito mengatakan secara umum debat tersebut merupakan pertarungan data dari orang yang pernah berkuasa menjadi menteri bahkan wapres, namun terlihat yang disampaikan JK sesuai dengan apa yang sering dikatakan oleh Jokowi.

“Pertarungan data dari dua orang yang pernah jadi menko, menristek bahkan wapres. Mereka adu gagasan, namun yang berbeda adalah JK terlihat selalu nyambung dan sesuai dengan apa yang dicetuskan Jokowi mengenai revolusi mental dan pemerataan pendidikan di semua kalangan,”kata Arie saat dihubungi
JIBI/Bisnis, Minggu (29/6/2014).

Sementara yang dikatakan Hatta, menurutnya lebih kepada kelanjutan program yang diinginkan tercapai di era SBY. Selain itu, dia mencermati bahwa pengakuan Hatta mengenai kebocoran memperlihatkan adanya ketidakselarasan dengan apa yang diucapkan Prabowo sebelumnya.

“Hatta mengklarifikasi, ini baik karena publik membicarakan ini. Tapi memperlihatkan adanya ketidak kompakan diantara keduanya. Sebelumnya Prabowo mengatakan ini kebocoran, bukan potensi kebocoran, dan KPK pun tidak merasa memberikan data,” katanya.

Namun secara umum, dia mengatakan gagasan keduanya mengenai ide kreatif dalam pendidikan dan IPTEK cukup baik dan diharapkan benar direalisasikan dalam pemerintahan mendatang.

“Gagasan keduanya dengan mendorong ide kreatif dalam IPTEK itu baik, namun sekali lagi Hatta terlalu sering excuse dengan memberikan jawaban yang normative. Seperti pada migas, kasus sapi, sampai inovasi. Sementara, penekanan JK terhadap perubahan lebih terlihat,”jelasnya.
Debat Terbaik

Boni mengatakan perdebatan kali ini adalah yang terbaik dari rangkaian debat yang dilaksanakan oleh Komisi Pemiliha Umum (KPU). “Jauh lebih menarik dari sebelum-sebelumnya, kedua kandidat saling mengunci satu sama lain dan mengatakan data-data yang riil karena mereka pernah menguasai,”jelasnya.

Acara debat cawapres merupakan rangkaian acara debat keempat yang dilaksanakan oleh KPU. Tema debat kali ini adalah “Pengembangan Sumber Daya Manusia dan IPTEK”.

Debat kali ini diselenggarakan di Hotel Bidakara, yang dimulai pukul 20.30 WIB dan dimoderatori oleh Dwikorita Karnawati.  Debat tersebut dihadiri ratusan pendukung masing-masing capres dan cawapres. Debat kali ini menghadirkan masing-masing cawapres yakni Hatta Rajasa pasangan capres Prabowo Subianto dan JK pasangan capres Jokowi.

Kedua kandidat beradu konsep mengenai pengembangan SDM, pendidikan dan teknologi.
Debat selanjutnya dilakukan pada 5 Juni mendatang. Irene Agustine/JIBI/Bisnis

Sumber  http://www.solopos.com/

Pemikiran Seorang Wapres Boediono tentang Demokrasi

http://wapresri.go.id//kegiatan/detail/140626munggah_web.JPG
Wakil Presiden Boediono berjabat tangan dengan Prof. Quraish Shibab di Istana Wakil Presiden. (Foto : Muchlis)

Pidato Bung Karno di Kongres Amerika Serikat 17 Mei 1956

Pada bulan September 1955, Republik Indonesia yang masih sangat muda menyelenggarakan  pemilihan umum (pemilu) yang pertama. Pemilu itu berlangsung dengan sangat baik.  Harapan sangat tinggi bahwa demokrasi di Indonesia kemudian akan semakin mantap. Tetapi sejarah ternyata tidak mencatat demikian. Setelah itu kehidupan demokrasi  di Indonesia terus menyurut. Apa yang salah?
  
Delapan bulan setelah pemilu itu, Presiden Soekarno mengadakan perlawatan ke Amerika Serikat dan di sana menyampaikan pidato di hadapan Sidang Gabungan Kongres Amerika Serikat. Pidato itu membahas berbagai masalah dunia dan mendapat sambutan luar biasa. Ada satu bagian dari pidato tersebut yang mengupas mengenai masalah demokrasi yang ingin saya kutip disini. Inilah kata-kata beliau dari teks pidato aslinya :

“... We have our feet on the road to democracy, and we have made a good start. But we will not deceive ourselves with the false illusion that we have traversed the full extent of the road to democracy, if indeed any end there be.

The secret ballot, the free press, the freedom of belief, the votings in parliaments - these are all merely expressions of democracy. Freedom of expression has a guardian in a certain measure of prosperity, the achievement of freedom from want.

For us then, democratic principles are not simply an aim. The expression of desire inherent in human nature, they are also a means of providing our people with reasonable standard of living. The freedom of expression and the freedom of wants are indivisible, two interdependent souls in our body.

As with all other freedoms, freedom of expression is no absolute, its indiscriminate and unrestrained exercise could hamper harmonious growth of other freedoms, could hamper the harmonious growth from want, and thus sow the seed for the destruction of the fundamentals of human freedom itself...

... To the famished man democracy can never be more than a slogan.  What can a vote mean to a woman worn out by toll, whose children fret and all with the fever of malaria?   Democracy is not merely government by the people, democracy is also government for the people
..."

Terjemahan bebas oleh admin :
"... Kami memiliki kaki kami di jalan menuju demokrasi, dan kami telah membuat awal yang baik. Tapi kita tidak akan menipu diri kita sendiri dengan ilusi palsu yang telah kita dilalui sepenuhnya jalan menuju demokrasi, jika memang akhir setiap ada.

 Pemungutan suara secara rahasia, pers bebas, kebebasan berkeyakinan, para votings di parlemen - ini semua hanyalah ekspresi demokrasi. Kebebasan berekspresi memiliki wali dalam ukuran tertentu kemakmuran, pencapaian kebebasan dari keinginan.

Bagi kami itu, prinsip-prinsip demokrasi bukan sekedar tujuan. Ekspresi keinginan yang melekat dalam sifat manusia, mereka juga merupakan sarana untuk memberikan orang-orang kami dengan standar hidup yang layak. Kebebasan berekspresi dan kebebasan keinginan yang tak terpisahkan, dua jiwa saling bergantung dalam tubuh kita.

Seperti dengan semua kebebasan lainnya, kebebasan berekspresi tidak absolut, olahraga sembarangan dan tak terkendali yang bisa menghambat pertumbuhan harmonis kebebasan lainnya, bisa menghambat pertumbuhan yang harmonis dari keinginan, dan dengan demikian menabur benih untuk menghancurkan dasar-dasar kebebasan manusia itu sendiri. ..

... Untuk pria demokrasi kelaparan tidak pernah bisa lebih dari slogan. Apa yang dapat suara berarti seorang wanita yang dikenakan oleh korban, yang anaknya resah dan semua dengan demam malaria? Demokrasi bukan hanya pemerintahan oleh rakyat, demokrasi juga pemerintah untuk rakyat ... "

Kata-kata peringatan Bung Karno ini penting untuk diingat, apabila kita inginkan demokrasi kita kali ini tidak gagal seperti dulu.



Minggu, 29 Juni 2014

Pengamat : sistem politik saat ini sudah bertentangan dengan Pancasila

http://img.antaranews.com/new/2014/06/ori/20140624SidangSidang-Paripurna-Otonomi-Daerah-DPR-240614-RN-10.jpg
Suatu sidang parpurna di DPR ketika 275 dari 500 anggotanya tidak hadir (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Denpasar (ANTARA News) - Ketua Dewan Harian 1945 Provinsi Bali Prof I Wayan Windia menganggap sistem politik di Indonesia saat ini sudah bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila keempat.

"Bahkan sudah jauh dari nilai-nilai UUD 1945 ketika dilahirkan pada saat perang dan revolusi kemerdekaan," kata Prof Windia yang juga mantan anggota DPR-RI di Denpasar, Sabtu.

Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud itu melihat biaya pilitik yang sangat mahal, sistem politik yang ditandai dengan banyaknya politik uang.

"Kondisi demikian akhirnya melahirkan pejabat yang hanya menyukai ekonomi, pertumbuhan dan teknologi, sehingga kurang tertarik terhadap aspek sosial, pemerataan, dan kebudayaan," katanya.

Ia mengajak semua pihak untuk belajar dari penerapan sistem subak yang hingga kini tetap dilaksanakan para petani di Bali dalam mengelola air secara adil dan merata, sesuai kepentingan dan luasnya lahan garapan.

Subak, sebuah sistem yang diterapkan petani Bali secara turun temurun mengutamakan harmoni dibandingkan konflik.

Windia menjelaskan subak dalam pelaksanaannya mengutamakan konsensus dibandingkan dengan demokrasi yakni setengah plus satu. Mengutaman efektivitas dibandingkan dengan sekedar efesiensi.

Dia mengingatkan bahwa berbagai persoalan sosial, bangsa dan negara, tidak bisa diselesaikan hanya dengan aturan-aturan tertulis.

"Harus digali berbagai kearifan lokal untuk membantu memecahkan berbagai masalah yang akan semakin komplek, termasuk kemungkinan berdemokrasi belajar dari petani yang terhimpun dalam subak," ujar Prof Windia.