Sabtu, 06 Desember 2014

Ada kabar yang mengejutkan dari Dirjen Otoda Kemendagri (ttg Dana Desa)

Djohermansyah Djohan
Padang (ANTARA News) - Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan, dana Rp1 miliar untuk satu desa sesuai UU Desa belum masuk dalam APBN 2015.

"Mungkin bisa masuk dalam APBN Perubahan 2015. Tetapi sekarang anggarannya dalam APBN memang belum ada," kata dia, di Padang, Jumat.

Persoalan lain terkait dana desa itu menurut dia, adalah belum jelasnya kelembagaan yang mengelola apakah berada di bawah Kemendagri atau Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

"Desa sebelumnya berada di bawah Kemendagri, sekarang dibentuk Kementerian baru yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Namun, kewenangan terkait dana desa ini belum jelas antara dua lembaga ini," kata dia.

Menurut dia, agar UU Desa itu bisa berjalan maksimal, persoalan kelembagaan yang memiliki kewenangan tersebut harus jelas terlebih dahulu.

Berbeda dengan Djohan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, Jumat malam mengatakan, dana desa senilai Rp1,4 miliar untuk tiap desa diperkirakan akan cair April 2015.

Dia meminta aparatur desa menyiapkan diri untuk memanfaatkan dana itu secara optimal. Salah satu persiapan yang diminta adalah RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa).

Sumber http://www.antaranews.com

Ternyata ada 145 Kades di Jatim yang tak ikuti pelatihan

Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf
Pasuruan (ANTARA News) - Desa se-Jawa Timur akan menerima anggaran Rp1 miliar hingga Rp1,4 miliar mulai tahun 2015 untuk pemberdayaan masyarakat, pembangunan infrastruktur, serta revitalisasi pasar.

"Anggaran tersebut juga untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM), namun itu semua harus jelas dan transparan, sehingga bisa dipertanggungjawabkan tepat waktu," kata Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, dalam pelatihan kepala desa se-Jatim di Pusdik Brigade Mobil (Brimob) Kecamatan Gempol.

Ia mengatakan, pembangunan mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat paling atas bisa berjalan sesuai rencana, sehingga ada empat komunitas kantong kemiskinan yang harus diperhatikan dan ditangani khusus untuk mendapat bantuan.

"Komunitas itu di antaranya komunitas pengangguran, komunitas nelayan, komunitas petani, serta komunitas buruh. Apabila keempat komunitas ini diperhatikan dan ditangani dengan sungguh-sungguh, maka kesenjangan sosial selama ini akan terselesaikan," katanya.

Sementara itu, di tempat yang sama, sebanyak 7.722 Kepala Desa (Kades) dari 7.577 mengikuti program Sosialisasi dan Pelatihan Tata Kelola Pemerintahan Desa menuju Desa Mandiri, Sejahtera dan Partipatoris yang diadakan Pemprov Jatim 2014.

"Kegiatan sosialisasi dan pelatihan wajib diikuti oleh seluruh Kepala Desa yang ada di wilayah Jawa Timur, apabila ada yang tidak mengikuti atau tidak hadir dalam pelatihan ini, pasti ada sanksinya," katanya.

Ia menambahkan, ada sekitar 145 orang Kades yang absen atau tidak ikut pelatihan, namun masih belum tahu sanksi apa yang akan diberikan karena tergantung dari program Diklat provinsi Jatim.

"Tujuan dari pelatihan ini untuk memberikan bekal kepada kades agar setelah selesai menjabat juga selesai masalahnya, jangan sampai selesai jabatannya tetapi urusannya belum selesai," katanya.

Menurut dia, pelatihan ini sebagai tempat atau sarana pemberian ilmu dan pengetahuan tentang bagaimana tata cara serta sistem pengelolaan desa yang baik dan benar termasuk sistem pengelolaan anggaran atau dana dan pengispesiannya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Bandiklat Provinsi Jatim, Drs. Syaiful Rahman, MSi mengatakan bahwa sosialisasi dan pelatihan itu sudah dilaksanakan hingga sembilan angkatan yang diadakan di empat tempat.

"Tempatnya yakni di islamic Center Surabaya, Pusdik Brimob watu Kosek Gempol pasuruan dan di Villa Duta kasih Tretes Pasuruan serta di Warung Desa Trawas Mojokerto," katanya.

Kamis, 04 Desember 2014

Bagaimanan nanti jika Kades dan Perangkatnya kelola dana Rp.1,4 M ?

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo
BPK Temukan Potensi Kerugian Negara Rp25,74 Triliun
Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 4.900 kasus pengelolaan keuangan negara yang tidak patuh terhadap ketentuan perundang-undangan dan mengakibatkan kerugian, potensi kerugian serta kekurangan penerimaan senilai Rp. 25,74 triliun.
"Rekomendasi BPK terhadap kasus kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset, dan atau penyetoran uang ke kas negara, pemerintah daerah atau perusahaan," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis pada rapat paripurna dengan agenda "Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan" di Gedung DPR di Jakarta, Selasa.
Harry memaparkan temuan kasus ketidak-patuhan lainnya adalah 2.802 kasus kelemahan administrasi dan 621 kasus senilai Rp5,13 triliun yang disebabkan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sang entitas pengelola keuangan negara.
"Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI (Sistem Pengendalian Intern) dan atau tindakan administratif dan atau korektif lainnya," ujar dia.
Adapun entitas terperiksa, menurut Harry, telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, dengan penyerahan aset, dan, atau penyetoran uang ke kas negara, pemerintah daerah atau perusahaan, senilai Rp6,34 triliun.
Total selama semester I 2014, BPK telah memeriksa 670 objek pemeriksaan, yang terdiri atas 559 objek pemeriksaan keuangan, 16 objek pemeriksaan kinerja, dan 95 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
Pada semester I 2014, BPK juga memeriksa pengelolaan keuangan tahun 2013 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), ditambah 86 Laporan Keuangan Kementerian Negara dan Lembaga (KKNL), 456 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan 13 Laporan Keuangan (LK) badan lainnya.
Selain itu, ujar Harry, BPK juga melakukan pemeriksaan atas LKPD Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggara 2012, Laporan Keuangan Perum Produksi Film Negara Than Anggaran 2011 dan 2012.
"Laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah mengalami banyak kemajuan yang ditandai dengan perolehan opini yang semakin baik," ujar dia.
Pada semester I 2014, BPK juga memeriksa 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) yang termasuk Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN). 
Dalam pemeriksaan itu, kata Harry, BPK memperikan 64 opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 64 LKKL, ooini Wajar Dengan Pengecualian atas 19 LKKL, termasuk LK BUN dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 3 LKKL.
"Secara umum, kualitas laporan keuangan pemerintah makin meningkat karena makin banyak yang mendapat WTP dari 44 entitas di 2009, menjadi 64 entitas di 2013," ujar dia.
Mengenai, LKPD, BPK telah memeriksa 456 LKPD dari 524 pemerintah daerah. Dari pemeriksaan tersebut, perolehan opininya adalah WTP sebanyak 153 LKPD atau sebesar 33,55 persen), WDP sebanyak 276 LKPD (60,52 persen), Tidak Wajar (TW) sebanyak 9 LKPD (1,97 persen) dan TMP sebanyak 18 LKPD (3,94 persen).
Harry mengatakan pada semester I 2014, BPK memprioritaskan pemeriksaannya pada pemeriksaan keuangan karena bersifat "mandatory audit" atau pemeriksaan sesuai mandat konstitusi yang harus dilaksanakan BPK. Namun, kata Harry, BPK tetap tidak mengurangi program pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang telah direncanakan.

Rabu, 03 Desember 2014

'Jokowi Diminta Tegas Soal Wewenang Kemendes Urus Desa'

http://cdn1-e.production.liputan6.static6.com/medias/773152/big/077757500_1417418999-Jokowi-1-20141201-Johan.jpg
Presiden Joko Widodo
Liputan6.com, Jakarta Saling tarik kewenangan antara Kemendagri dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terkait persoalan desa dinilai akan menghambat program kementerian. Karenanya, perlu aturan hukum yang dapat menangani masalah tersebut.

"Keppres 165 Nomor 2014 itu sudah jelas. Urusan desa itu diurus oleh menteri desa. Dalam pasal 18 jelas pembangunan pedesaan, pemberdayaan masyarakat desa, adalah wewenang kementerian desa," ujar Ketua Gerbang Tani Idham Arsyad saat dihubungi wartawan, Jakarta, Rabu (3/12).

Selain itu, lanjut Idham, UU Nomor 16 tentang Desa juga sudah jelas memandatkan menteri desa untuk mengatur dan mengimplementasikan UU tersebut. Dengan adanya tarik menarik kewenangan ini, menurut dia, kinerja pemerintah akan terhambat dan Kemendes tidak akan bisa segera bekerja.

"Satu kelambatan dari proses konsolidasi birokrasi, antara Kementerian Desa dan Kemendagri. Kemendes jangan sampai dijegal dalam hal ini dan jangan sampai mengganggu," ucap Idham.

Karenanya, untuk menyelesaikan tarik ulur kewenangan tersebut, Jokowi diminta tegas dengan menegakkan Keppers 165 tahun 2014.

"Jokowi harus tegas bahwa urusan desa diurus oleh kementerian desa," tandas Idham.

Disisi lain, Idham menambahkan, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) juga harus segera mengambil sikap dan jangan terombang-ambing.

"Menurut saya, Kemendagri kurang begitu mengerti Keppres No 165 tahun 2014 dan UU desa yang menjelaskan bahwa persoalan desa diurus oleh kementerian desa," ucap Arsyad.

Selasa, 02 Desember 2014

Alhamdulillah.....akhirnya ada mobil ambulan untuk warga tidak mampu

ilustrasi
MAJA mojokerto | Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyediakan mobil ambulan bagi warga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Mobil ambulan ini kusus melayani warga tidak mampu yang masuk PMKS. Dan yang jelas, mobil ambulan ini akan memberikan pelayanan selama 24 jam secara gratis.

Hariyono - Kepala Dinas Sosial Kabupaten Mojokerto, Senin (01/12/2014) mengatakan, Mobil ambulan ini salah satu program Bupati Mustofa Kamal Pasha dalam menangani warga yang tergolong PMKS. Mobil ambulan ini kusus untuk orang sakit dan tidak boleh untuk mengangkut jenazah”, katanya.

Selain itu mobil ambulan tersebut dilengkapi peralatan medis untuk gawat darurat. Dan secara resmi diserahkan oleh Wakil Bupati Coirunisa kepada Kepala Dinas Sosial Hariyono saat upacara hari kesetiakawanan nasional di pendopo kantor Pemkab. (bud/and)

Sumber http://www.majamojokerto.com

Senin, 01 Desember 2014

Terkait Dana Desa, Pemerintah Desa akan didampingi Fasilitator

http://images.solopos.com/2014/12/marwan-jafar.jpg
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar
Solopos.com, BOYOLALI – Pemerintah berencana merealisasikan program Rp1,4 miliar untuk satu desa sebagai realisasi dari UU No. 6/2013.

Untuk mencegah celah korupsi, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar berencana menerjunkan 73.000 fasilitator.
“Untuk dana desa, sumber daya manusianya akan kita persiapkan, kita ada fasilitator yang akan mendampingi para aparat desa, sesuai dengan jumlah desa ada 73.000,” kata Marwan kepada wartawan di sela-sela seminar dan lokakarya di Asrama Haji Donohudan, Ngemplak, Boyolali, Minggu (30/11/2014).

Dia mengatakan bentuk pendampingan yang dilakukan bukan hanya secara kelembagaan, tetapi juga ikut merencanakan program kerja di desa.

“Nanti mereka ikut mengarahkan terkait audit dana di desa itu biar transparan,” ujar dia.

Dia menambahkan, pendamping-pendamping itu bertugas mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh desa, mengembangkan program kegiatan pembangunan desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya alam yang ada di desa.

“Pendamping ini juga nantinya akan ikut menyusun perencanaan anggaran yang berpihak pada kepentingan warga miskin, wargaa disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal. Selain itu mereka juga akan mengembangkan system yang transparan dan akuntable untuk mengelola anggaran,” jelas Marwan.

PNPM Mandiri

Menurut dia, tidak menutup kemungkinan SDM pendamping ini akan diambil dari fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Selain menyediakan pendamping, pihaknya juga telah menggandeng komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa senilai Rp1,4 miliar tersebut.

“Kemarin [Kamis, 27/11/2014], waktu melaporkan harta kekayaan saya di KPK, saya sudah bicarakan soal kerja sama pengawasan dana desa ini dengan KPK,” tutur dia.

Sementara itu, pengurus Asosiasi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (AFPM) Bidang Organisasi, Joko, mengatakan pihaknya siap untuk manjadi pendamping untuk mengawasi UU Desa ini.

“Kami berharap Pemerintah pusat benar-benar merealisasikan UU Desa dengan menyediakan dana yang maksimal untuk desa yakni senilai 1,4 M untuk untuk pembangunan di desa, kami dari AFPM siap mengawal,” kata dia.

Menurut dia, pendampingan di tingkat desa penting karena sebagian besar sumber daya manusia di perdesaan masih perlu ditingkatkan.
 

Minggu, 30 November 2014

Perangkat Desa di Ponorogo resah karena tak akan lagi garap tanah bengkok ?

http://www.kabarindonesia.com/gbrberita/201411/20141124103631.jpg
Kasmani - Ketua PPDI Kab. Ponorogo
KabarIndonesia - Ponorogo,  Ribuan hektar tanah bengkok yang selama ini dinikmati para kepala desa dan perangkat desa yang tersebar di 281 desa se-Kabupaten Ponorogo bakal diserahkan ke pemerintah desa. Kades maupun perangkat desa hanya akan mendapat pemasukan dari gaji yang telah diatur pemerintah.

Hal itulah yang membuat Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Ponorogo merasa was-was dengan isi Pasal 100 PP 43 Tahun 2014 Tentang petunjuk pelaksanaan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Isinya mengatur pendapatan perangkat desa, termasuk dari tanah bengkok.

Ketua PPDI Kabupaten Ponorogo, Kasmani mengatakan dalam Pasal 100 dijelaskan jika minimal 70 persen anggaran yang masuk APBDes untuk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dan maksimal 30 persen untukpenghasilan tetap perangkat desa.

“Yang jadi rancu adalah bengkok. Kalau bengkok dimasukkan dalam kategori APBDes sebagaimana yang ada dalam Pasal 100, maka hak perangkat akan bengkok jadi hilang. Padahal maksimal anggaran untuk gaji pegawai maksimal 30 persen,” ujar Kasmani, kemarin.

PPDI yang ia pimpin berharap, urusan bengkok tidak diatur oleh pemerintah pusat, melainkan diserahkan ke masing-masing daerah. Kasmani meminta para Kades tidak hanya menuntut pencairan dana anggaran desa, namun harus mengritisi Pasal 100. Jika hal itu tidak dikritisi dan telanjur diterapkan, maka kerugian akan diterima Kades dan perangkat, meskipun dimungkinkan adanya judicial review.

Di sisi lain, dia mengatakan tidak mempermasalahkan tentang porsi pembagian anggaran sebagaimana yang tertera pada Pasal 82. Jika anggaran yang diterima desa Rp 500 juta maka 60 persen digunakan untuk penghasilan tetap perangkat dan kades. Sisanya untuk anggaran pemberdayaan ekonomi seperti pembangunan infrastruktur.

Untuk anggaran Rp 600 juta – Rp 700 juta maka 50 persennya untuk gaji perangkat dan kades. Untuk anggaran RP 700 juta – Rp 900 juta maka 40 persen untuk penghasilan tetap perangkat dan kades. Sementara anggaran desa yang mencapai lebih dari Rp 900 juta maka 30 persennya untuk gaji perangkat dan kades.

Selain dana desa, PPDI Ponorogo juga menyoroti soal tanah bengkok bagi kepala desa. Muncul dugaan jika kesejahteraan kepala desa maupun perangkat desa mendapat jaminan dari negara, maka bengkok akan dicabut dan dialihfungsikan sebagai kekayaan desa.

“Itu harus dipertimbangkan. Selama ini bengkok menjadi kekayaan budaya masyarakat desa. Jangan sampai karena alasan kesejahteraan lantas menghilangkan budaya,” tuturnya.

Pihaknya juga menghimbau kepada para perangkat desa yang tergabung dalam PPDI kabupaten Ponorogo untuk tetap bersabar dan tenang. “Teman-teman perangkat desa harus sabar dan tenang karena semuanya masih dalam proses, yang terpenting lagi penghasilan tetap aparatur desa harus naik, itu harga mati,” pintanya.***