Sabtu, 18 Juni 2016

Menilik Korupsi dalam Perspektif Islam

http://www.kpk.go.id/images/berita-media/ilustrasi-bebas_korupsi.gif
ilustasi

Penulis buku FIkih Korupsi, Harus Al-Rasyid menyitir sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Ahmad.

“Rasullah melaknat orang yang menyuap, orang yang disuap dan orang yang menghubungkan, yaitu orang yang berjalan di antara keduanya.”

Dari hadits tersebut, Harun yang juga pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencoba menjelaskan bahwa semua peran dalam sebuah ‘transaksi’ suap-menyuap, tercela di mata Rasulullah.

“Islam sebagai agama yang sempurna sangat mengharamkan umatnya mencari nafkah melalui cara yang batil. Ini juga dipertegas Al-Quran surah al-Baqarah ayar 188,” katanya dalam acara bedah buku yang diselenggarakan Perpustakaan KPK pada Kamis (9/6).

Buku ini, kata Harun, lahir dari sebuah keprihatinan tentang fenomena ‘politik uang’ yang terjadi di banyak sektor kehidupan manusia. “Manusia modern acap kali menuhankan materi kebendaan, segala cara baik halal maupun haram pun ditempuh,” katanya.

Dalam bukunya, Harun menganalisis politik uang di Indonesia dalam Perspektif Maqashid al-Syariah, atau kemaslahatan bagi manusia dengan memelihara kebutuhan primer dan menyempurnakan kebutuhan sekunder dan tersier. Prinsip pokok yang Islam ajarkan adalah pemeliharaan harta dari pemindahan harta hak milik yang tidak sejalan dengan hukum dan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.

“Politik uang dan korupsi merupakan salah satu pemindahan sekaligus pemanfaatan harta milik yang tidak sesuai dengan prinsip pokok di atas,” ujar Harun.

Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, tema bedah buku ini dipilih dengan memperhatikan momentum bulan Ramadhan. “Tema ini bisa meningkatkan pemahaman keislaman, sekaligus menjadi bekal ilmu dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, maupun ibadah Ramadhan,” katanya.

Rabu, 15 Juni 2016

BUMDes, Kunci Perputaran Uang Hanya di Desa

http://www.kemendesa.go.id/assets/images/artikel/IMG_5201.JPG
Menteri Desa - Marwan Jafar
Jakarta-Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi salah satu program strategis pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang ada di pedesaan. Sejak berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, BUMDes menjadi pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga social dan komersial.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengatakan, pada prinsipnya pendirian BUMDes dilakukan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat desa melalui pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Dan sebagai lembaga sosial, BUMDes harus berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Artinya, aktivitas BUMDes tidak hanya berbicara soal bisnis, tetapi juga mempertimbangkan potensi dan kemampuan ekonomi masyarakat setempat,” ujar Marwan, di Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Oleh karena itu, lanjut Marwan, pihaknya memberikan perhatian khusus dengan mengeluarkan Permedesa tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang salh satunya adalah pendirian BUMDes. “Terbukti, pengelolaan dana desa tahun 2015 telah banyak memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan desa. Salah satunya adalah terbentuknya BUMDes,” katanya.

Marwan menjelaskan, dari Dana Desa sebesar Rp20,7 triliun di tahun 2015 lalu dengan presentase 89 persen untuk program pembangunan, 28,7 persen diantraanya digunakan untuk mendirikan BUMDes. “Hingga akhir tahun 2015 lalu, sudah terbentuk 12.115 BUMDes yang tersebar di 74 Kabupaten, 264 Kecamatan dan 1022 Desa,” ujarnya.

Di sisi lain, BUMDes tidaknya menjadi lembaga komersil yang membuka ruang lebih luas kepada masyarakat desa untuk meningkatkan penghasilan, tetapi juga menyumbang penyerapan tenaga kerja. “Banyak pemuda potensial di desa yang akhirnya bisa mendapatkan perkejaan dengan adanya BUMDes, ini tentu secara tidak langsung akan mengurangi proses urbanisasi yang selama ini seakan menjadi trend masyarakat di desa-desa,” katanya.

Lebih jauh, Marwan mengatakan, hingga saat ini sudah ada sejumlah BUMDes yang tergolong berhasil dan mandiri. Ia mencontohokan, BUMDes Panggungharjo di Kabupaten Bantul yang berhasil membangun usaha pengelolaan sampah dan terus mengembangkan usahanya berupa pengolahan minyak jelantah untuk dijadikan sumber energi baru.

“Begitu juga BUMDes Minggirsari di Blitar yang beberapa kali terpilih sebagai BUMDes terbaik nasional, itu karena mereka berhasil mengelola usaha simpan-pinjam maupun pengembangan usaha tani yang kini sudah ber-omset ratusan juta per bulan,” beber Marwan, membanggakan.

“Di daerah lain juga terdapat BUMDes yang lebih memprioritaskan pemberdayaan potensi desanya. Seperti di Desa Pagedangan Bante yang BUMDesnya mengelola sentra kuliner dan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) yang bisa menampung sampah dari 1.000 rumah tang. Di bandung juga ada BUMDes Karya Mandiri Cibodas Kabupaten Bandung yang memiliki jenis-jenis usaha di bidang air, sewa gedung olahraga/gedung serbaguna dan pengelolaan kios desa," papar Marwan.

Dengan semakin banyak BUMDes yang berkembang, ia berharap keinginan pemerintah untuk meningkat kesejahteraan masyarakat desa segera terwujud. Pasalnya, aktivitas perekonomian masyarakat desa hanya akan berputar di desa setempat dengan bkeberadaan BUMDes. “Kalau kebutuhan dasar sudah terpenuhi di BUMDes di desa tresebut, artinya perputaran uang masyarakat hanya akan terjadi di desa tersebut, gak akan kemana-mana lagi,” ujarnya.

Dana Desa dapat Digunakan untuk Bangun Pasar Desa

http://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/marwan-jafar-_160303194255-522.jpg
Menteri Desa - Maran Jafar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Distribusi produk desa kerap diresahkan oleh ulah tengkulak yang membeli produk petani dengan harga murah, dan menjualnya kembali dengan harga tinggi. Harga produk lokal ini seyogyanya, dapat dikendalikan melalui pasar desa.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Marwan Jafar mengatakan, desa dapat menggunakan dana desa untuk mendirikan pasar. Pasar dapat dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sehingga dapat memberikan daya ungkit bagi perekonomian masyarakat desa.

“Tapi sebelum membangun pasar desa, pastikan dulu jika infrastruktur dan pelayanan sosial dasar di desa sudah terpenuhi. Seperti jalan, Posyandu, PAUD dan sebagainya,” ungkap Marwan, di Jakarta, Selasa (14/6).

Menteri Marwan mengatakan, BUMDes yang telah terbentuk hingga saat ini sebanyak 12.115 BUMDes. Jika pasar desa dikendalikan oleh BUMDes, maka dapat memutus panjangnya rantai distribusi produk dan terhindar dari tengkulak.

“Tahun ini kita targetkan 15.000 BUMDes berhasil terbentuk. Harapan kita, pasar-pasar di desa dapat dikelola oleh BUMDes, agar harga juga bisa dikendalikan. Ini juga bisa membantu meminimalisir lonjakan harga yang sering terjadi saat Ramadan,” ujarnya.

Di sisi lain, Jaenal Effendi, pakar ekonomi IPB mengatakan, pengembangan pasar tradisional di desa  layak menjadi prioritas. Menurutnya hal tersebut menjadi poin penting, karena dapat menunjang perekonomian masyarakat desa terutama petani.

“Pasar desa atau traditional market yang sebelumnya tidak  ada harus diprioritaskan. Ini penting karena di sinilah masyarakat dan petani di desa menjual produk-produknya,” kata Jaenal.

Meski demikian Jaenal mengakui perlu adanya perbedaan prioritas antara desa tertinggal dan desa maju. Hal yang dibutuhkan desa tertinggal saat ini menurutnya, adalah kelengkapan infrastrukturseperti halnya jalan, listrik, jembatan dan penyediaan air bersih.

Sementara untuk desa yang telah memiliki fasilitas tersebut,  dapat digunakan untuk membangun fasilitas perekonomian desa. “Untuk desa yang infrastrukturnya bagus, dapat difokuskan untuk membangun infrastruktur lain yang dapat menunjang perekonomian masyarakat seperti pasar desa. fokusnya kan beda-beda di setiap daerah,” ujarnya.


Senin, 13 Juni 2016

Pesantren Modern Al Amanah, Junwangi, Krian (2)

Spirit Membangun Bumdes
Pesantren Modern Al Amanah, Junwangi, Krian (2)
ENTREPRENEURSHIP: Santriwati ikut mengelola koperasi di Asrama Putri Ponpes Al Amanah.
SANTRI juga mendapat ilmu tentang bisnis. Selama 24 jam mereka nyaris bersentuhan erat dengan masalah bisnis. Maklum, mereka mengelola semua usaha di pesantren. Mulai jadi kasir, kulakan di pasar, hingga pembukuan. Dari bisnislaundry, resto, koperasi, kantin, hingga percetakan.

Laba finansial mungkin tidak banyak. Namun, dari sisi keilmuan, para santri mendapat banyak ilmu.Mulai perhitungan laba, pendataan barang, cara negosiasi, skill menawarkan barang, hingga pembukuan yang rinci dan teratur.

Bahkan, mereka menjadi lebih update dengan perkembangan harga barang saat ini. Dengan sistem tersebut, pesantren tidak harus mengeluarkan banyak biaya.

Misalnya, untuk menggaji karyawan. Tidak perlu menggaet orang luar untuk menjalankan bisnis itu. Semua dari santri, oleh santri, dan untuk santri.

”Dengan begini, mereka belajar ber-entrepreneur mandiri sejak dini,” ujar Nurcholis Misbah, pendiri Ponpes Al Amanah.

”Saking rincinya, sehari sekali mereka melakukan pembukuan. Hasilnya diserahkan kepada pembimbing usaha sebelum pukul 09.00,” tambah Ketua Pengasuhan Santri Kundaru Adi Sabara.

Data itu menyeluruh. Mulai data barang yang terjual hingga keuntungan yang didapat. Yang menarik, saat menjajakan produk, santri dituntut menggunakan bahasa wajib. Yakni, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Namun, saat Minggu mereka menggunakan bahasa Jawa kromo alias Jawa halus.

”Kami bisa banyak belajar dari tertib data maupun kejujuran. Sekaligus memahami prosedur bisnis yang baik,” ujar Nurnasa Alfu, seorang santri yang menjadi kasir Koperasi La Tahzan 1 di lingkungan asrama putri.

Bersama rekan yang lain, santriwati kelas IX IPS 1 tersebut bertugas saat istirahat sekolah. Setelah sekolah, dia menjalani tugasnya itu hingga menjelang magrib.

Pembeli yang kerap membeludak malah semakin menambah semangatnya. Antrean yang mengekor hingga di luar lingkungan koperasi menjadi tanda bahwa pelayanan santri itu bisa diterima baik oleh santri yang lain.

Usaha seperti Laundry La Tahzan, Resto La Tahzan, Kantin Ahlan wa Sahlan, dan Alber Advertising juga menggeliat. Semua usaha itu tidak pernah sepi karena sudah punya pelanggan masing-masing. Santri yang mengelola usaha tersebut memiliki kebanggaan tersendiri. Namun, kejujuran tetap menjadi kunci.

Selain itu, inovasi dan kreativitas dibutuhkan agar usaha tersebut terus berkembang.

Sumber http://www.jawapos.com/

Pesantren Modern Al Amanah, Junwangi, Krian (1)

Spirit Membangun Desa
http://www.jawapos.com/imgs/2016/06/33909_52255_Sda%201%20pesantren.jpg
DI LUAR RUANG: Sejumlah santri Ponpes Al Amanah Desa Junwangi, Kecamatan Krian, sedang belajar di sebuah gazebo yang berada di sekitar lingkungan pesantren.

Ada nuansa berbeda saat berkunjung ke Pondok Pesantren (Ponpes) Al Amanah di Desa Junwangi, Krian, Sidoarjo. Ada harmoni antara ilmu, alam, dan spirit gotong royong.

Ponpes Al Amanah seluas 5.000 meter persegi itu dikelilingi banyak persawahan. Terasa begitu sejuk dan asri saat memasuki kawasan ponpes.Pepohonan rindang turut mengihiasinya. Mulai pohon berkayu hingga berbagai tanaman toga.

’’Tempat mana pun bisa digunakan untuk belajar. Sebab, ilmu bisa datang dari mana pun,’’ ujar KH Nurcholis Misbah, pendiri Ponpes Al Amanah.

Hampir setiap sudut pesantren dibuat senyaman-nyamannya. Semua penghuni berupaya untuk menjaga keasrian ponpes. Maklum, selain belajar di dalam kelas, santri kerap menghabiskan waktu di luar kelas.

Mulai di gazebo khas pedesaan di sejumlah titik, ruang kelas di bawah pohon bambu, laboratorium alam, hingga lahan pertanian.Di tempat-tempat seperti itulah para santri mendapatkan ilmu tambahan. Contohnya, pendidikan berkarakter cinta lingkungan di laboratorium alam.

Mereka dengan leluasa belajar cara menanam berbagai tanaman. Mulai palawija, toga, sayur, sampai buah-buahan.Tidak tanggung-tanggung, mereka belajar dari menyemai biji, merawat tanaman dengan menyiraminya, menyiangi, hingga memanen.

’’Ada kepuasan tersendiri saat mereka makan hasil panen itu bersama-sama,’’ lanjut Nurcholis.Agar semakin banyak ilmu yang didapatkan, mereka memajang nama ilmiah pada batang tanaman tersebut.

Papan nama itu tidak dipaku, tetapi hanya diikatkan di batang tanaman dengan tali. Selain itu, para santri pun tertarik untuk ikut menanam hingga memanen padi di sawah.

Alat-alatnya disediakan dari pondok. Saat musim tanam tiba sekitar April, mereka bergotong royong manebar benih padi. Setelah benih tumbuh, mereka lalu menanamnya.

Benih ditebar secara merata ke seluruh sawah. Nah, sambil menunggu panen, rerumputan yang tumbuh di sekitar padi mereka cabuti.

’’Saat panen, padi pun mereka potongi sendiri menggunakan sabit,’’ ungkap Kundaru Adi Sabara, ketua kepengasuhan santri. Dari situlah tumbuh jiwa kebersamaan.

Ada semangat gotong royong, kemandirian, dan tekad untuk bekerja keras. Nilai-nilai itulah yang diharapkan dapat menjadi bekal hidup mereka setelah tidak lagi nyantri. Selain tanam-menanam, ada pembelajaran yang berkaitan dengan peternakan.

Pengetahuan-pengetahuan tambahan tersebut juga menjadi salah satu hal yang membuat lingkungan pesantren makin terasa alami.Saat memasuki kawasan asrama putri, misalnya. Kolam-kolam lele tampak berjajar di taman depan asrama. Pemandangan tersebut bersanding alami dengan pohon mangga dan aneka tanaman hias.

’’Jadi, tenteram rasanya di dekat sini mendengar suara-suara air dari kolam itu,’’ ujar Kundaru.Tak jauh dari kolam lele akan terdengar suara kepakan sayap dan bunyi khas burung merpati. Suaranya bersahut-sahutan karena jumlahnya ratusan.

Burung-burung itu bertengger hanya sekitar 15 meter dari kolam. Ada yang hinggap di pohon mangga, berjalan-jalan di kandangnya, dan sibuk mematuki makanan di paving street halaman asrama.

’’Kalau sore dan pagi, halaman ini kayak di Paris gitu. Banyak merpati mematuki makanan di sini nunggu dilempari jagung,’’ ujar pengasuh asal Lumajang tersebut.

Merpati-merpati itu sudah sangat akrab dengan para penghuni pondok. Malah, kadang mereka langsung menghampiri saat melihat orang yang membawa jagung.’’Padahal, kadang merpati itu disembelih. Jumlahnya hingga ratusan ekor. Tapi, nggak habis-habis,’’ jelas Kundaru. Burung tersebut pun dimasak sendiri dan dimakan bersama.

Nuansa begitu guyub. Harmoni dengan alam tersebutlah yang tetap dijaga. Tidak hanya pengurus, melainkan semua elemen di pesantren Al Amanah.

Mereka yakin, karakter cinta lingkungan yang ditanamkan akan selalu melekat di benak mereka. Juga, kelak mereka akan menuai buahnya.

Sumber http://www.jawapos.com/

Minggu, 12 Juni 2016

Kementerian Desa Kukuhkan Arumi Bachsin Sebagai Duta PAUD

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgl7znRxiDLZ2eEJ8X4Lwnd2EYqxIw1reebR6sQ4Us5pUPKQp3s9l8JlLz767TUYekHtVgRbvrkXmpeQNmXiQVQoqcYlgrysbswx2nbM8grYzRZx5Q2xLkQy41IGR1EIS2_YOYgUqZjvnb2/s320/Kemeriahan+Acara+Gebyar+PAUD+Trenggalek+2016.JPG
Arumi Bachsin dan suami

Suasembada.com - Arumi Bachsin, istri Bupati Trenggalek, Dr Emil Dardak MSc, dikukuhkan sebagai Duta Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Generasi Cerdas Desa di Pendapa Manggala Praja Nugraha, Trenggalek, Kamis (19/5) lalu.

Pengukuhan tersebut dalam rangka makin memasyarakatkan pentingnya Pendidkan Anak Usia Dini (PAUD) guna menyiapkan generasi emas Indonesia mendatang.

Mewakili Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Dr Hanibal Hamidi MKes, Direktur Pelayanan Sosial Dasar (PSD) Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD), berharap bahwa momentum Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional sebagai momentum untuk kebangkitan pendidikan PAUD berbasis lingkungan dalam rangka menyiapkan generasi Indonesia di masa mendatang.

Menurut Hanibal, pelaksanaan PAUD Generasi Cerdas Desa merupakan upaya strategis dalam kerangka implementasi UU Desa, terutama dalam rangka pencapaian strategis Nawacita Pemerintahan Ir Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam hal pengentasan 5.000 desa tertinggal dan mendorong terangkatnya 2.000 Desa Mandiri pada 2019.

Di sisi lain, berdasarkan Permendesa Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun (IDM) sebagai instrumen bantu manajerial pembangunan  desa, salah satu indikatornya terkait dengan pendidikan yakni tersedianya minimal satu (1) PAUD untuk setiap desa.

Kegiatan pelantikan Bunda PAUD untuk tingkat kecamatan dan desa di Trenggalek ini merupakan rangkaian acara Gebyar PAUD Trenggalek 2016. Selain pelantikan Bunda PAUD, turut pula digelar hajatan Kirab Budaya PAUD yang melibatkan 14 kecamatan di Temanggung serta 1 rombongan dari Fasilitator Generasi Sehat dan Cerdas (GSC).

“Suatu kehormatan bagi saya dipercaya menyandang Duta PAUD Generasi Cerdas Desa, karena kita tahu desa merupakan ujung tombak pembangunan negeri ini. PAUD mempunyai peran strategis dalam membentuk generasi Indonesia dalam waktu 15-20 tahun ke depan," ucap Arumi tersenyum.

Menurut Bunda PAUD, isu-isu PAUD penting untuk mengutamakan kearifan lokal sebagai sarana edukasi sehingga anak-anak tidak bingung dan lebih menghargai kekayaan budaya lokal.

Sosialisasi Pengawalan Bersama Dana Desa


http://binapemdes.kemendagri.go.id/files/large/a80ccfbaba648dc3a39879995d9606ec.png
Narasumber saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya,Gedung Pola, Kantor Gubernur, Jl. Urip Sumohardjo, Makassa

Tim Pengawalan Bersama Pengelolaan Keuangan Dana Desa yang diprakarsai oleh KPK, menggelar sosialisasi pengawalan bersama pencegahan korupsi pengelolaan Dana Desa di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan Jl Urip Sumoharjo 

Sejak terbitnya UU Desa di awal 2014, konstelasi (tatanan) politik desa spontan berubah. Jabatan kepala desa kini menjadi sangat strategis dan menjadi incaran banyak orang. Pasalnya, dengan adanya UU Desa tersebut, Pemerintah Indonesia diwajibkan oleh Negara mengalokasikan 10% APBN untuk desa di seluruh Indonesia. Kalkulasi rata-rata, bila ketentuan UU Desa ini terpenuhi, setiap desa di Indonesia akan memperoleh kucuran APBN setiap tahun mencapai Rp 1,4 milyar. Demikian  logika yang beredar di saat menjelang dan sesudah terbitnya UU ini.

Dengan alasan inilah, maka KPK pun tergugah untuk mengawal jalannya penggunaan yang cukup besar itu agar tidak disalahgunakan oleh perangkat desa, masyarakat maupun pihak lain. Dalam menyikapi fenomena ini, pada tahun 2015 KPK telah melakukan studi terhadap implementasi UU Desa ini.

“KPK punya perhatian terhadap Dana Desa (DD) tahun 2015 dengan melakukan kajian. Hasil kajian ini sudah diberikan kepada lembaga dan kementerian terkait,  antara lain Kemendagri dan Kemendes. Harapannya masukan itu bisa dilakukan sehingga DD dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya, sesuai UU Desa, sesuai harapan temen-temen yang bikin UU dan agar gotong royong dapat berkembang. Sosialisasi yang digelar pada hari ini juga merupakan salah satu rekomendasi KPK. Hasil antara KPK dengan seluruh elemen pemerintahan di pusat ini yang perlu disosialisasikan”demikian uraian Wawan Mardiana, .

KPK juga bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan. Kepolisian punya SDM sampai desa dan kecamatan, bisa membantu KPK. Harus diberi wawasan tentang apa itu DD.

Dalam paparannya, Wawan Wardiana selaku Koordinator Unit Supervisi Pencegahan Korupsi KPK, menjelaskan tentang beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengawalan DD, adalah :

Perlunya komitmen dari seluruh pimpinan K/L dan Daerah yang terkait dengan pengelolaan dana desa untuk melakukan pengawasan berbasis resiko yang bersifat kontinyu, efektif, dan efisien.

Perlunya perencanaan pengawasan yang tepat mengingat keterbatasan sumber daya (waktu, dana, SDM, sarana dan prasarana) APIP Daerah untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa pada 434 daerah dan 74.754 desa.

Perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan pengawasan antar aparat/lembaga pengawasan dalam rangka menghindari terjadinya duplikasi pengawasan serta menjaga efektivitas dan efisiensi pengawasan antara lain dengan pendekatan dan sinergi pengawasan.
yang sederhana dan mudah diterapkan dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa.

Perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan kapabilitas APIP melalui workshop dan asistensi dalam pengawasan.
Dalam acara ini, secara secara simbolik diserahkan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang dilakukan oleh Wakil Gubernur selaku Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kepada seluruh perwakilan kabupaten di Sulawesi Selatan. Aplikasi ini merupakan fasilitasi pengelolaan keuangan berbasis IT yang diinisiasi atas kerjasama antara Kemendagri dengan BPKP, sebagai upaya dalam melaksanakan amanah Permendagri 113/2014.