Jumat, 09 Januari 2015

Menkeu Tetapkan Aturan Pengalokasian Transfer ke Daerah dan Dana Desa

http://sapa.kemendagri.go.id/system/images/artikel/artikel_CQ6JXRxT1420765861/menkeu.jpg
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah menetapkan aturan tentang pengalokasian transfer ke daerah dan dana desa, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 250/PMK.07/2014. PMK ini telah ditetapkan pada 24 Desember 2014.

Penetapan PMK ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengalokasian anggaran transfer ke daerah serta perubahan kebijakan penetapan alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang telah diatur dalam Peraturan Presiden.

Sebagaimana dilansir dari situs Kementerian Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pemerintah menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam UU APBN yang merupakan bagian dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Lingkup pengaturan PMK ini meliputi Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dana Transfer Lainnya, dan Dana Desa. Secara rinci, Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk Dana Otonomi Khusus, terdiri atas Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh.

Sementara, Dana Transfer Lainnya terdiri atas Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Dana Insentif Daerah (DID).

Menurut peraturan ini, pengalokasian Transfer ke Daerah dan Dana Desa sendiri meliputi penganggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, penyediaan data Transfer ke Daerah dan Dana Desa, serta penghitungan dan penetapan alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Bukan Wewenang Kemendagri

Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa,Tarmizi A. Karim, mengingatkan bahwa Kemendagri tidak campur tangan terhadap jumlah atau nominal uang yang akan ditransfer ke daerah. Menurutnya, hal itu menjadi wewenang kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait.

"Dalam konteks pembangunan, Mendagri tidak "concern" dengan jumlah uang nominalnya, selama ini PNPM itu pun juga Mendagri tidak pernah mengelola uangnya. Peran Mendagri, dalam hal ini adalah menyusun sejumlah regulasi menyangkut bagaimana kontrol dan pengawasan dana tersebut," jelas Tarmizi.

Dana tersebut diperoleh dari anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) ditambah 10 persen dari dana transfer daerah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Mendagri Tjahjo Kumolo juga mengatakan bahwa dana untuk desa tersebut diberikan tidak melalui Kemendagri, melainkan langsung dari Menteri Keuangan kepada kabupaten-kota untuk kemudian diserahkan ke desa.

"Jangan salah, keuangan desa atau dana untuk desa itu langsung dari Menteri Keuangan ke daerah, tidak lewat Kemendagri. Hanya memang desa itu pemerintahannya bagian dari kecamatan, kecamatan bagian dari kabupaten-kota dan itu ranah Kemendagri," jelas Tjahjo.

Dengan demikian, lanjut Tjahjo, urusan keuangan desa bukanlah persoalan utama terkait polemik migrasi Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ke Kementerian baru yakni Desa, PDT dan Transmigrasi.

Kamis, 08 Januari 2015

DPR Minta Kementerian Desa PDT dan Kemendagri Bagi Tugas

Fadli Zon
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon megkritisi belum rampungnya pembagian kewenangan mengurus desa yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi (PDT).

Fadli mengatakan sebetulnya dia sudah memprediksi akan terjadi tumpang tindih seperti ini saat ada perubahan nomenklatur.

"Seharusnya pemerintah sesegera mungkin menyelesaikan. Sekarang sudah tiga bulan pemerintahan, seharusnya masalah seperti ini diatasi lebih awal," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Rabu (7/1).

Dia menilai harus ada pembagian tugas yang adil. Misalnya, urusan pemerintahan desa menjadi wewenang Kemendagri. Sedangkan untuk pembangunan desa di bawah kewenangan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.

"Dalam tata pemerintahan itu kan harusnya pemerintahan dari atas ke bawah, sehingga semestinya pemerintahan desa memang masuk di kemendagri. Sehingga jelas hierarkinya" tutur Politikus Gerindra ini.

Dia menghimbau agar persoalan pembagian wewenang ini segera diselesaikan. Sehingga kedua pihak bisa membagi tugas dan fungsi masing-masing lembaga yang diatur dalam Undang-Undang desa.

"Sederhana saja, Presiden tinggal bilang urusan desa ditangani oleh ini. Kalau ditanya logikanya, pemerintahan ini kan hierarki dari atas ke bawah. Penekanan terhadap pembangunan di desa masuk di kementerian desa," jelasnya.

Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo menyampaikan akan segera memindahkan tugas fungsi pokok yang selama ini dilakukan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kemendagri ke Kementerian Desa dan PDT. Namun, sampai saat ini perpindahan kewenangan ini masih belum juga dilakukan lantaran masih menunggu penataan struktur kementerian/lembaga di Kemenpan Reformasi Birokrasi.

Sumber http://www.tribunnews.com

Solusi Untuk Rebutan Wewenang Berdayakan Desa Antara Mendagri dan Menteri Daerah Tertinggal

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno 
TRIBUNNEWS.COM - Tarik-menarik kewenangan urusan pedesaan antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi diharapkan segera selesai. Pemerintah ingin polemik ini tidak mengganggu program pemberdayaan desa.
”Saya yakin persoalan ini tidak akan mengganggu program pengucuran dana ke desa. Dana desa tidak terkait dengan urusan kelembagaan,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/1).
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan, setiap desa nantinya akan menerima rata-rata Rp 750 juta setiap tahun mulai tahun 2015. Dana ini cukup besar sehingga kementerian terkait perlu menyiapkan aparatur desa agar bisa mengelola dana tersebut.
Namun, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengatakan, masih ada interpretasi berbeda dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi terkait peraturan soal desa (Kompas, 5/1).
Kemendagri yang mengurusi masalah desa—sebelum Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi dibentuk Presiden Joko Widodo—berpegang pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Adapun Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi berpegang pada peraturan presiden tentang nomenklatur kementerian di Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dalam perpres disebutkan ada Kementerian Desa sehingga semua urusan desa diinterpretasikan menjadi kewenangan kementerian itu.
Beda pendapat
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar berjanji akan mengikuti apa pun keputusan Presiden terkait kementerian yang berwenang mengurusi desa.
Meski demikian, kedua menteri itu masih pada posisinya. Tjahjo berpendapat, seharusnya tidak semua urusan terkait desa dilimpahkan dari kementeriannya ke Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Urusan yang tidak perlu diintegrasikan adalah urusan pemerintahan desa. Pasalnya, pemerintahan desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintahan daerah yang jadi tanggung jawab Kemendagri.
Sementara Marwan bersikukuh seluruh urusan desa yang selama ini ditangani Kemendagri dilimpahkan ke kementeriannya, tidak terkecuali pemerintahan desa.
”Urusan pemerintahan desa tidak bisa dipisahkan dari urusan pembangunan dan pemberdayaan desa sehingga tidak mungkin urusan itu berada di kementerian lain. Selain itu, jika urusan pemerintahan desa terpisah di kementerian lain, akan terjadi duplikasi fungsi di Kemendagri dan Kementerian Desa yang dampaknya membuat birokrasi terkait desa menjadi tidak efisien dan efektif,” tutur Marwan.
Namun, Tjahjo ataupun Marwan membantah perebutan urusan desa itu terkait akan cairnya dana untuk setiap desa mulai April 2015. Menurut mereka, dana desa merupakan perintah dari UU Desa dan pencairannya tanpa melalui Kemendagri ataupun Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.
Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Ahmad Muqowam menuturkan, urusan desa seharusnya diserahkan ke Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa jelas mengatur bahwa urusan desa menjadi kewenangan kementerian khusus yang menangani desa. ”Kalau melihat bunyi konstitusi dan UU Desa, urusan desa menjadi kewenangan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi,” ujarnya.
Hal ini, lanjut Muqowam, antara lain dapat dibaca pada Pasal 1 angka 16 UU 6/2014 yang menyatakan bahwa desa ditangani oleh menteri khusus. ”Jadi sudah terang benderang, menteri yang mengurusi desa itu Menteri Desa,” ujar Muqowam.
Dalam Penjelasan UU Desa memang disebutkan, menteri yang menangani desa saat ini adalah Menteri Dalam Negeri. Dijelaskan pula, dalam kedudukan tersebut Mendagri menetapkan pengaturan umum, petunjuk teknis, dan fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pengawasan
Koordinator Pengawal Implementasi UU Desa Institute for Research and Empowerment, Yogyakarta, Arie Sudjito berharap Presiden segera mengambil keputusan terkait masalah ini. Pasalnya, sebelum dana desa mulai dicairkan, masih banyak yang harus dipersiapkan.
”Waktu tersisa sampai dana dicairkan tinggal beberapa bulan lagi, tetapi kami melihat banyak persiapan belum matang. Kami khawatir dengan kondisi ini, tujuan diberikan dana desa untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat desa tidak akan tercapai,” ujarnya.
Persiapan yang belum matang itu antara lain terkait perangkat desanya, seperti penataan kelembagaan desa, kapasitas aparatur desa, dan sistem pengelolaan dan pengawasan dana desa. Selain itu, pemerintah daerah juga dinilai belum maksimal mempersiapkan desa supaya bisa mengelola dan memanfaatkan dana desa untuk kepentingan masyarakat.
”Harus ada supervisi yang kuat dari pusat supaya pemda betul-betul menyiapkan hal-hal yang diperlukan sehingga dana desa bisa maksimal dimanfaatkan. Namun, jika pusat masih sibuk tarik-menarik kewenangan, supervisi tak akan maksimal,” ujar Arie.

Rabu, 07 Januari 2015

Menteri Tjahjo Pasrah Soal Posisi Direktorat Desa

http://statik.tempo.co/data/2015/01/06/id_358449/358449_620.jpg
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, beri keterangan pers terkait kebijakan dan agenda prioritas Kemendagri, di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, 6 Januari 2015.
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan kementeriannya masih menunggu keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, ihwal posisi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa. Tjahjo mengaku pasrah soal ini.

“Kami akan terima apa pun struktur lembaga yang diputuskan Kementerian PAN. Itu saja, titik,” kata Tjahjo di kantornya, Selasa 6 Januari 2015. Finalisasi struktur baru Direktorat Desa memang tengah digodok Kementerian PAN. (baca: Kementerian Desa Bikin Tim Pengawal Dana Desa)

Mulai April nanti, dana desa yang totalnya Rp 9,1 triliun akan mulai disalurkan ke ribuan desa. Hingga detik ini, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa masih menginduk ke Kementerian Dalam Negeri. Padahal, Undang-Undang Desa mengamanatkan pintu penyaluran dana desa seharusnya lewat Kementerian Desa.

Karena itu, Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR, Jazilul Fawaid, meminta Presiden Joko Widodo memberi perhatian serius soal belum berpindahnya Direktorat Desa ke Kementerian Desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dijabat politikus PKB Marwan Jafar. (Baca: Ditjen Kemendagri Gabung Kementerian Desa)

Tjahjo mengklaim lambatnya memindahkan Direktorat Desa ke Kementerian Desa tidak ada kaitannya dengan tarik-ulur dalam pengelolaan dana desa tersebut. "Tidak ada urusan dengan dana untuk desa,” kata dia.

Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja menyebutkan penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang desa akan pindah ke Kementerian Desa. Tugas itu meliputi kelembagaan dan pelatihan masyarakat desa, pemberdayaan adat dan sosial budaya masyarakat desa, serta sumber daya alam dan teknologi tepat guna pedesaan.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, Tarmizi Abdul Karim, juga masih menunggu posisi kelembagaan direktorat yang dipimpinnya. Sambil menunggu kelembagaan rampung, Dirjen Desa kini mempersiapkan penyaluran dana desa dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah Desa dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.

Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemdagri Tolak Disebut Tak Ingin Pindah ke Kementerian Desa

http://img1.beritasatu.com/data/media/images/medium/1420534687.jpg
Kemendagri (sumber: www.kemendagri.go.id)
Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) bakal dipindahkan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa). Proses pemindahan masih dalam tahapan finalisasi. Direktur Jenderal (Dirjen) PMD Tarmizi A Karim membantah bahwa pihaknya tidak ingin dipindahkan ke Kementerian Desa.

"Oh enggak benar (Ditjen PMD tak ingin pindah). Oh enggak benar, sama sekali tidak. Kita hanya menjalankan tugas y ang tersisa. Kenapa Ditjen PMD masih bertugas? Ya itu, menyelesaikan yang belum selesai. Tidak ada konflik," kata Tarmizi di Kantor Kemdagri, Jakarta, Selasa (6/1).

"Kita turut presiden. Enggak ada keinginan-keinginan (tetap di Kemdagri). Ini bukan soal ingin tak ingin. Kita mengikuti kebijakan pemerintah, Bapak Presiden tahu yang terbagus," ujarnya.

Disinggung mengenai lama serta alotnya pemindahan, dia menjelaskan hal tersebut tidak benar. "Ini bukan alot, itu yang enggak benar. Sekarang ini memang karena ada penataan seluruh kementerian dan lembaga, kan harus menunggu itu. Enggak lamalah, pada Januari ini selesai. Tim sedang bekerja di setiap kelembagaan," imbuhnya.

"Kita enggak ada konflik. Kita dibilang, saya membangkang, masa ada PNS membangkang?," tegasnya.

Mendagri: Kami Gak Ada Urusan dengan Uang Desa

http://sapa.kemendagri.go.id/system/images/artikel/artikel_GUE873Cm1420592604/mendagri-kami%20gak%20ada.jpg
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, Kementerian Dalam Negeri menunggu keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) terkait nomenklatur baru kementerian. Khusus menyangkut urusan desa, ditegaskannya Kemendagri tidak memiliki urusan atau kepentingan terhadap dana desa.

"Kami menunggu keputusan menpan mengenai struktur baru. Kami gak ada A, gak ada B, gak ada urusan dengan uang desa," kata Tjahjo saat menggelar jumpa pers di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (6/1).

Tjahjo menampik jika dipersepsikan ada tarik menarik antara Kemendagri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Apa lagi jika tarik menarik tersebut seolah terjadi perebutan dana desa.

"Enggak ada kewenangan kami, dana desa itu seandainya ada itu urusan langsung dari Menteri Keuangan ke bupati/wali kota. Jadi kami tidak berkomentar," ujar politikus senior PDIP tersebut.

Meski begitu, sebagai kementerian yang membawahi semua urusan pemerintahan dalam negeri Tjahjo berpendapat. Urusan pemerintahan dari pusat hingga tingkat paling bawah merupakan mata rantai yang tidak bisa terputus.

"Intinya, kalau di media ada pemred ada redpel, ada reporter lalu ada pimpinan umum, bagian iklan dan sebagainya. Memungkinkan enggak reporter bertanggung jawab ke bagian iklan dan bagian marketing?. Gitu aja intinya di situ," kata dia.

Pada Oktober 2014, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014. Yang menginstruksikan urusan desa dipindahkan ke Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi.

Merespon Perpres tersebut Tjahjo menyampaikan akan segera memindahkan lebih dari 80 persen Ditjen PMD ke Kementerian Desa. Namun hingga saat ini perpindahan masih belum dilakukan. 


Marwan Berharap Tak Ada Hambatan Struktural

http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/01/06/149/946716/marwan-berharap-tak-ada-hambatan-struktural-g0Z.jpg
ilustrasi
JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi Marwan Jafar berharap 2015 merupakan awal kebangkitan desa. Sebab tahun ini dimulainya penerapan Undang-Undang (UU) Desa, termasuk dana untuk pengembangan perdesaan.

“Diharapkan, tidak ada lagi masalah atau hambatan apa pun. Juga yang menyangkut regulasi, struktural kementerian, anggaran hingga nomenklatur kementerian yang baru. Kementerian Desa harus bergerak lebih cepat. Karena masyarakat desa, kawasan tertinggal dan transmigrasi sudah menunggu aksi pemerintah,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Menurut Marwan, kinerja pada 2015 akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk melihat langsung, mencari solusi, dan mengeksekusi persoalan yang terjadi di masyarakat. Hal ini akan dilakukan serius untuk menjadikan desa berwibawa dan menjadi tumpuan generasi mendatang.

“Selama ini orang beranggapan hidup di desa, kawasan tertinggal, atau transmigrasi sangat sulit meningkatkan hidup. Termasuk juga memberikan pendidikan terbaik untuk anakanak. Sekarang tanggapan itu harus bisa terbantahkan bahwa desa sudah mempunyai martabat,” ujarnya.

Staf Ahli Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Syaiful Huda menambahkan pemerintah menargetkan untuk membangun desa dari kawasan terpencil, tertinggal dan terluar (3T). Total ada 23.000 desa 3T yang akan direvitalisasi pemerintah. Kementerian sendiri sudah mengidentifikasi bahwa ada 23.000 desa 3T dari total 74.000 desa yang ada di seluruh Indonesia.

“Prinsip Nawacita Presiden adalah membangun Indonesia dari pinggiran. Membangun desa dari pinggiran inilah yang akan menjadi mainstream pemerintah selama lima tahun ke depan,” katanya di Jakarta kemarin. Syaiful menjelaskan, dibutuhkan dana sekitar Rp40 triliun untuk membangun 23.000 desa tersebut.

Menurut dia, dana itu diperuntukkan bagi lima prioritas pengembangan, yakni infrastruktur dan komunikasi. Keduanya akan menjadi program unggulan karena ada banyak kasus di desa 3T yang mengancam ketahanan nasional seperti kasus desa di Nunukan yang pernah diklaim Malaysia. Program prioritas lainnya adalah perbaikan sanitasi, pendidikan, dan kesehatan.

Syaiful menjelaskan, tercatat ada 21 instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan desa. Namun dia menegaskan antara 21 instansi ini tidak akan tumpang tindih karena akan bekerja sama satu sama lain. Misalnya saja untuk kesehatan pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang akan membangun desa sehat.

“Kami akan melakukan program keterjangkauan air bersih dan sanitas bagi setiap rumah tangga, serta gizi seimbang bagi ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita,” ujarnya. Sekretaris Petani Center HA IPB Heri Firdaus berpendapat, pengakuan terhadap desa dengan adanya kementerian tersendiri merupakan sebuah capaian besar.

Mengenai masalah kewenangan desa, dia telah menegaskan agar pemerintah segera menuntaskan proses konsolidasi internal kementerian yang digabung seperti peralihan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) pada Kementerian Dalam Negeri ke Kemendes, PDT dan Transmigrasi.

Nomenklatur Desa Harus Segera Tuntas

http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/01/06/149/946712/nomenklatur-desa-harus-segera-tuntas-6Q6.jpg
ilustrasi
JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuntaskan nomenklatur desa di bawah langsung Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi.

Molornya penataan tersebut bisa menghambat program pembangunan desa sebagaimana yang diamanahkan undang- undang. Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan sumber dari ketidakjelasan nomenklatur desa disebabkan aturan yang dibuat Presiden Jokowi cenderungmendua.

Menurutdia, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 165/2014 memberikan ruang untuk tarik-menarik terkait dengan urusan desa. “Jokowi harus tegas mengenai nomenklatur desa. Jangan dibiarkan berlarut-larut karena akan mengganggu jalannya pemerintahan,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng kepada KORAN SINDO kemarin.

Lebih lanjut dia mengatakan, pada Perpres 165/2015 Pasal 6 disebutkan bahwa Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi memimpin serta mengoordinasikan penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang desa yang meliputi kelembagaan dan pelatihan masyarakat desa, pemberdayaan adat dan sosial budaya masyarakat desa, usaha ekonomi masyarakat desa, serta sumber daya alam dan teknologi tepat guna perdesaan yang dilaksanakan Kementerian Dalam Negeri.

“Aturan tersebut langsung merujuk pada urusan-urusan di desa. Kementerian Desa serasa kontraktor proyek nasional di desa. Tidak ada disebutkan kementerian itu menjadi koordinator kebijakan nasional tentang desa. Maka dari itu tidak bisa disalahkan jika masih ada tarik-menarik tentang nomenklatur ini,” ujar dia.

Menurut dia, akan lebih baik jika Presiden Jokowi melakukan revisi atas peraturan tersebut. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah mengakhiri ketidakjelasan nasib nomenklatur desa. Apalagi adanya permasalahan ini memperlihatkan adanya aroma kontestasi sektoral. “Saya melihat menteri desa meminta teman-teman PKB maju. Aroma kontestasi di dalam pemerintah cukup kental. Kuncinya ada di Jokowi karena bentuknya peraturan presiden. Ini seperti persaingan antarkementerian,” ujarnya.

Endi menilai jika pemerintahan Jokowi konsisten menjalankan UU Desa dan program Nawacitanya untuk membangun dari desa, seharusnya segala urusan desa diserahkan kepada Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Apalagi semangat UU Desa mengurangi intervensi pemda ke desa. “UU Desa jelas ada di Kementerian Desa. Jadi semua urusan ada di kementerian terkait. Bahwa penyalurannya di rekening daerah dan pusat, itu hanya persoalan administrasi,” katanya.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasan mengatakan sudah memprediksi bakal terjadinya tarik-menarik kepentingan. Menurut dia, Kemendagri tidak tulus melepaskan kewenangan desa ke Kemen-terian Desa, PDT, dan Transmigrasi. “Publik perlu mafhum bahwa berlarutnya penyusunan SOTK ini karena tarik-menarik kepentingan antarelite partai politik. PDI Perjuangan dan NasDem berkepentingan agar sebagian urusan desa, khususnya urusan pemerintahan desa, tetap ditangani Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ujarnya.

Adapun Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, tambah dia, berpedoman pada UU Desa yang menegaskan agar urusan desa ditangani secara holistis oleh Menteri Desa sebagai kementerian yang dibentuk secara khusus untuk menangani implementasi UU Desa.

“Perlu diingat bahwa selama puluhan tahun, desa di bawah Kemendagri telah menjadi alas kaki kekuasaan penopang kekuasaan pemerintah tanpa otonomi yang jelas. Kemendagri, khususnya Direktorat Jenderal PMD, juga telah menjadi agen pemberdayaan kemiskinan yang terus-menerus menggunakan kemiskinan sebagai komoditas tanpa penyelesaian serius,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya tetap menginginkan urusan pemerintahan desa berada di bawah kementeriannya. Pasalnya urusan penyelenggaraan pemerintahan desa lebih tepat berada di Kemendagri. “Sekarang kalau di media ada pemred, redpel, reporter. Itu kan satu mata rantai. Sekarang kalau pemred, redpel, reporter lalu reporternya tidak di bawah koordinasi redpel, tapi di bawah bagian pemasaran bagaimana? Tidak nyambung,” ujar dia.

Menanggapi keinginan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi agar semua urusan terkait desa diserahkan, Tjahjo mengatakan pihaknya menunggu keputusan dari Presiden. Menurut dia, nasib urusan desa terkait pemerintahan apakah akan berada di Kemendagri atau di Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi sepenuhnya berada di tangan Presiden.

“Kita tunggu keppresnya, ini sedang dibahas di Kemenpan-RB. Kami taat dan patuh terhadap apa yang diputuskan Bapak Presiden, apa yang dipersiapkan Kemenpan-RB, nomenklatur,” ungkapnya. Dia juga membantah bahwa persoalan nomenklatur dilatarbelakangi perebutan anggaran desa yang jumlahnya sangat besar.

Menurut dia, dalam hal anggaran, dana untuk desa sama sekali tidak melalui Kemendagri. Sebelumnya DPP PKB mendesak agar Presiden Joko Widodo segera mengalihkan kewenangan pengelolaan desa kepada kementerian desa, PDT, dan Transmigrasi. Molornya penataan desa bisa berdampak buruk pada pembangunan.

Minggu, 04 Januari 2015

Politikus PKB: Desa Harus Jadi Aktor Utama Pembangunan

http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/01/04/340518/m0i54ayBNb.jpg?w=668
DPP PKB
Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendorong agar percepatan pembangunan desa dapat dilakukan sesegera mungkin. Apalagi Undang-undang tentang Desa Nomor 6 Tahun 2014 sudah disahkan.

"Kita ingin ada akselerasi pembangunan yang sesungguhnya. Percepatan pembangunan yang sesungguhnya, terutama di tingkat pemerintahan yang paling rendah, yaitu Desa," kata Politikus PKB Malik Haramain, di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu, (4/1/2015).

Mantan Anggota Pansus RUU Desa tersebut, menjelaskan, masyarakat desa memiliki keunikan tersendiri. Di antaranya, kemandirian yang tercipta di sebagian besar masyarakat pedesaan yang jumlahnya kisaran 72 ribu hingga 73 ribu desa di seluruh Indonesia. Namun, lanjut dia, selama ini pembangunan desa tidak berjalan dengan normal.

Dia menambahkan, paradigma 'Membangun Desa' sudah diubah. Menurut dia, paradigma itu dibalik menjadi 'Desa Membangun'. Artinya, desa dijadikan sebagai aktor atau pelaku utama dalam menciptakan kemajuan suatu desa. "Desa tidak hanya lagi menjadi obyek, tapi desa menjadi subyek atau aktor utama daripada pembangunan," ujar dia.

Maka dari itu, pihaknya menegaskan mendukung sepenuhnya, upaya pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang telah membentuk kementerian khusus terkait desa. Yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

"Tidak hanya implementasi UU desa, tapi juga bagaimana mewujudkan desa mandiri, dan desa benar-benar menjadi subyek, aktor dan pelaku utama dari pembangunan itu," tukas dia.

Dukungan tersebut, mewajibkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk tegas dalam membagi kewenangan yang jelas, khususnya, terkait desa. Dia menegaskan, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang kini masih berada di Kementerian Dalam Negeri harus dipindah atau dileburkan ke kementerian terkait. Hal itu, agar tidak terjadi overlapping.

"Bagi kami ini masalah. Masalah pertama akan overlapp. Dan juga sebuah urusan ditaruh di dua kementerian," tukas dia.

Ini Faktor Dana Rp1,4 Miliar untuk Desa Terhambat

http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/01/04/340521/A5L1x0H6Da.jpg?w=668
DPP PKB
Metrotvnews.com, Jakarta: Mantan Anggota Pansus RUU Desa Malik Haramain meminta Pemerintahan memberikan sepenuhnya urusan desa kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Hal tersebut untuk mempercepat dan memperjelas mekanisme pencairan dana desa sesuai UU No 6/2014 tentang Desa.

"Karena kita ingin salah satunya adalah komitmen, konsisten untuk menjalankan angka 10 persen di UU No 6 Tahun 2014," kata Malik dalam Konferensi Pers di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu, (4/1/2015).

Menurut dia, urusan desa sebagian masih diberikan kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD). Ini akan menimbulkan tumpang tindih dan ketidakjelasan. "Bagi kami ini masalah. Masalah pertama akan overlap dan juga bagaimana sebuah urusan ditaruh di dua kementerian (berbeda)," tukas dia.

Dia menambahkan, melalui UU 6/2014, desa memiliki kewenangan untuk membangun wilayahanya sendiri dengan dana 10 persen ontop APBN. Adapun, dana desa yang dialokasikan pada 2015, kata dia, berada di kisaran Rp65-67 triliun. Dana itu hanya akan dinikmati per desa sekira Rp 800 juta-Rp 1,4 miliar tergantung populasi dan karakteristik desa tersebut.

Kemudian, dana tersebut dapat cai jika kepala desa dan perangkatnya, membuat Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) masing-masing. "Tapi kalau desa tidak punya APBDes, maka dana itu tidak keluar," ucap dia.

PKB Minta Semua Urusan Desa Sepenuhnya Diberikan Kemendes PDTT

http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/01/04/340514/JUtC2E5SIl.jpg?w=668
DPP PKB
Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyayangkan urusan desa, hingga kini tidak bisa sepenuhnya ditangani oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). PKB meminta agar Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang berada di tubuh Kementerian Dalam Negeri dapat dileburkan ke dalam Kemendes, PDT dan Transmigrasi.

"Hari ini, mestinya apakah itu dirjen, apakah inspektorat harus masuk ke Kementerian Desa. Kami melihat ada semangat untuk tidak melepaskan urusan desa sepenuhnya kepada kementerian desa. Dengan cara tetap menempatkan Dirjen PMD di Kementerian Dalam Negeri. Bagi kami ini masalah," kata Politikus PKB Malik Haraman dalam konferensi pers di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu, (4/1/2015).

Menurut Mantan Anggota Pansus RUU Desa, hal tersebut dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan tanggungjawab antar kementerian. Maka dari itu, dengan lahirnya Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla, lanjut dia, harus tegas akan hal ini.

"Kementerian Desa harus menyelenggarakan pemerintahan desa. Itu mutlak. Sesuai pasal 18 UU Desa, pelaksanaan pembangunan harus dilakukan kementerian terkait (Kementerian Desa). Pembinaan masyarakat desa, sekali lagi, harus dilakukan Kementerian Desa. Dan pemberdayaan masyarakat desa itu dilakukan Kementerian Desa," tegas Malik.

Susun APBN-P 2015, Pemerintah Fokus Pada Pembangunan Infrastruktur

http://www.indopos.co.id/wp-content/uploads/2014/02/infrastruktur.jpg
ilustrasi
Monexnews - Pemerintah memutuskan untuk tetap fokus pada pembangunan infrastruktur pada tahun 2015. Hal ini akan tercermin dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.

“Ada beberapa yang sudah memberikan masukan-masukan pada saya mengenai tambahan dalam rangka penyusunan RAPBN-P, tersebut, tetapi saya hanya ingin 2015 itu fokus kita di infrastruktur,” kata Presiden Joko Widodo dalam pengantar awal sebelum sidang kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/12) pekan lalu.

Selain pembangunan infrastruktur, menurut Presiden, pemerintah juga akan fokus pada kegiatan yang berkaitan dengan pangan. “Fokus kita sementara berada pada dua hal tadi,” jelasnya seperti dilansir situs resmi Setkab.

Presiden menambahkan, baru pada tahun-tahun selanjutnya, pemerintah akan fokus pada sektor lainnya. “Artinya apa? Dari anggaran ruang fiskal yang ada sekarang ini, kita punya kemampuan untuk membangun, tetapi apa yang ingin kita kerjakan adalah sesuatu yang bisa menghasilkan, sesuatu yang produktif,” jelasnya.

Sebagai informasi, sidang Kabinet Paripurna yang membahas mengenai arah kebijakan penyusunan rancangan APBN-P Tahun 2015 ini dihadiri oleh seluruh menteri Kabinet Kerja.(wa)



Sumber: rilis berita Kementerian Keuangan Republik Indonesia

www.kemenkeu.go.id

*disadur tanpa penyuntingan