Kamis, 21 Februari 2019

Pakar: Sampah Bukan Prahara tapi Berkah

Ilustrasi. Foto: dok suarasurabaya.net
Dalam Rangka Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2019 Bagian Keempat

www.kemlagi.desa.id - Sampah itu bukan prahara tapi berkah. Sampah bisa jadi prahara karena kita tidak peduli, tapi sampah bisa jadi berkah jika kita mampu mengelolanya. Demikian kata Suparto Wijoyo Pakar Hukum Lingkungan Unair, menurutnya di setiap rumah tangga, kantor dan lainnya harus peduli sampah. 

Kata Suparto, orang yang mengelola sampah harusnya diberi reward, bagaimana sampah-sampah plastik dikelola menjadi barang yang bisa digunakan lagi. "Contoh saat Gubernur Soekarwo sudah punya program sampah plastik jadi bahan bakar," kata Suparto pada Radio Suara Surabaya.

Karena dia juga mengingatkan sesuai Undang-Undang (UU) Pengelolaan Lingkungan, orang yang membuang sampah sembarangan itu termasuk tindakan kriminal. 

Kata Suparto, di satu sisi ada UU pengelolaan sampah dan di sisi lain ada kewajiban bagi pelaku usaha wajib punya pengelolaan sampah sendiri.

"Produsen bertanggungjawab atas barang yang diproduksi," ujarnya.

Suparto mencontohkan, tidak menjadi masalah jika pabrik air minum kemasan menaikkan harga barangnya karena ada biaya pengelolaan sampah. Sekarang faktanya kalau kita minum air minum kemasan, hanya minum isinya tapi kemasannya jadi tanggung jawab pemerintah. 

"Harusnya ini jadi tanggung jawab pabrik atau perusahaan air minum kemasan tersebut," tandasnya.

Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Selasa, 19 Februari 2019

Bahaya Membuang Sampah Plastik Sembarangan

ilustrasi
Dalam Rangka Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2019 Bagian Ketiga

www.kemlagi.desa.id - Meski terus-menerus dikumandangkan oleh banyak pihak, tapi tampaknya belum semua lapisan memahami benar bahaya dan dampak buruk kebiasaan membuang sampah sembarangan. Terutama jika sampah itu berbahan dasar plastik dan lantas dibuang begitu saja ke sungai atau wilayah perairan lainnya.

Kenapa plastik digemari?
Plastik memang jadi musuh bersama dan terbesar dari banyak upaya untuk menghindarkan lingkungan dari kerusakan. Tapi kehadiran plastik pun di sisi lain mungkin memberikan banyak kemudahan di segala aspek kehidupan masyarakat. Tak hanya di Indonesia tapi juga di dunia.

Setiap tahun, angka konsumsi plastik di banyak industri terus meningkat. Tahun 2014 saja, tercatat bahwa seluruh penghuni bumi ini mengonsumsi lebih dari 300 juta ton plastik per tahunnya!

Bukan tanpa alasan, karena plastik diklaim mempermudah orang untuk menjalani hidup mereka. Tapi karena materialnya yang tahan lama tapi tidak ramah lingkungan dan ditambah manajemen sampah yang tidak baik, maka kehadiran sampah plastik terus akan mengancam lingkungan, termasuk kawasan perairan dunia.

Pernahkah kalian mencari tahu ke mana sampah-sampah plastik yang dibuang begitu saja ke selokan, got dan sungai akan berakhir? Tentu ke laut. Dan ekosistem laut pun akan terancam karenanya. 

Bukan cuma terancam karena material-material berbahan plastik yang mengambang di lautan, tapi juga micro plastic yang sudah terdeteksi di banyak wilayah perairan di dunia.

Bayangkan jika ikan di laut yang kita konsumsi sehari-hari juga sudah sebelumnya mengonsumsi micro plastic di habitat mereka?

Sebesar apa jumlah sampah plastik saat ini?
Dari 20 sungai di dunia dengan kandungan sampah plastik terbesar di dunia, Indonesia diwakili oleh 4 sungai yang semuanya berlokasi di pulau Jawa. Fakta ini menjadikan Indonesia diidentifikasi sebagai salah satu kontributor utama penyebaran sampah plastik di perairan benua Asia.

Sungai tersebut adalah Sungai Brantas di Jawa Timur (jumlah sampah plastik mencapai 38,900 ton per tahun), Sungai Bengawan Solo (32,500 ton), Sungai Serayu (17,100 ton) dan Sungai Progo (12,800 ton). Ketiga sungai terakhir ini berlokasi di Jawa Tengah.

Jika ditotal, maka jumlah sampah plastik yang dibuang ke 4 sungai ini ditambah sungai-sungai kecil dan saluran air di seluruh Indonesia, setiap tahunnya mencapai 200,000 ton! Angka ini sebesar 14,2% dari jumlah total sampah plastik secara global.

Apa yang harus dilakukan?
Mulailah dari diri sendiri. Tidak perlu menunggu orang lain untuk mulai berubah dan peduli dengan lingkungan, terutama untuk urusan konsumsi plastik. Yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan membawa sendiri tas belanja saat bepergian ke mana pun. Ini akan mengurangi jumlah kantung plastik yang kamu konsumsi.

Atau kalaupun belum bisa drastis meninggalkan kebiasaan menggunakan kantung plastik, mulailah memikirkan cara untuk menggunakan ulang kantung-kantung tersebut.

Hal lain, biasakan membawa botol minuman sendiri. Ini akan menghindari kamu dari membeli minuman dalam kemasan. Selain hemat, juga bisa membantu menghentikan konsumsi plastik. Hal serupa berlaku juga untuk tempat bekal makanan tentunya.

Yang sedang jadi tren positif saat ini juga bisa ditiru, dengan tidak lagi menggunakan sedotan plastik saat menikmati minuman. Banyak produk-produk ramah lingkungan yang sudah menjual sedotan dari bahan yang lebih ramah seperti bambu. Selain ramah lingkungan, sedotan macam ini juga bisa dipakai berulang kali. Lagian, tidak ada salahnya juga kalau minum tidak dengan sedotan plastik, kan?

Kalau bukan kita yang mulai menjaga bumi ini, siapa lagi?

Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Senin, 18 Februari 2019

Jakstrada Pengelolaan Sampah Masuk Standar Penilaian, Kab Mojokerto kembali Raih Anugerah Adipura

ADIPURA - Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi menerima Adipura dari Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Senin (14/1/2019). 
Dalam Rangka Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2019 Bagian Kedua

www.kemlagi.desa.id - Setelah tertunda beberapa kali, akhirnya penerimaan anugerah Adipura 2017-2018 diumumkan. Kota Mojosari kembali meraih Adipura, mewakili Kabupaten Mojokerto untuk kategori kota kecil.

Acara digelar di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (14/1), dengan tajuk Penganugerahan Adipura dan Green Leadership Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.
Adipura ini diserahkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, kepada Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi.

Turut mendampingi, beberapa kepala organisasi perangkat daerah (OPD) antara lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Zainul Arifin, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Bambang Eko Wahyudi, serta Kepala Bagian Humas Alfiyah Ernawati. Hadir pula 50 bupati/wali kota se Jawa dan seluruh Indonesia.

“Kita harap, semua desa/kelurahan di Kabupaten Mojokerto dapat membuat Peraturan Desa tentang pengelolaan sampah dengan memanfaatkan pembiayaan yang masuk ke desa. Terima kasih kepada masyarakat Kabupaten Mojokerto serta seluruh pendukung program Adipura dari dinas/instansi, muspida, kecamatan, desa/kelurahan, pihak perusahaan/swasta yang peduli terhadap pelestarian lingkungan. Penganugrahan Adipura ini sebagai motivasi lingkungan masyarakat bebas dari sampah, dan tidak lagi membuang sampah sembarangan. Tahun 2019 Kabupaten Mojokerto harus bebas sampah,” kata Wakil Bupati Pungkasiadi.

Anugerah Adipura kali ini terasa spesial, sebab diraih di tengah perubahan sistem penilaian Adipura dan penerapan Perpres 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Serta turunannya Perbup Mojokerto No 78/2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga Tahun 2018-2025.

Pada kedua aturan itu, dicantumkan target pengelolan sampah sampai tahun 2025, yakni ada 2 penanganan sampah oleh pemerintah dengan target 70%, dan pengurangan sampah oleh masyarakat sebesar 30%.

Pada penerimaan Adipura ini terdapat 1 daerah penerima Adipura Kencana, 42 penerima Anugerah Adipura, 4 penerima Serifikat Adipura, dan 3 penerima Plakat Adipura. Total penerima Adipura tercatat 119 kab/kota dari seluruh Indonesia termasuk 50 dari Pulau Jawa.

Tantangan pengelolaan sampah masih banyak dan selalu membutuhkan inovasi dan perbaikan. Peningkatan penanganan sampah saat ini masih 10%, dan pengurangan sampah baru 17%. Maka diperlukan perjalanan panjang untuk mencapai target Kebijakan dan Strategi Nasional(Jakstranas) dan Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada). Keduanya akan menjadi rencana induk pengelolaan sampah nasional dan daerah yang terukur pencapaiannya secara bertahap sampai tahun 2025.

Biasanya dalam Adipura, penilaian hanya meliputi kondisi eksisting suatu daerah, meliputi kebersihan wilayah serta TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya. Namun, untuk penilaian Adipura 2018, Kementerian LHK meningkatkan standar penilaian. Yakni dengan menyertakan Jakstrada Pengelolaan Sampah dalam perhitungan penilaian Adipura.

Jakstrada meliputi perhitungan neraca pengurangan sampah, yaitu pembatasan timbulan sampah, pemanfaatan dan pendauran ulang serta neraca penanganan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampah serta pemrosesan akhir sampah.

Sejak lama Pemkab Mojokerto, sangat peduli pengelolaan sampah. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai pengadaan sarana prasarana seperti bak sampah, gerobak sampah, fasilitas TPA hingga pembangunan software berupa pendidikan, pelatihan, sosialisasi penanganan, dan pengurangan sampah. Tidak lupa program Sekolah Adiwiyata, yakni sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.

Peningkatan penanganan sampah terjadi setiap tahun. Saat ini sampah yang masuk TPA lebih dari 30 ton/hari.

Pemkab Mojokerto melalui DLH telah mengembangkan TPA dari 1,5 hektar menjadi 4 hektar pada 2017. Serta membangun beberapa fasilitas seperti zona aktif, jalan operasi, kantor dan gudang bank sampah induk, taman hijau, juga perpustakaan.

Upaya pengurangan sampah di tingkat masyarakat juga cukup tinggi. Salah satu upaya yakni membentuk lembaga pengurangan sampah secara mandiri oleh warga pada 2017. Tercatat pada 2018 terdapat 217 bank sampah yang dioperasikan warga.


Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Minggu, 17 Februari 2019

Mengatasi Sampah Popok Butuh Edukasi dan Sanksi Tegas

Sisyantoko saat berikan pelatihan bank sampah di Desa Kemlagi Kec.Kemlagi Kab,Mojokerto
Dalam Rangka Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2019 Bagian Pertama

www.kemlagi.desa.id - Sisyantoko (45), Direktur Wahana Edukasi Harapan Alam Semesta (Wehasta), punya solusi mengatasi sampah popok bayi. Menurutnya, penanaman edukasi kesadaran lingkungan dan adanya sanksi tegas sangat dibutuhkan.

Sebab, untuk penanganan masalah sampah itu setidaknya bersandar pada 4 orientasi manfaat yang harus ditanamkan pada masyarakat. Utamanya edukasi, sosial, ekonomi, dan lingkungan.


“Masyarakat harus lebih intensif kita edukasi seputar pemanfaatan sampah. Khusus masalah popok bayi dan sampah lainnya, terutama yang dibuang di aliran sungai, harus ada sanksi tegas yang diterapkan. Misalnya dari tingkat desa sudah ada Perdes tentang sampah, maka saya yakin masyarakat lambat laun tapi pasti akan disiplin,” ujar Sisyantoko.

Sampah popok bayi kata Sisyantoko cukup berbahaya bila dibiarkan. Apalagi masyarakat membuangnya ke aliran sungai. Selain mengandung bahan plastik dan jel, popok bayi mengandung berbagai bakteri dari kotoran manusia.

“Bakterinya akan berkembang dan dapat membuat kondisi air berbahaya berbahaya bagi masyarakat. Hal itu harus disadari betul agar popok bayi bekas bisa di-recycle,” tegasnya serius.

Sejauh pengalamannya dalam pengelolaan sampah, popok bayi sejatinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuat pot tanaman. Meskipun pemakaiannya masih sebatas popok milik keluarga sendiri.

“Masyarakat tentu jijik kalau popok bayi bekas yang dipakai untuk pot berasal dari orang lain,” ujar Sisyantoko mengungkapkan kendalanya.

Khusus di 240 desa binaan dan 60 desa yang sudah didampingi Wehasta dalam pengelolaan bank sampah dari tahun 2017 – 2019, Sisyantoko memiliki cara sistematis mengatasi menumpuknya popok bayi.

Masyarakat diminta membersihkan popok sebelum dibuang. Setelah itu dikumpulkan di bank sampah. Di bank sampah, popok disendirikan dan baru dibuang ke bank sampah induk untuk mendapatkan penanganan tersendiri.

“Masyarakat harus sadar bahaya popok bayi. Untuk itu, selain kita coba cari berbagai solusi, masyarakat juga sebaiknya memakai popok yang ramah lingkungan. Saya pikir produk itu sekarang sudah ada,” imbuhnya.

Sementara itu, Muryanto (45), Ketua Bank Sampah Induk (BSI) Kabupaten Mojokerto, juga memiliki alternatif dalam penanganan sampah popok bayi. Hal terpenting popok bayi jangan dibakar apalagi dibuang sembarangan di aliran air. Hal itu sangat berbahaya bagi kualitas air.

“Kita butuh alat khusus untuk mengolah sampah popok bayi. Alat itu yang belum kita punyai. Selama ini, ada juga masyarakat yang memakai ulang popok bayi. Caranya, jel yang di dalam popok dibuang dan dibersihkan. Setelah itu, dipakaikan kembali dengan menambahkan kain bersih. Hal itu memang efektif meski merepotkan dan terkesan menjijikan,” ungkap Muryanto yang biasa dipanggil Cak Ambon.

Prinsipnya, Cak Ambon mendukung langkah-langkah pendampingan yang sudah dilakukan Wehasta. Sejauh ini, ada hasil yang sudah diwujudkan dengan memberikan edukasi di masyarakat.

Bahkan menurut Sisyantoko, seluruh kepala desa sangat mendukung program bank sampah dan bahkan mau mengalokasikan dana desa untuk kepentingan pengolahan sampah.


Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi