Senin, 26 Februari 2018

Belajar Ngaji Kewenangan Desa

iluistrasi
www.kemlagi.desa.id - Berbicara tentang  kewenangan desa, berarti berbicara tentang Inti atau Ruh Undang – undang Desa,  Mandat UU No 6/2014 tentang Desa (UU Desa) adalah mengakui dan menghormati kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan lokal berskala desa. Asas rekognisi (Pengakuan) dan subsidiarita (Penghormatan) inilah yang kini menjadi spirit dalam mendudukkan desa untuk berwenang menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kewenangan ini pula diyakini akan menjadi penyangga bagi kemandirian desa (desa mandiri), yaitu desa yang berkuasa da bertanggung jawab penuh atas aset-aset yang dimilikinya untuk memenuhi hak-hak dasar dan penghidupan desa secara berkelanjutan.

Memahami Definisi Kewenagan Desa
Sebelum mengerti kewenangan desa lebih baik kita mengerti dahulu apa yang dimaksud dengan kewenangan. Kewenangan adalah hak  untuk melakukan sesuatu melalui kekuasaan dan tanggungjawab yang dilindungi oleh keabsahan hukum/peraturan yang kuat. Dalam konteks desa maka dapat dipahami bahwa kewenangan desa diartikan sebagai kekuasaan dan tanggungjawab desa sebagai entitas hukum untuk mengatur dan mengurus desa. Istilah mengatur merujuk pada tindakan menetapkan norma hukum di desa tersebut. Sedangkan istilah mengurus merupakan tindakan tanggungjawab desa memperhatikan, melindungi dan melayani kepentingan masyarakat desa.

Mengapa Harus ada Kewenangan Desa ?
Ketentuan Pasal 5 UU Desa dengan tegas mengakui bahwa kedudukan desa bukan menjadi subordinat kabupaten, melainkan berada di wilayah kabupaten. Atas dasar kedudukan seperti ini maka desa masa lalu pasti sudah memiliki kekuasaan yang absah untuk melakukan tindakan-tindakan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa. Masa kini dan masa depan desa pun masih memiliki kehendak untuk memikirkan kepentingan masyarakat desa. Karena itu negara melalui UU Desa ini mengakui dan menghormati bahwa desa memiliki kewenangan desa. Kewenangan desa ini bukan pelimpahan dari pemerintahan supradesa, tetapi rekognisi (PENGAKUAN) dan subsidiaritas (PENGHORMATAN) dari negara. Hal ini karena Desa – desa di Indonesia sudah lahir, tumbuh dan berkembang jauh sebelum Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Alasan harus ada kewenangan desa karena dua hal, yaitu; 
1) mandat UU Desa,2) mandat asas rekognisi dan subsidiaritas.

Pertama,
Mandat UU Desa. Kewenangan desa secara jelas sudah diatur dalam UU Desa dan peraturan teknis turunannya, yaitu; a) PP No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa ( Pasal 33-39) jo PP No No 47/2015 tentang Perubahan PP No 43/2014 (Pasal 34. 39), b) Permendesa No 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa, c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016.

Rute tempuh yang dipilih pemerintah melalui PP 43/2014 (Pasal 37) dan Permendesa 1/2015 (pasal 16 – 22) menghendaki proses penetapan kewenangan desa berdasarkan asal usul dan lokal berskala desa melalui pembentukan Peraturan Bupati (Perbup) dan Peraturan Desa (Perdes). 

Artinya, pengaturan tentang kewenangan desa belum cukup jika hanya mendasarkan pada regulasi di tingkat pusat. Mandat UU Desa tentang kewenangan desa akan berjalan baik ketika Bupati menetapkan Perbup tentang Daftar Kewenangan Desa dan Desa membentuk Perdes tentang Kewenangan Desa. Sudah pasti bahwa Perdes dibentuk desa setelah ada Perbup. Karena itu seharusnya prioritas utama yang ditempuh adalah membentuk Perbup terlebih dahulu, baru Perdes kemudian. 

Hirarki regulasi tentang kewenangan desa yang konsisten dan harmonis dari tingkat pusat sampai desa, akan memberikan kepastian dan kejelasan hukum bagi desa untuk mengatur dan mengurus urusan desa. Pertanyaan nya sekarang adalah Sejauh Manakah, atau Sudahkah Pemeritah Daerah Kabupaten/Kota membuat/menetapkan Perbup tentang Daftar Kewenangan Desa?

Kedua,
Mandat asas rekognisi dan subsidiaritas. Dalam konsepsi kewenangan yang sejauh ini dikenal, diketahui adanya dua sumber kewenangan, yaitu :
Sumber atribusi. Sumber atribusi berupa pemberian kewenangan kepada badan, lembaga atau pejabat negara tertentu untuk membentuk undang-undang dasar, undangundang atau peraturan perundangan-undangan lainnya. Kewenangan yang bersumber dari atribusi ini sering dikenal sebagai kewenangan atributif, yaitu kewenangan yang melekat pada badan/lembaga/pejabat negara tertentu.

Sumber pelimpahan. Kewenangan  yang asal-muasalnya bersumber dari pelimpahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu; 1) mandat. Pelimpahan kewenangan kepada seorang pejabat tata usaha negara dari pejabat di atasnya, namun tanggung jawab tetap berada pada si peberi mandat. Contohnya adalah Kepala Desa menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Sekretaris Desa sebagai Ketua Tim Inventarisasi Kewenangan Desa. 2) delegasi. Pelimpahan kewenangan dari badan/lembaga/pejabat tata usaha negara yang diikuti konskuensi berupa pengalihan tanggung jawab dari yang melimpahkan beralih ke yang menerima kewenangan. Contoh yang mudah untuk kewenangan delegatif ini adalah pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat untuk mengevaluasi Rancangan Peraturan Desa.

Dari dua sumber kewenangan seperti diuraikan di atas, masuk kategori dimana kewenangan desa? Paradigma berpikir yang digunakan oleh UU Desa melampaui pengertian sumber kewenangan sebagaimana dijelaskan di atas. Artinya, kewenangan desa bersumber bukan dari atribusi maupun pelimpahan. Lantas bersumber dari mana kewenangan desa?

Sumber kewenangan desa berasal dari rekognisi dan subsidiaritas. Asas rekognisi digunakan untuk mengakui desa yang tetap mewarisi pengaturan dan pengurusan kepentingan desa dan masyarakat sampai saat ini, maupun mengakui prakarsa masyarakat desa dalam merespon perkembangan kehidupan. Sedangkan asas subsidiaritas digunakan untuk menghormati desa yang selama ini telah dan/atau mampu menjalankan urusan-urusan desa maupun prakarsa desa/masyarakat desa secara efektif.

Apa saja Kewenangan Desa itu ?
Sebagai suatu entitas hukum eksistensi desa pasti ditentukan oleh kewenangan yang dimilikinya. Berpijak pada uraian sebelumnya, maka kewenangan desa yang dimiliki saat ini berdasarkan Pasal 18 UU Desa meliputi: 1. Kewenangan di bidang bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa 2. Pelaksanaan Pembangunan Desa 3. Pembinaan kemasyarakatan Desa 4. Pemberdayaan masyarakat Desa Keempat kewenangan desa tersebut diakui negara berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Karena itu di dalam menjalankan keempat bidang kewenangan tadi, Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat mempunyai empat kewenangan, meliputi:
  1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
  2. Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
  3. Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota;
  4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  
Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:
  1. Sistem organisasi masyarakat desa;
  2. Pembinaan kelembagaan masyarakat;
  3. Pembinaan tanah kas Desa; dan
  4. Pengembangan peran masyarakat desa.
Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas: Pengelolaan tambatan perahu;Pengelolaan tempat pemandian umum;Pengelolaan jaringan irigasi;Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa;Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar;Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan;Pengelolaan embung desa;Pengelolaan air minum berskala desa; dan Pembuatan jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian.Berdasarkan dua sifat kewenangan desa, bersifat asal usul dan lokal berskala desa, maka desa berhak untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang menjadi kewenangannya.

Dengan demikian menjadi jelas dan tegas sekarang ini, bahwa desa memiliki kuasa dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus hal-hal tertentu yang menjadi kepentingan masyarakat desa. Momentum ini bisa dipahami sebagai kesempatan untuk mengelola desa dari, oleh dan untuk masyarakat desa sendiri ( Desa Nu Urang, Keur Urang, Kudu Ku Urang Balarea ). Kewenangan desa inilah yang menjadi sumber kekuatan untuk mencapai visi desa yang secara umum telah tercantum dalam Visi undang-undang desa Desa yg Maju, Kuat, Mandiri, Demokratis.

Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut:
Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1)  pergeseran kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2) peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa;

Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2) adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa dalam skala desa;

Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup kewenangan yang diserahkan.

Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa) dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih maksimal;

Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program pemerintah.

Diolah dari berbagai sumber
Oleh : Asep Jazuli ( Pendamping Lokal Desa ) di Kabupaten Sumedang***

Daftar Referensi :

  1. Permendesa Nomor 1 Tahun 2015 Tentang kewenangan desa berdasarkan asal usul dan lokal berskala desa.
  2. Permendagri Nomor Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Kewenangan Desa
  3. Buku Kewenangan dan
  4. Perencanaan Desa.Modul Pratugas Pelatihan Pendamping Desa.
Sumber https://asepjazuli.blogspot.co.id/
Diberitakan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Minggu, 25 Februari 2018

Kenapa Dana Desa Belum Maksimal Mengentaskan Kemiskinan, Ini Sebagian Jawabannya

ilustrasi
www.kemlagi.desa.id - Tahukah Anda, yang menyebabkan gagalnya penetapan dana Rp 120 triliun untuk dana desa tahun 2018 adalah karena program dana desa dianggap belum mampu mengentaskan kemiskinan sebagaimana diharapkan. Program yang telah tiga tahun berjalan dan memberikan dukungan dana dalam jumlah besar dengan segenap kewenangan yang diberikan kepada desa ternyata belum mendatangkan manfaat seperti diharapkan. 

Ada apa dengan desa? Bagaimana dengan BUMDes? Riset data yang dilakukan Tim Berdesa mengungkapkan, peran kepala desa sangat menentukan cepat dan lambatnya sebuah desa menciptakan peningkatan kesejahteraan melalui BUMDes.

Seorang kepala desa butuh usaha keras untuk bisa menguasai wacana BUMDes dan merumuskan pemahamannya menjadi sebuah lembaga yang menghasilkan keuntungan sosial maupun profit. Situasi ini tambah parah karena BUMDes didorong ke arah yang tidak realistis. 

Selama ini BUMDes yang dianggap hebat adalah BUMDes yang membukukan keuntungan profit yang besar. Akibatnya, para kepala desa beranggapan, BUMDes yang hebat ya BUMDes yang menghasilkan banyak uang semata.

Keyakinan ini semakin kuat karena selama ini yang digambarkan dalam pemberitaan media sebagai BUMDes hebat adalah BUMDes yang menghasilkan rupiah milyaran.

Celakanya, yang dilihat orang adalah hanya puncak es-nya saja. Mereka tidak melihat bagaimana kepala desa dan para pemuda Nglanggran berjuang menuju ke titik ini. Perjuangan Nglanggran membangun gunung purba menjadi obyek wisata sudah dimulai sejak hampir sepuluh tahun yang lalu dengan penuh pengorbanan para pemuda dan warga setempat.

Jadi kalau hari ini Nglanggeran menjadi desa wisata terbaik di Asean, itu adalah hasil kerja selama bertahun-tahun. Bagaimana dengan desa yang tidak memiliki anugerah alam yang hebat seperti Ponggok dan Nglanggeran, apakah juga bisa mencapai langkah yang hebat?

Desa Pandowoharjo adalah contoh yang fenomenal. Desa ini mendirikan BUMDes Amarta dan memilih pengelolaan sampah sebagai unit usaha. Awalnya pilihan ini terdengar sangat biasa karena ada banyak BUMDes memilih aktivitas serupa. Tapi di bawah kepemimpinan Agus Setyanta (Direktur BUMDes) dalam tiga bulan saja pengolahan sampah Amarta mampu menghasilkan uang menghidupi aktivitasnya sendiri.

Tak sampai tahun Bumdes Amarta bahkan sudah mendapatkan kepercayaan bank, mendirikan toko dan memiliki karyawan tetap dengan gaji UMR.  Bumdes Amarta terus melaju meninggalkan desa lain, kini mereka mengembangkan perkebunan organik dan memproduksi pupuk organik dengan volume produksi lebih dari dua ton per bulan.

“Kami memilih membangun kepercayaan warga dulu terhadap BUMDes. Bekerja dulu, buktikan dulu, profit muncul dengan sendirinya. Secara rupiah kami memang belum menghasilkan angka yang besar. Tapi manfaat sosial yang kami ciptakan jauh lebih besar dan lebih penting sebagai investasi sosial,” kata Agus Setyanta.

Kini BUMDes Amarta adalah salahsatu BUMDes rujukan bagi desa-desa se-Indonesia untuk belajar mengenai bagaimana mengelola BUMDes dengan sangat efektif.

Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Bantul, Yogyakarta adalah juga salah satu desa yang dulu tertinggal dan kini berjaya. Bahrun Wardoyo, hanya dalam dua tahun Bahrun Wardoyo merubah desa yang dulu ‘tak dikenal’ itu menjadi desa rujukan ribuan desa lain untuk belajar berbagai hal. Salah satunya adalah mendirikan Desamart, minimarket modern milik BUMDes.

Desa Pandowoharjo dan Dlingo adalah contoh desa yang berhasil menciptakan lompatan dengan cara yang cerdas. Dua desa ini tidak terpengaruh anggapan mengenai angka sebagai patokan keberhasilan BUMDes. Mereka dengan cerdas memilih jalan untuk membangun kepercayaan warga terlebih dahulu terhadap BUMDes. Caranya dengan membuktikan pengurus BUMDes berhasil menciptakan lembaga usaha sekaligus memberikan manfaat sosial yang besar bagi masyarakat. Setelah itu terbukti, kini mereka mulai menuai hasilnya.

Jadi, anggapan bahwa BUMDes yang hebat adalah BUMDes yang melulu karena bisa menciptakan rupiah yang banyak, logika itu harus diluruskan.

Karena tidak semua desa memiliki anugerah alam yang indah untuk menjadi obyek wisata dan sangat tidak realistis pula lembaga bisnis bakal menciptakan peolehan laba raksasa dalam waktu sangat cepat.

Tetapi hambatan terbesarnya karena tidak mudah bagi para kepala desa menguasai persoalan BUMDes, potensi desa dan sebagainya lalu merumuskan lembaga usaha yang langsung menghasilkan uang dalam waktu sangat cepat.

Akibatnya kini, desa bakal menciptakan lompatan kesejahteraan melalui dana desa terutama BUMDes-nya belum maksimal seperti yang diharapkan.

Bayangan BUMDes yang dianggap hebat adalah BUMDes yang menghasilkan uang tak hanya membuat pusing para kepala desa tetapi juga membuat mereka semakin ciut nyali.

Apakah mereka bisa mencapai titik kehebatan jika ukurannya sepert itu? Maka dalam konteks ini Desa Pandowoharjo dan Dlingo terbukti telah menciptakan lompatan besar dalam skala yang lebih luas. Soalnya dua desa ini, melalui kemampuan kepala desa dan BUMDes-nya mampu menciptakan daya dukung yang luar biasa bagi seluruh warga desa meningkatkan kesejahteraan diri mereka. Bagaimana dengan desa Anda? 

Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi