Sabtu, 23 Januari 2021

Kemendes PDTT dan Kemendagri Tolak Revisi UU Desa

Webinar Perlukah UU Desa Direvisi ? 

www.kemlagi.desa.id - Dalam talkshow Kajian Desa bareng Iwan atau Kades Iwan yang disiarkan secara langsung oleh TV Desa pada Selasa (19/1) lalu dengan tema “Perlukah UU Desa Direvisi?” 

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Kementerian Dalam Negeri dengan tegas menolak dan menganggap tidak perlu dilakukan revisi UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. 

Salah satu Direktur di Kemendes PDTT, Bito Wikantosa yang hadir sebagai pembicara mewakili Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT, Taufik Madjid mengatakan, UU Desa adalah anugerah bagi desa dan sudah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di desa selama 7 tahun ini dan sudah membuktikan bahwa desa mampu mengelola anggaran negara secara mandiri karena diberi kepercayaan untuk mengatur kewenangan dan urusannya sendiri dibidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dikelola sendiri. 

Namun demikian, lanjut Bito, memang masih ada yang masih mengganjal terkait hibriditas konep self governing community dengan self local government. 

“Intinya adalah pada satu sisi masyarakat diberi kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri yang merupakan ciri khas pemerintahan desa yaitu berbasis pada komuitas, pada sisi lain ada konsep local self government dimana desa adalah bagian dari pemerintah daerah. 

Dua hal inilah yang sebenarnya belum tuntas selama 7 tahun implementasi UU Desa. 

Bagi kami ini adalah yang paling susah mempertemukan kepentingan antara desa sebagai bagian dari pemerintahan daerah dan desa sebagai entitas yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri”, ujarnya. 

Bito melanjutkan, kalau desa hanya dipandang sebagai bagian dari pemerintahan daerah, maka desa dilimpahi banyak urusan yang sebenarnya bukan kewenangan desa. 

Sementara, pada sisi lain desa sebagai self governing community, yang memberikan kesan seolah–olah pemerintah tidak hadir. 

“Padahal pemerintahan itu kan tegak lurus dari pusat sampai desa. inilah yang harus kita rumuskan. Usul kami tidak perlu revisi UU Desa karena UU Desa sudah cukup kuat. Yang perlu dirumuskan adalah bagaimana peraturan pemerintah dan berbagai aturan operasional lain dibawah UU Desa bisa menghadirkan hibriditas itu”, tegas Bito. 

Sama halnya dengan pernyataan Bito Wikantosa, Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bina Pemdes Kemendagri), Dr. Yusharto Huntoyungo menjelaskan bahwa UU Desa telah membawa desa ke sebuah fase yang benar–benar baru terutama dalam pembagian kekuasaan, penataan dan desentralisasi desa. 

Menurut Yusharto, ada 2 semangat utama yang terkandung dalam UU Desa, yaitu pertama menempatkan posisi desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri. 

Kedua, desa merupakan unit pemerintahan yang menjalankan pemerintahan yang asli yaitu kewenangan atas asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.

Menurutnya, ada beberapa kelebihan dari UU Desa yaitu adanya kepastian anggaran untuk desa dan pengaturan pemerintahan desa dan kelembagaan desa lainnya. 

“Menanggapi Pak Bito, saya ingin sampaikan bahwa UU Desa memberikan fleksibilitas soal self governing community dan local self government. 

Karena itu tidak perlu merevisi UU Desa. Memang masih ada banyak kelemahan tetapi bisa ditempuh lewat peraturan dibawah UU Desa”, tegas Yusharto. 

Yusharto menambahkan, terkait pembinaan dan pengawasan kepada desa, pihaknya berkomitmen melakukan tidak dengan pendekatan yang berbasis audit tetapi memperkuat aspek pembinaan mengingat pemerintahan desa itu berbeda dengan entitas pemerintahan daerah. 

Dalam paparannya di Kades Iwan, Yusharto mengatakan agenda kedepan setelah 7 tahun pelaksanaan UU Desa ini adalah sinergitas antar kementerian yang mengurusi desa. 


Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Jumat, 22 Januari 2021

Wagub Emil Pastikan PPKM Daerah Zona Merah di Jatim akan Diperpanjang, Mana Saja?

Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak

www.kemlagi.desa.id - Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kembali diperpanjang pemerintah pusat hingga 8 Februari 2021. Lalu, kabupaten/kota mana saja yang akan diperpanjang masa PPKM di Jatim ? 

"Penerapan zona merah berkaitan dengan penentuan kriteria yang ditetapkan Satgas COVID-19 termasuk BNPB. 

Dalam hal ini posisi kita adalah daerah yang bertambah masuk zona merah diikutsertakan di dalam PPKM," ujar Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak di Surabaya, Kamis (21/1/2021). 

Emil menjelaskan, untuk daerah yang saat ini sudah tidak masuk kategori zona merah, Pemprov Jatim masih akan membahas apakah PPKM diperpanjang atau tidak. Dikarenakan, ada kriteria-kriteria dari pemerintah pusat terkait pengendalian penyebaran COVID-19 yang harus dipenuhi oleh kabupaten/kota terlebih dahulu, apabila tidak masuk dalam daerah yang menerapkan PPKM. 

"Adapun daerah yang zona merah tadinya, tetapi sekarang tidak dan masuk PPKM akan kita bahas seksama. Karena ada kriteria-kriteria lain yang diharapkan bisa dipenuhi untuk daerah tersebut dikarenakan wabah COVID-19 sudah bisa terkendali," bebernya. 

Di Jatim sendiri dari data terbaru pekan ini, terdapat 7 kabupaten/kota yang masuk kategori zona merah. Yakni Kota Madiun, Nganjuk, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi, dan Kabupaten Madiun. Dari 7 daerah yang jadi zona merah saat ini, hanya Kota Madiun, Nganjuk, Ngawi dan Kabupaten Madiun yang telah menerapkan PPKM. 

Sedangkan Ponorogo, Trenggalek dan Magetan belum menerapkan. Sedangkan untuk total 15 kabupaten/kota di Jatim yang saat ini menerapkan PPKM yakni Kota Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Lamongan, Ngawi, Kabupaten Blitar, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Nganjuk, dan Kabupaten Kediri. 

Diketahui PPKM akan diperpanjang dari 26 Januari hingga 8 Februari 2021. Sebelumnya, PPKM telah diterapkan sejak 11 Januari 2021 lalu. 

"Bapak Presiden meminta agar pembatasan kegiatan masyarakat ini dilanjutkan dari tanggal 26 sampai tanggal 8 Agustus (Februari, red) dan nanti pak Mendagri akan mengeluarkan instruksi Mendagri dan diharapkan masing-masing gubernur bisa mengevaluasi berdasarkan parameter tingkat kesembuhan di bawah nasional, kematian di atas nasional, dan positivity rate di atas nasional, dan BOR di atas nasional," ujar Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto dalam jumpa pers, Kamis (21/1/2021). 

Dari data yang disampaikan ini, terjadi koreksi data yang disampaikan, yakni dari 73 kabupaten/kota yang menerapkan PPKM, 29 kabupaten/kota masih berisiko tinggi, 41 kabupaten/kota risiko sedang dan 3 kabupaten/kota risiko rendah.

Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi