Jumat, 24 Februari 2017

BPD Juga Harus Melaporkan Kinerjanya

Surat Pengantar Laporan Kinerja BPD Desa Kemlagi
www.kemlagi.desa.id - Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa, sebagaimana tercantum dalam pasal 61 ayat (1) Laporan kinerja BPD merupakan laporan atas pelaksanaan tugas BPD dalam 1 (satu) tahun anggaran. Sedangkan dalam ayat (3) masih dalam pasal 61 bahwa Laporan kinerja BPD tersebut dilaporkan secara tertulis kepada Bupati melalui Camat serta disampaikan kepada Kepala Desa dan forum musyawarah desa secara tertulis dan atau lisan.

Laporan BPD tersebut disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan setelah selesai tahun anggaran. Untuk BPD Desa Kemlagi dan sebagai wujud tanggung jawab tugasnya selama ini, laporan tersebut disampaikan pada bulan Pebruari 2017 ini.

Selama kurun waktu tahun 2016 ini, peraturan desa yang telah disepakati bersama oleh BPD Desa Kemlagi dan Kepala Desa Kemlagi, meliputi :
  1. Perdes Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Kemlagi Tahun Anggaran 2016;
  2. Perdes Nomor 2 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) Tahun 2017;
  3. Perdes Nomor 3 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD);
  4. Perdes Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pembentukan Dana Cadangan Purna Tugas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kemlagi;
  5. Perdes Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa Kemlagi;
  6. Perdes Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2016; dan
  7. Perdes Nomor 7 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2017.
Disamping menyepakati beberapa peraturan desa tersebut diatas, BPD Desa Kemlagi juga menelaah dan menilai bagus atas LPPD (Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa) Tahun Anggaran 2016 berdassarkan surat yang diterima dari Kepala Desa Kemlagi Nomor: 145/53/416.315-17/2017 perihal LPPD Akhir Tahun Anggaran Tahun 2016 tertanggal 31 Januari 2016.

Musrenbangdesa

BPD Desa Kemlagi juga aktif mengadakan musyawarah desa yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa Kemlagi terutama dalam perencanaan pembangunan sejak Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) setiap awal tahun sampai dengan musyawarah desa untuk membahas Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) yang untuk tahun 2016 telah menyepakati RKP Desa Kemlagi Tahun 2017 dalam Berita Acara BPD Desa Kemlagi Nomor: 412.3/2/BPD/2016 yang akhirnya menjadi Perdes Nomor: 2 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) Tahun 2017.

Sebagai wujud aspirator masyarakat Desa Kemlagi, BPD Desa Kemlagi selalu menyerap dan menggali aspirasi masyarakat Desa Kemlagi untuk dimusyawarahkan dalam musyawarah lingkup BPD sendiri maupun musyawarah desa yang melibatkan suluruh komponen masyarakat Desa Kemlagi.

Oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Kamis, 23 Februari 2017

Standar Pelayanan Minimal Desa

Rendyta Witrayani Setyawan (23) staff perangkat desa Senggreng (Foto: Nana/ MalangTIMES)
www.kemlagi.desa.id - Standar Pelayanan Minimal Desa yang selanjutnya disebut SPM Desa adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan yang merupakan urusan Desa yang berhak diperoleh setiap masyarakat Desa secara minimal.

SPM Desa dimaksudkan untuk:
  1. mendekatkan pelayanan kepada masyarakat;
  2. mempermudah pelayanan kepada masyarakat;
  3. keterbukaan pelayanan kepada masyarakat; dan
  4. efektifitas pelayanan kepada masyarakat.
SPM Desa bertujuan untuk:
  1. mendorong percepatan pelayanan kepada masyarakat;
  2. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai kewenangannya; dan
  3. sebagai alat kontrol masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Desa.
SPM Desa antara lain meliputi:
  1. penyediaan dan penyebaran informasi pelayanan;
  2. penyediaan data dan informasi kependudukan dan pertanahan;
  3. pemberian surat keterangan;
  4. penyederhanaan pelayanan; dan
  5. pengaduan masyarakat.
Pejabat penyelenggara SPM Desa terdiri atas:
  1. Kepala Desa;
  2. Sekretaris Desa;
  3. Kepala seksi yang membidangi pelayanan administrasi; dan
  4. Perangkat Desa lainnya.
Peran Serta Masyarakat
  1. Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan SPM Desa.
  2. Peran serta masyarakat antara lain memberikan informasi data yang diperlukan oleh penyelenggara SPM Desa dan memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan SPM Desa.
Pendanaan
  1. Biaya penyelenggaraan SPM Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
  2. Biaya penyelenggaraan SPM Desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
  3. Selain biaya penyelenggaraan SPM Desa, Desa menerima bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Jam Pelayanan
  1. SPM Desa dilaksanakan pada jam kantor dan di luar jam kantor.
  2. Ketentuan pelaksanaan pelayanan di luar jam kantor diatur dengan Peraturan Menteri.
Oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi
Disarikan dari Permendagri Nomor 2 Tahun 2017 tentang SPM Desa

Senin, 20 Februari 2017

Contoh BUMDes Yang Berhasil Kembangkan Usaha

Menteri Desa sedang melihat usaha BUMDes
www.kemlagi.desa.id -  Sigi - Desa Kalukubula di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, kini rutin mendapatkan sembako dengan harga murah. Pasalnya, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mutianggaluku Mandiri yang dikelola oleh desa tersebut telah sukses menjadi penyalur subsidi pemerintah.

Ketua BUMDes Mutianggaluku Mandiri, Moh Shaleh mengatakan, BUMDes ini berdiri pada tahun 2015 dengan modal awal hanya sebesar Rp34 juta. Modal tersebut diperoleh dari dana desa. BUMDes yang bergerak di bidang perdagangan ini berkembang signifikan. Mereka bahkan telah bekerjasama dengan Pertamina dan Bulog sebagai penyalur barang bersubsidi.

"Kerjasama dengan Pertamina terkait (gas) elpiji. Kalau beras, gula, bawang merah kerjasama dengan Bulog. Kebetulan Bulog juga punya program rumah pangan, jadi kita juga kerjasama soal itu," ujar Shaleh.

Antusiasme masyarakat setempat sangat tinggi dengan hadirnya BUMDes tersebut. Hal ini terlihat dari jumlah barang yang selalu habis terjual bahkan kekurangan stok. Sebagai contoh, gula pasir yang mampu terjual hingga 2 ton per bulan. Selain itu, gas elpiji 3 kilogram dapat terjual hingga 100 tabung hanya dalam kurun waktu 3 hari. Hal ini dikarenakan harga produk yang dijual di BUMDes sangat terjangkau. Untuk komoditas gula dijual hanya seharga Rp12.500 per kilogram. Harga tersebut lebih murah Rp 3.500 daripada harga di pasar. Sedangkan gas elpiji 3 kilogram dijual hanya seharga Rp 16 ribu.

"Sekarang kita sedang mempersiapkan untuk membangun warung kopi sekalian nanti ada internetnya. Warung kopi ini juga bertujuan membantu ibu-ibu yang suka bikin kue dan makanan. Jadi kita tampung disini. Kan ini membantu," lanjut Shaleh.

Selain itu, BUMDes ini juga terus mengembangkan peluang usaha lainnya. Rencananya, BUMDes ini akan menjadi distributor pupuk bersubsidi. Pasalnya, mayoritas warga setempat berprofesi sebagai petani yang membutuhkan pupuk dengan harga terjangkau.

Shaleh mengakui, BUMDes yang dikelolanya tersebut memang belum memberikan keuntungan secara langsung berupa materi. Namun, hadirnya BUMDes diakui telah membantu warga desa untuk mendapatkan barang pokok dan sembako dengan harga yang lebih murah.

"Keuntungan tahun 2015 saja hanya sekitar Rp4 juta. Tapi keuntungan seberapapun tidak pernah kita (BUMDes) simpan. Terus diputar untuk pengembangan. Kami optimistis bahwa BUMDes ini akan berhasil kedepannya," ungkapnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, di masa mendatang BUMDes juga akan membangun sebuah pasar desa. Menurutnya, potensi ekonomi pasar desa sangat tinggi mengingat Desa Kalulubula adalah kawasan strategis yang dapat dengan mudah menarik konsumen dari desa tetangga. "Di sini (Desa Kalukubula) penduduknya saja lebih dari 13.000," ujarnya.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, saat meninjau sekaligus meresmikan BUMDes Mutianggaluku Mandiri mengatakan, pemerintah dalam hal ini meminta setiap desa untuk segera membangun BUMDes. Karena menurutnya telah banyak BUMDes yang pendapatannya di atas Rp5 Miliar.

"Kita ada kerjasama dengan BNI yang memberikan pelatihan untuk 1.500 BUMDes setahun. Pemerintah juga akan buat mitra BUMDes. Nanti semua program pemerintah yang subsidi akan disalurkan lewat BUMDes seperti gas, pupuk, dan sembako," ujarnya.

Menteri Eko juga mengapresiasi Kabupaten Sigi yang telah berhasil mendirikan 104 BUMDes dari 176 desa. Menurutnya, perlu adanya dorongan untuk memaksimalkan BUMDes tersebut.
"Tinggal sedikit lagi didorong. Nanti pemerintah bulan depan sudah mencoba membuat mitra BUMDes. Itu bagian dari program BUMDes Holding di 4 provinsi awal. Nanti kalau sudah sempurna akan kita kembangkan di seluruh Indonesia," ujarnya.

Oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Minggu, 19 Februari 2017

Tata Cara Sistem Pengelolaan Sampah di Pedesaan

ilustrasi pengelolaan dan penanganan sampah
www.kemlagi.desa.id - Penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah oleh Pemerintah telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, demi meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup yang baik. Selain itu, Pemerintah juga bertanggung jawab untuk menjamin terselenggaranya sistem pengelolaan sampah secara universal.

Namun, hingga saat ini sistem pengelolaan sampah di beberapa daerah di Indonesia belum terselenggara dengan baik, misalnya di kawasan Perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah regulasi-regulasi yang mengatur tentang persampahan hingga saat ini masih mengacu pada sistem pengelolaan sampah perkotaan. Padahal kawasan tersebut memiliki kondisi yang berbeda dengan kawasan perkotaan. Kawasan Perdesaan, umumnya memiliki kondisi geografis yang kompleks, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan desa, infrastruktur dan aksesbilitas/transportasi. Selain itu, tidak jarang terdapat kawasan perdesaan yang memiliki jarak cukup jauh dari pusat kota. Sehingga dibutuhkan strategi dalam mengelola sampah di kawasan perdesaan.

Tujuan “Tata Cara Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan” ini adalah untuk mengatasi permasalahan sampah di kawasan perdesaan khususnya untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan persampahan. Juga dapat menjadi acuan teknis dalam mengelola sampah di kawasan perdesaan berdasarkan beberapa aspek yaitu aspek pengaturan, aspek pendanaan, aspek kelembagaan, aspek peran serta masyarakat, dan aspek teknologi. 

Aspek Pengaturan
Beberapa regulasi yang dijadikan dasar pengaturan pengelolaan sampah di pedesaan adalah:
  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga;
  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
  5. Peraturan Menteri Perdesaan No. 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun;
  6. Peraturan Menteri Perdesaan No. 22 Tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017;
  7. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Pertamanan.
Aspek Pendanaan
Untuk menyelenggarakan sistem pengelolaan sampah di kawasan perdesaan, perlu dilakukan alokasi dana yang akan digunakan untuk membiayai persiapan penyelenggaraan, prasarana dan prasarana persampahan, pengoperasian, dan pemantauan. Sumber dana yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan sistem pengelolaan sampah di kawasan perdesaan yaitu APBDes dan non APBDes.

Pemerintah Desa dapat mengoptimalisasi APBDes untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana persampahan. Pemanfaatan dana desa dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, yaitu sesuai dengan metode pengolahan sampah yang telah ditentukan. Pengadaan sarana dan prasarana persampahan diusulkan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Rincian pengelolaan APBDes dapat mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015.

Pendanaan non APBDes bisa dari Corporate Social Responsibility (CSR), Kerjasama Pemerintah dengan Swasta (KPS), Perusahaan Swasta atau Lembaga Non Pemerintah Peduli Sampah, dan swsadaya masyarakat.

Aspek Kelembagaan 
Aspek kelembagaan adalah satu dari beberapa aspek penting dalam pengelolaan sampah. Setiap penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah memerlukan kelembagaan yang bertanggung jawab untuk menjalankan sistem pengelolaan sampah tersebut. Pada penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah di kawasan perdesaan, lembaga yang mengelola persampahan yaitu BUMDes.

Selain BUMDes yang bertanggung jawab atas kebersihan di kawasan perdesaan, pemerintah desa juga menggunakan nilai-nilai adat dan kearifan lokal untuk menyukseskan penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah di kawasan perdesaan, misalnya perangkat desa, pemangku adat/kepala suku, tokoh desa (pemuka adat, yang dituakan), dan lainnya.

Aspek Peran Serta Masyarakat
Keberhasilan penyelenggaraan pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga adanya dukungan dari masyarakat. Sebaik apapun sistem yang terbangun, apabila tidak ada daya dukung oleh masyarakat maka sistem tersebut tidak akan berumur panjang. Oleh karena itu dukungan dari masyarakat berupa peran secara langsung maupun tidak langsung dalam mengelola sistem persampahan sangat dibutuhkan. Kondisi di lapangan menunjukkan salah satu masalah dalam pengelolaan sampah di kawasan perdesaan adalah keterbatasan pengetahuan masyarakatnya dalam pengelolaan sampah, baik cara mengelola maupun keuntungan dari kegiatan pengelolaan sampah.

Aspek Teknologi
  1. Pengurangan Sampah. Dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang baik, tidak hanya memperhatikan pemrosesan sampah tetapi juga pengurangan sampah. Pengurangan sampah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2008, yaitu meliputi pembatasan sampah, daur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
  2. Penanganan Sampah. Penanganan sampah terdiri dari pewadahan, pengumpulan/pengangkutan, pengolahan sampah organik (kompos dan pakan ternak) dan non organik (daur ulang dan bank sampah) maupun campuran, serta pemrosesan akhir. Penanganan sampah di kawasan perdesaan dilakukan dengan cara sesederhana mungkin dengan mempertimbangkan kearifan lokal, artinya pemerintah desa dapat menyesuaikan prasarana dan sarana pengelolaan sampah dengan menggunakan material yang tersedia di daerah tersebut. Misalnya menggunakan keranjang bambu sebagai wadah penampungan sampah atau menggunakan gerobak sebagai alat pengumpul sampah, dan sebagainya.



Tahapan Tata Cara Pengelolaan Sampah Pedesaan
  1. Melakukan survei dan investigasi terhadap kawasan yang akan diselenggarakan sistem pengelolaan sampah. Tahapan survei yang akan dilakukan adalah survei kondisi eksisting dan survei jumlah dan kepadatan penduduk.
  2. Kemudian pemerintah desa menentukan metode yang akan digunakan untuk mengelola sampah di kawasan perdesaan, penentuan didasarkan oleh aspek sosial budaya di masyarakat, kondisi geografis, dan kemampuan dari pemerintah desa untuk operasional dan pemeliharaan.
  3. Setelah metode ditentukan, kemudian memberikan sosialisasi ke masyarakat sekitar untuk memberikan informasi dan pemahaman mengenai rencana penyelenggaraan pengelolaan sampah di desa tersebut.
  4. Penyelenggaraan sistem persampahan dilakukan dengan cara membangun dan atau memberikan prasarana dan sarana.
  5. Setelah prasarana dan sarana pengelolaan sampah di kawasan perdesaan selesai diselenggarakan, selanjutnya pemerintah desa dapat melakukan pendampingan dan pemantauan untuk memastikan bahwa sistem pengelolaan sampah berjalan dengan baik dan benar, serta unit pengolah sampah difungsikan sehingga sampah-sampah dikawasan perdesaan tertangani dengan baik.
  6. Tahapa selanjutnya adalah melakukan survei dan investigasi terhadap kawasan yang akan diselenggarakan sistem pengelolaan sampah. Tahapan survei yang akan dilakukan adalah survei kondisi eksisting dan survei jumlah dan kepadatan penduduk.
  7. Kemudian pemerintah desa menentukan metode yang akan digunakan untuk mengelola sampah di kawasan perdesaan, penentuan didasarkan oleh aspek sosial budaya di masyarakat, kondisi geografis, dan kemampuan dari pemerintah desa untuk operasional dan pemeliharaan.
  8. Setelah metode ditentukan, kemudian memberikan sosialisasi ke masyarakat sekitar untuk memberikan informasi dan pemahaman mengenai rencana penyelenggaraan pengelolaan sampah di desa tersebut.
  9. Penyelenggaraan sistem persampahan dilakukan dengan cara membangun dan atau memberikan prasarana dan sarana sesuai dengan metode yang telah ditentukan.
  10. Setelah prasarana dan sarana pengelolaan sampah di kawasan perdesaan selesai diselenggarakan, selanjutnya pemerintah desa dapat melakukan pendampingan dan pemantauan untuk memastikan bahwa sistem pengelolaan sampah berjalan dengan baik dan benar, serta unit pengolah sampah difungsikan sehingga sampah-sampah dikawasan perdesaan tertangani dengan baik.
Oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi
Sumber http://ciptakarya.pu.go.id