Jumat, 11 November 2016

Proses Pemerintahan Merupakan Proses Pertanggungjawaban

http://www.binapemdes.kemendagri.go.id/files/large/fa3eeccb96e6589b6b6e9c6dccc12101.jpg
Bimbingan Teknis Penyusunan Administrasi dan Pertanggungjawaban Keuangan dan Aset Desa Bagi Aparatur Pemerintah Daerah Dan Desa
MAKASSAR ∎ Memasuki tahun kedua implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka program/kegiatan lingkup Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa selain masih berkutat dengan penyusunan beberapa regulasi sebagai turunan UU  No. 6 Tahun 2014 dan PP No. 43 Tahun 2014, juga berfokus pada fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah dan desa. Salah satunya adalah peningkatan kapasitas di bidang pengelolaan keuangan desa termasuk didalamnya kapasitas dalam menyusun dokumen administrasi keuangan desa.

Hal ini sejalan dengan salah satu tupoksi utama Ditjen Bina Pemerintahan Desa sebagaimana diatur pada pasal 22 Perpres 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri, yaitu merumuskan dan melaksanakan kebijakan termasuk penyusunan norma, standard, prosedur dan kriteria serta monev dan bimbingan teknis di bidang fasilitasi pengelolaan keuangan dan aset desa.

“Permendagari 113 tahun 2014 mengamanatkan bahwa fasilitasi di bidang keuangan dan aset ini diarahkan pada terwujudnya prinsip dasar pengelolaan keuangan desa yaitu transparan, partisipatif, akuntabel, serta tertib dan disiplin anggaran. Empat prinsip dasar pengelolaan keuangan desa ini menjadi panduan utama kita dalam menyusun kebijakan dan melaksanakan program/kegiatan di bidang keuangan desa”, demikian disampaikan Nata Irawan, SH, M.Si, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa dan Kelurahan Provinsi Sulawesi Selatan pada pembukaan acara Bimbingan Teknis Penyusunan Administrasi dan Pertanggungjawaban Keuangan dan Aset Desa Bagi Aparatur Pemerintah Daerah Dan Desa Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, di Makassar (11/8/ 2016).

Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya bahwa berkenaan dengan usaha untuk mewujudkan pengelolaan keuangan desa yang transparan, partisipatif, akuntabel, serta tertib dan disiplin anggaran ini, Kementerian Dalam Negeri telah memfasilitasi pemerintah daerah dan desa melalui penyediaan aplikasi sistem informasi keuangan desa (siskeudes) sekaligus dibarengi dengan pelaksanaan bimtek tentang aplikasi dimaksud.

“Namun demikian kami menyadari bahwa perwujudan azas-azas pengelolaan keuangan desa khususnya azas akuntabilitas tidak akan serta merta dapat terwujud hanya dengan melalui penerapan siskeudes, karena kami menyadari bahwa siskeudes tetaplah tidak mampu memenuhi semua kebutuhan administrasi pemerintahan. Oleh karena itu implementasi siskeudes harus dibarengi dengan program lain yang mampu bersinergi dengan program siskeudes”, lanjut  Sekban mengutip pernyataan tertulis Dirjen.

Siskeudes adalah praktek manajemen keuangan pemerintah desa yang sifatnya paperless atau meminimalkan penggunaan kertas. Proses pemerintahan baik di pusat maupun di desa tidak bisa dilakukan semata-mata dengan paperless. Proses pemerintahan adalah proses pertanggungjawaban atau yang lebih dikenal dengan istilah akuntabilitas berupa proses pembuktian. Dalam proses pembuktian inilah dibutuhkan adanya bukti fisik atau dokumen proses pemerintahan.Proses pengelolaan dokumen fisik ini umumnya dikenal dengan administrasi pemerintahan.

“Administrasi inilah yang membuktikan apa yang kita akan laksanakan, bagaimana melaksanakan, siapa yang melaksanakan, kapan dan di mana dilaksanakan serta apa bukti atau hasil pelaksanaannya. Bukti-bukti inilah yang menjadi bahan pertanggungjawaban pelaksanaan proses pemerintahan”, tegas Dirjen mengakhiri sambutan tertulisnya.

Riset, Teknologi, Dan Pengabdian Masyarakat Jadi Kunci Program Pembangunan Desa

http://www.kemendesa.go.id/assets/images/artikel/DSC_05871.JPG
Sinergi Kemendes dan Perguruan Tinggi
SLEMAN – Perguruan tinggi diyakini dapat merumuskan langkah-langkah tepat untuk program pembangunan desa. Dilandasi asas Tri Darma Perguruan Tinggi, pemikiran dan karya intelektual berperan penting dalam pembangunan desaHal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Anwar Sanusi, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides), di Pusat Inovasi Agro Teknologi Universitas Gadjah Mada (PIAT UGM), Sleman, Yogyakarta, Kamis (10/11).
“Riset, teknologi, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah kunci untuk menentukan program yang tepat untuk pembangunan desa. Hal itu dapat menjadi instrumen untuk memetakan persoalan-persoalan di desa. Kami meyakini perguruan tinggi memiliki kompetensi untuk duduk bersama memetakan hal itu,” ujarnya.

Anwar menambahkan, riset dan teknologi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi dapat dikolaborasikan dengan program dari Kemendesa PDTT. Penerapan teknologi tepat guna harus berdampak untuk kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, program KKN Tematik yang dinilai sebagai inovasi pendidikan juga diharapkan dapat mendorong mahasiswa memahami konsep pembangunan desa. Mahasiswa dapat mendengar langsung aspirasi masyarakat desa. “Melalui tiga hal tersebut, pemerintah dapat memilih dan memilah kebijakan dan kebutuhan yang sesuai untuk pemberdayaan masyarakat desa,” lanjutnya.

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwikorita Karnawati mengatakan, sebagai perguruan tinggi yang memelopori program KKN, UGM kini telah memiliki 11 titik kampus satelit untuk mendukung pengembangan desa berbasis riset dan teknologi. Ia menambahkan, perjuangan yang harus dipikul dan dihadapi bersama adalah pengentasan kemiskinan di desa-desa.

“Kami mengembangkan technopark yang lokasinya dekat dengan desa-desa. Kampus di Bulaksumur adalah pusatnya. Lokasi lainnya diantaranya terdapat di Technopark Berbah, Technopark Nglanggeran, Geomaritime Science Park Parangtritis, dan Wanagama Forest,” ujar perempuan yang juga merupakan pakar geologi ini.

Sementara itu, Ketua Forum Pertides, Kadarsyah Suryadi, mengatakan, terdapat tiga hal utama dalam FGD ini. Pertama, inisiasi untuk merumuskan grand design mendukung program-program pembangunan desa. Kedua, komitmen untuk membina tiga sampai lima desa yang dapat berjalan sesuai program Kemendesa PDTT. Ketiga, monitoring dan evaluasi di desa-desa binaan yang berjalan secara periodik pada 2017 mendatang.

“Saya semakin optimistis bahwa perguruan tinggi sudah siap berkontribusi nyata untuk membangun desa. Perguruan Tinggi diharapkan dapat membuat sebuah grand design pembangunan desa. Tujuannya yakni dalam grand design tersebut ada sebuah haluan besar pembangunan perdesaan agar program di desa berjalan sistematik dan tepat guna,” ujar Kadarsyah yang merupakan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB).

Diskusi ini merupakan seri ketiga FGD Forum Pertides dengan topik utama Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan KKN. FGD pleno rencananya akan dilaksanakan di Jakarta pada Desember mendatang. Dua FGD sebelumnya telah dilaksanakan di UPN Veteran Jawa Timur pada Agustus lalu dan Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Oktober lalu.

Selasa, 08 November 2016

Membangun Sikap Terhadap Desa

http://www.binapemdes.kemendagri.go.id/files/large/7c6e9d63fbee4370061605c97525eb6c.jpg
Drs. Afery Syamsidar Fudail, M.Si Direktur Penataan dan Administrasi Desa, Ditjen Bina Pemdes, 

Kementerian Dalam Negeri Jakarta Sejak terbitnya UU Desa awal tahun 2014, telah terjadi perubahan paradigma yang luar biasa dalam ketetanegaraan kita. Desa tidak bisa lagi diperlakukan semena-mena layaknya orang tua memperlakukan anaknya yang belum dewasa. Karena Desa telah menjadi lembaga yang eksistensi dan keunikan (asal-usul) - nya diakui negara, dipertegas status hukumnya dan dijamin sumber pendanaannya.

Sekalipun terhadap anak kecil, pada bangsa-bangsa yang berperadaban maju, sikap santun orang tua terhadap anak itu sangat perlu. Sehingga anakpun juga akan bersikap santun karena sesungguhnya dalam hidup ini adalah ruang untuk saling belajar, saling berbagi dan saling menerima. Persoalannya, untuk bersikap santun diperlukan kesadaran kritis seseorang dalam memahami siapa dirinya, siapa dan apa si anak yang ada di depannya. Demikian pula dalam membangun sikap santun terhadap Desa pasca terbitnya UU Desa, diperlukan adanya kesepakatan terhadap nilai-nilai yang akan menjadi landasan budaya dalam kehidupan bersama, terlebih dalamkehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdiskusi dengan Drs. Afery Syamsidar Fudail, M.Si, Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Ditjen Bina Pemdes, Kementerian Dalam Negeri, kita menjadi paham bagaimana sesungguhnya desa di seluruh Indonesia itu didesain sedemikian rupa sehingga desa akan menjadi sebuah lembaga yang mampu menatap langit namun tetap menginjak bumi. Mampu mengembangkan potensi diri di sesuai dengan jati diri. Mampu menjadi abdi negara tetapi tak meninggalkan akar budaya. Fakta sejarah bahwa desa adalah penopang lahirnya negara, sehingga tidak elok kalau desa diperlakukan semena-mena oleh negara. Oleh karenanya sesungguhnya semangat UU Desa adalah hasrat negara ingin mengembalikan kodrat desa seperti semula, namun tetap dalam bingkai NKRI dan berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan 1945.

Seperti halnya manusia, desa tercipta dari organ-organ utama yaitu kepala, badan dan anggota badan. Tak ada satupun dari organ-organ itu yang hanya sebagai asesoris belaka, semua punya arti dan punya fungsi.  Namun tidak hanya itu saja, disamping tercipta dari organ-organ itu, desa juga dirancang memiliki jiwa atau ruh yang akan menggerakkan tubuhnya. Yang akan menguasai tubuhnya untuk melakukan apa saja sehingga kehadirannya lebih bermakna. Makna kehadiran desa pun akan paralel dengan sejauh mana kualitas jiwa yang ada mampu mengolah jiwa sehingga jiwanya mampu menghadirkan manfaat bagi warganya. Untuk mewadahi dan menyempurnakan kualitas jiwa desa, desa membutuhkan sesuatu yang sangat berharga, yaitu : kewenangan !

Menyadari arti dan makna kewenangan bagi desa sebagai jiwanya (ruhnya) desa, maka pemerintah sebagai penyelenggara negara telah memberikan sesuatu yang sangat berharga itu kepada seluruh desa di Indonesia.  Dan bergembiralh rakyat desa karena Permendagri No 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa telah diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri pada 30 Juni 2016.

Tantangan terberat dalam membangun sikap santun pemerintah terhadap desa, demikian pula masyarakat sendiri dan lembaga swasta terhadap desa, adalah menyamakan persepsi dalam memahami substansi dan konstruksi bangunan desaa. Tantangan terberat berikutnya adalah minim dan mahalnya media komunikasi pembangunan untuk mengkomunikasikan substansi itu.

“Kewenangan adalah basis semua aktivitas dan kegiatan yang ada di desa. Baik yang dilakukan di sini (Kemendagri) maupun di Kemendes. Kalau kewenangan tidak dapat dipahami dengan baik, maka akan percuma. Apapun yang diberikan kepada desa termasuk bantuan dalam bentuk dana baik dari pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dan dari sumber lainnya akan sia-sia kalau tidak dikonstruksikan dalam konteks meletakkan kewenangan yang sebenarnya sesuai dengan UU. Kewenangan desa jangan dipahami seperti kewenangan yang diberikan pemerintah kepada pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan”, ungkapnya Aferi.

“Kewenangan desa itu mengacu kepada empat kewenangan sebagaimana yang diatur dalam UU Desa, yaitu kewenangan asal usul, kewenangan lokal skala desa, kewenangan penugasan dan kewenangan penugasan lain. Dua kewenangan pertama adalah kewenangan penyelengaraan  urusan untuk mengatur kepentingan masyarakat yang tidak ada batasannya.

Dan dua kewenangan terakhir adalah metode pelaksanaan urusan pemerintahan yang ditugaskan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota kepada desa.  Itupun tidak serta dengan hanya memberikan program dan menyertakan angarannya, kemudian desa tinggal laksanakan. Tetapi harus masuk dalam proses perencanaan pembangunan desa”,  lanjut Aferi.

Terjadinya ketidakharmonisan antara program dari pusat, provinsi maupun kabupaten/kita terhadap desa selama ini, adalah salah satu akibat dari  sikap sektor yang belum memahami desa secara kritis sesuai dengan UU Desa. Masing-masing pihak masih asyik dengan persepsi dan paradigmanya dalam mahami desa.


Sumber http://www.binapemdes.kemendagri.go.id/

40 BUMDes Raih Omzet Ratusan Juta Hingga Rp8 Miliar Per Tahun

http://www.kemendesa.go.id/assets/images/artikel/IMG_9007.JPG
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Sandjojo saat membuka acara Rembuk Desa Nasional di Jakarta, Senin (07/11)
JAKARTA - Jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menanjak tajam dari 1.022 unit pada Tahun 2015 lalu, menjadi 12.848 unit tahun ini. Sedikitnya ada 40 di antaranya bahkan mampu meraih omzet antara Rp300 Juta hingga Rp8 Miliar per tahun.

Terkait hal tersebut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo mengatakan, ada banyak peluang kerjasama dan sinergi yang bisa dilakukan antara BUMDes dengan badan-badan usaha besar lain, seperti BUMN dan perusahaan swasta. Ia juga menegaskan, bahwa tak ada satupun lembaga ekonomi maupun koperasi yang bertentangan dengan BUMDes.

“Semuanya saling melengkapi untuk menggerakkan ekonomi desa. BUMDes dapat bekerjasama dengan koperasi atau membentuk unit usaha koperasi sebagai bagian dari unit usaha yang dikelola BUMDes,” ujar MenteriEko.

Menurutnya, keuntungan BUMDes hadir sebagai misi ekonomi dan sosial. BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten misalnya, yang telah berhasil meraih omzet Rp8,2 Miliar per tahun.

“BUMDes Ponggok selain memiliki misi untuk meningkatkan pemasukan APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa), juga menyimpan misi sosial untuk membantu warga miskin, jompo, yatim piatu, dan beasiswa untuk mahasiswa dari desa setempat,” ungkapnya.

Menteri Eko melanjutkan, untuk memperkuat kelembagaan dan peran BUMDes dalam menggerakkan ekonomi desa, Kemendes PDTT telah bekerjasama dengan Kementerian BUMN untuk mengembangkan HoldingBUMDes. Tujuannya adalah untuk mengkonsolidasikan aset BUMDes, meningkatkan pengawasan, mendukung penguatan manajemen dan kelembagaan BUMDes melalui dukungan teknis, fasilitasi permodalan dan jaringan kerjasama.

Untuk itu Kemendes PDTT menggelar Rembuk Desa Nasional yang dibuka kemarin malam di Jakarta (07/11). Kegiatan tersebut digelar, dalam upaya memajukan ekonomi dan pemerataan di desa-desa, Kemendes PDTTsemakin serius mendorong lahirnya BUMDes–BUMDes baru. Dalam rembuk desa nasional tersebut, juga diberikan apresiasi terhadap BUMDes terbaik.

Adapun peghargaan terhadap BUMDes terbaik sesuai kategori tersebut di antaranya, Kategori Kreatif BUMDes Karya Jaya Abadi – Kalimantan Tengah, Kategori Berkembang BUMDes Mandiri Bersatu – Lampung, BUMDes Mandala Giri Amertha – Bali, Kategori Trendy BUMDes Tirta Mandiri Ponggok – Jawa Tengah, Kategori Eco – Agriculture BUMDes Amanah – Kalimantan Timur.

Kategori Inovatif, BUMDes Lentera – NTB, BUMDes Aneotob NTT, BUMDes Mandiri – Sumatera Utara, Kategori Partisipatif BUMDes Blang Krueng – Aceh, BUMDes Mattiro Bulu – Sulawesi Selatan.

Selanjutnya Kategori Rintisan Handycraft-Kerajinan Desain, BUMDes Tammangalle Bisa – Sulawesi Barat, Kategori Rintisan Berkembang, BUMDes Tunas Jaya Sasak – Sumatera Barat, BUMDes Karya Usaha – Bengkulu, BUMDes Cahaya Makmur – Sulawesi Tengah, Kategori Rintisan Tourism-Natural BUMDes Andal Berdikari – Bangka Belitung, Rintisan Eco-Agriculture BUMDes Maju Makmur – Jawa Timur, Kategori Rintisan Partisipatif BUMDes Bebedahan Berkah – Banten.

Minggu, 06 November 2016

Benarkah Bupati MKP Akan Pecat Pejabat Pungli? Ini Pengakuannya

http://radarmojokerto.jawapos.com/imgs/2016/11/2262_19079_2203_19020_pungli.jpg
LAWAN PUNGLI: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa
MOJOKERTO – Pungutan liar di Kabupaten Mojokerto menjadi atensi serius Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). Ia mengancam, bakal melakukan pemecatan jika menemukan aksi pungli di pemerintahannya.

Hal itu ditegaskan MKP usai melantik 39 kepala desa di Pendapa Majatama, Kabupaten Mojokerto, kemarin pagi. ’’Jangan sampai ada tarikan apa pun. Apalagi atas nama saya,’’ ujar dia.

Bagi MKP, keberhasilan pembangunan di Kabupaten Mojokerto memang kerap dimanfaatkan oleh sejumlah pejabat untuk mengais keuntungan pribadi. Bahkan, saat melakukan pungli pun kerap mencatut namanya.

Bupati dua periode ini menambahkan, pungli memang sudah menjadi adat dan budaya yang salah. Pungli kerap dianggap sebagai ucapan terima kasih. ’’ Kalau hanya sekadar rokok, maka itu budaya kita,’’ paparnya.

Meski dinilai wajar, namun MKP menyebut akan terus mengikisnya hingga habis. Sehingga Kabupaten Mojokerto menjadi bersih dari aksi pungli. ’’RI-1 saja mengatakan Rp 5 ribu diusut,’’ tegasnya.

Pungli yang kedua, ujar MKP, justru kian parah dan tak bisa diampuni. Yakni meminta jatah dalam jumlah besar dan mencekik masyarakat. ’’Tapi kalau sampai merampok,&nbspnekek(mencekik) sampai ngidek gulu (menginjak leher), nah ini yang salah dan harus diluruskan,’’ imbuh MKP.
Ia pun meminta agar masyarakat segera melapor ke dirinya atas temuan pungli tersebut. Ia pun mengancam akan langsung melakukan pemecatan. Serta memberikan reward dalam jumlah yang sangat besar.

Sementara itu, Inspektur Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi, mengatakan, saat ini ia tengah sibuk membentuk tim Sapu Bersih (Saber) Pungli. Tim itu, diantaranya dipimpin Bupati, Sekda, Inspektorat, dengan anggota Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP). ’’Sedang diajukan,’’ papar dia.

Tim Saber Pungli yang dimaksudkan Bambang, nantinya memelototi, bergerak, dan menindak berbagai aksi pungutan yang tak mendasar terhadap aturan.

Seperti yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 180/3935/SJ tentang Pungli dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam surat itu disebutkan, sejumlah pelayanan yang rawan terhadap keberadaan pungli.

Yakni, penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Penerbitan Izin Gangguan, Penerbitan Izin Trayek, Penerbitan Izin Tambang,  Penerbitan Izin Perhubungan Darat, Laut dan Udara, rekomendasi tidak sengketa tanah, dan penerbitan izin usaha.

Sedangkan, di sektor bantuan, tim Saber Pungli harus memelototi pencairan hibah bansos dan pemotongan bansos. Di Kepegawaian, difokuskan di proses mutasi pegawai, kenaikan pangkat, promosi jabatan dan pemotongan gaji guru, tenaga kesehatan dan pegawai tidak tetap.

Di bidang pendidikan, tim Saber Pungli harus memiliki tupoksi pengawasan terhadap pencairan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pemotongan uang makan guru.

Sedangkan, di sektor pelayanan publik, tim memiliki tugas pengawasan terhadap penyaluran raskin, pelayanan administrasi kependudukan dan catatan sipil, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta pelayanan di Samsat.