Jumat, 01 April 2016

Kemendesa akan Tambah 18 Ribu Pendamping Desa Baru

Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Masyarakat Desa (PPMD) Kemendes PTT, Ahmad Erani Yustika
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PTT) segera membuka rekrutmen pendamping desa pada April mendatang. Rekrutmen memberi peluang kepada 18 ribu calon pendamping desa baru.


Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Masyarakat Desa (PPMD) Kemendes PTT, Ahmad Erani Yustika, mengatakan, rekrutmen bagi para pendamping desa yang baru akan dibuka sekitar awal April mendatang. 

Sebelumnya, Kemendes PTT telah menyelesaikan rekrutmen sekitar 24.000 pendamping desa pada 2015 lalu.Kami akan membuka proses rekrutmen untuk tahun ini. Kebutuhan tenaga pendamping desa memang tinggi. Sebab, idealnya satu pendamping mengampu satu desa," ungkap Ahmad ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/3).

Saat ini, satu pendamping masih mengampu empat desa. Dengan adanya rekrutmen baru, diharapkan pendamping dapat bekerja secara ideal, yakni mengampu dua hingga tiga desa saja.

"Dua kali rekrutmen sebetulnya belum ideal dari segi jumlah. Jika ingin ditambah, masih terkendala anggaran. Tahun depan kami baru dijanjikan menambah pendamping desa untuk proporsi satu pendamping mengampu dua desa," lanjut Ahmad.

Dia menambahkan, para pendamping desa periode sebelumnya berasal dari eks pendamping program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM). Hingga akhir Maret 2016, ada 10.600 eks pendamping PNPM yang telah menyelesaikan masa tugasnya.

Kamis, 31 Maret 2016

Penyaluran Dana Desa Tahap I Baru Rp 7 Triliun

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVMCTTvADZ7UTxLB-qRjJavgLHNX5S4vKpvBnrA_-LCSoBwHwncCSASGFGahrP6iEHqIMI4cOfABA7e4VzHhM59ERKxYovks4oWPRvBTBPeUqiwJCG87aMwGSCAcurqgs8AridZV3HWIQ/s320/pencairan+dana+desa.jpg
ilustrasi
JAKARTA. Pemerintah pusat akhirnya merealisasikan penyaluran dana desa tahap pertama kepada pemerintah desa pada 29 Maret 2016. Namun, realisasi penyaluran tersebut masih sangat rendah, yaitu baru sekitar 25% dari target penyaluran tahap pertama dan baru 15% dari pagu dana desa tahun ini.

Direktur Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Boediarso Teguh Widodo mengatakan, pihaknya telah melakukan penyaluran dana desa ke rekening kas umum daerah (RKUD) untuk tahap pertama sebesar Rp 7,07 triliun. 

Dana sebesar itu, disalurkan hanya untuk 102 daerah dari 434 daerah yang seharusnya menerima dana desa.Boediarso memperinci, penyaluran dana desa tahap pertama tersebut dilakukan dua kali. Pertama, pada 29 Maret 2016 untuk 55 daerah senilai Rp 3,53 triliun. Kedua, pada 30 Maret 2016 untuk 47 daerah yang telah memenuhi persyaratan senilai Rp 3,54 triliun.

Meski penyalurannya telah direalisasikan, diakui Boediarso cukup rendah. Ia menjelaskan, rendahnya penyaluran dana desa tahap pertama lantaran banyaknya daerah yang belum melengkapi persyaratan yang diminta.Adapun persyaratan yang harus dipenuhi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota, yaitu menyampaikan Peraturan Daerah mengenai APBD, Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota tentang Pedoman Pembagian dan Penetapan Dana Desa untuk Setiap Desa, dan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan dana desa tahun 2015.

"Kemkeu akan melakukan penyaluran dana desa tahap pertama kepada daerah begitu mereka telah memenuhi persyaratan penyaluran dana desa seperti ditetapkan dalam peraturan yang berlaku," kata Boediarso kepada KONTAN, Kamis (31/3).

Padahal, pemerintah menargetkan penyaluran pada tahap pertama Maret ini sebesar 60% dari pagu dana desa 2016 Rp 46,9 triliun atau Rp 28,14 triliun. Sementara sisanya, sebesar 40% atau Rp 18,76 akan disalurkan pada tahap kedua nanti, yaitu pada minggu kedua Agustus mendatang.Penyaluran dua tahap tersebut dialukan sesuai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2016 pada 29 Maret 2016. 

Payung hukum tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Terkendala Aturan, Pencarian Dana Desa Diundur


http://cdn-tin.timestechnet.com/images/2016/01/18/dfYFsw.jpg
Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi
Jakarta – Pemerintah berkomitmen untuk membangun bangsa mulai dari desa. Maka tak ayal, pemerintah menggelontorkan dana hampir Rp1 miliar per desa agar ekonomi daerah bisa berkembang. Namun begitu, dana yang diharapkan masyarakat belum juga kunjung cair.

Menurut Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi, pencairan dana desa mundur yang sebelumnya pertengahan Maret menjadi awal April karena terbentur regulasi. "Pencairan dana desa memang tidak berjalan sebagaimana mestinya karena terkendala aturan yakni revisi Peraturan Pemerintah 22/2015." ujarnya di Jakarta, Selasa (29/3).

Baca juga PP Nomor 8 Tahun 2016 ttg Perubahan Kedua atas PP No.60 Tahun 2014 ttg Dana Desa yang bersumber dari APBN

Peraturan Pemerintah tersebut berfokus pada jumlah tahapan dana desa, yang sebelumnya tiga tahapan menjadi dua tahapan. Dengan demikian diharapkan penyerapan dana desa bisa maksimal. "Regulasi mengenai hal itu baru saja selesai. Pembahasan mengenai revisi PP ini lintas kementerian sehingga membutuhkan waktu dalam proses revisinya," katanya.

Pada tahun sebelumnya, penyaluran dana desa dilakukan tiga tahap yakni April (40 persen), Agustus (40 persen) dan Oktober (20 persen). Sementara, penyaluran dana desa pada tahun ini hanya dua kali yakni April (60 persen) dan Agustus (40 persen). "Insya Allah, awal April kami akan mencairkan dana desa tersebut," kata dia.

Alokasi dana desa pada tahun ini mengalami peningkatan, dari sebelumnya Rp20,7 triliun menjadi Rp46,9 triliun. Setiap desa akan mendapatkan dana sebesar Rp700 juta hingga Rp800 juta. Sedangkan pada tahun sebelumnya hanya Rp250 juta hingga Rp300 juta.

Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, pembangunan sarana-prasarana desa, serta peningkatan kapasitas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) serta koperasi. Anwar juga meminta masyarakat untuk ikut serta dalam pengawasan dana desa sehingga penggunaannya benar-benar dapat dirasakan masyarakat desa.

Sementara itu, untuk mengawasi pencairan dana desa, pemerintah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerjasama dengan sejumlah instansi untuk mengawasi alokasi dan pencairan dana desa di tingkat pusat. Kerjasama itu dilakukan dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKB), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Tramsigrasi (Kemendes PDT), dan Kementerian Keuangan.

Menurut Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, KPK tidak akan melakukan pemeriksaan atau pengawasan di tingkat desa. Karena sifat dana desa ini lebih‎ kecil di desa, tapi begitu besar secara nasional. "Kita akan bantu instansi terkait di tingkat pusat untuk membangun sistem pengawasan dan seterusnya," katanya.

Selain melakukan pengawasan, menurut Pahala, lembaga antirasuah ini juga fokus dalam pengetatan penggunaan dana desa. Dia menilai, pengetatan tersebut diperlukan agar dana desa dapat dimanfaatkan dengan optimal. "Jadi jangan sampai dana desa keluarnya cuma (untuk pembangunan) gapura sama pagar atau jalan saja. Itu ada program pengembangan kapasitas aparat desa yang dilakukan Kemendagri bersama-sama Kementerian Keuangan juga," ujar Pahala.

Pahala mengungkapkan dari kajian awal terhadap dana desa tahun 2015, KPK sudah menemukan sejumlah permasalahan. Salah satunya adalah mengenai sisa dana bergulir dari PNPM sebesar Rp12,6 triliun yang masih perlu diselesaikan kepemilikannya. "Dan ada beberapa (persoalan) teknis lain, terutama akuntabilitas atau pelaporan keuangan dana desa," tukasnya.

Menteri Desa, Marwan Jafar mengingatkan pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana desa harus bersifat padat karya dan tidak boleh dikontrakan. "Pembangunan infrastruktur dengan dana desa harus melibatkan masyarakat desa setempat supaya masyarakat benar-benar menikmati dana desa," katanya.

Selain itu, katanya untuk pembelian material diusahakan juga dari desa setempat, kecuali di desa tersebut tidak ada. "Jadi membeli pasir atau batu dari desa setempat supaya uang berputar di desa tersebut," katanya. Ia menuturkan prioritas penggunaan dana desa untuk membangun infrastruktur dasar desa seperti jalan, irigasi, dan talud. Hal ini tidak boleh diganggu gugat dan dana desa tidak boleh untuk membangun kantor desa.

Dia mengatakan jika infrastruktur dasar desa sudah baik, dana desa bisa digunakan untuk membangun sarana dan prasarana desa, misalnya posyandu, poliklinik desa, dan PAUD. Opsi ketiga, katanya dana desa untuk peningkatan kapasitas ekonomi desa, misalnya untuk BUMDes, koperasi desa, toko-toko desa, dan pertanian desa. Menurut dia dana desa setiap tahun akan naik secara signifikan.

Soal Status Kontrak Pendamping Desa Eks PNPM, Ini Penjelasan Kemendes


http://images.detik.com/community/media/visual/2016/03/30/6a87cd0d-f1df-42d2-83fd-895f1f118064.jpg?w=780&q=90
Dirjen PPM Ahmad Erani Yustika

Jakarta - Ribuan tenaga pendamping dana desa eks Program Nasional Pemberdayaan Mandiri (PNPM) mengeluhkan proses rekrutmen yang dinilai tak transparan. Selain itu, pendamping dana desa eks PNPM ini terancam tak diputus kontraknya jika tak lolos seleksi.

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDDT) Ahmad Erani Yustika menjelaskan pihaknya sudah melakukan sesuai aturan mengacu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Bahwa kementerian ini melakukan rekrutmen terbuka untuk pendamping desa baik di kabupaten, kecamatan. Pendamping lokal desa itu mandat undang-undang harus terbuka transparan dan adil itu juga kami lakukan dalam waktu tidak lama lagi untuk proses rekrutmen gelombang kedua," kata Ahmad Erani di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2016).

Erani menambahkan Kemendes PDDT tak pernah melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap pendamping dana desa. Terkait kontrak pendamping dana desa termasuk eks PNPM mengikuti aturan sesuai undang-undang. Setiap tahun selalu diperbarui dengan mengikat kontrak pada bulan Desember. Pendamping dana desa yang dikontrak ini sudah mengikuti proses seleksi.

"Kalau kontrak, semua sudah mengikuti proses rekrutmen. Kami adakan sebagaimana lazim kontrak dilakukan pemerintah. Itu selalu diperbarui setiap tahun jadi kontrak nanti dilakukan 31 desember 2016 setelah itu diperpanjang 2017. Itu hal yang berlaku sebagaimana lazimnya eks PNPM lalu," sebutnya.

Kemudian, dia memberi penjelasan terkait status pendamping dana desa yang terakhir dikontrak pada Desember 2014. Hal ini termuat dalam 
Berita Acara Serah Terima Barang/Pekerjaan (BAST) dari Kementerian Dalam Negeri kepada Kemendes PDDT. Status berakhhirnya kontrak pendamping dana desa ini tercantum dalam BAST 100/1694/SJ dan Nomor 01/BA:M-DPDTT/IV/2015. Dengan adanya surat ini, ditegaskan bila bukan Kemendes yang menghentikan program PNPM.

"Salah satu bunyi BAST dalam serah terima huruf G poin satu PNPM mandiri pendesaan tahun 2014 berakhir 31 Desember 2014. Dengan tidak ada kebijakan tahun 2015 karena kewenangan ganti pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) tidak dapat lagi menjamin kucuran ada dana PNPM mandiri sehingga pendamping otomatis berhenti 31 Desember 2014. Hal ini bersamaan berakhir tenaga kontrak kecamatan kabupaten dan konsultan tingkat provinsi dan desa," tuturnya.

Menurutnya, pada periode pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2007 memiliki program yang disebut PNPM Mandiri Pedesaan. Di program ini, terdapat sub kegiatan yang bertujuan untuk percepatan pembangunan pedesaan. Dalam program ini,  memunculkan 2 istilah pendamping dana desa yaitu fasilitator kabupaten/kota serta fasilitator kecamatan.

"Mereka direkrut dan dikontrak sejak 2007 dan berakhir pada Desember 2014 seiring berakhirnya program PNPM," tuturnya.

Lalu, kemudian pada 1 Juli 2015, Kemendes PDDT di bawah pimpinan Marwan Djafar kembali mengaktifkan kembali eks PNPM. Upaya ini dilakukan dengan menjadikan fasilitator kabupaten sebagai tenaga ahli desa di kabupaten serta fasilitator kecamatan selaku pendamping dana desa.

Dijelaskan Erani, alasan Kemendes PDDT menghidupkan kembali program tersebut. Salah satunya karena Kementerian Keuangan sudah mengucurkan dana desa tahap pertama.
"Sehingga butuh pengawasan dan pendampingan. Sementara pada fase itu, kami masih dalam proses mempersiapkan rekrutmen pendamping dana desa yang baru. Nah, untuk kekosongan ini, kami putuskan untuk aktifkan kembali eks PNPM," tuturnya.

Soal kontrak pendamping dana desa eks PNPM ini berlaku 1 Juli sampai 31 Oktober 2015.  Masa waktu selama empat bulan ini karena asumsi proses rekrutmen pendamping dana desa yang dilakukan pemerintah provinsi sudah selesai. Tapi, karena belum selesai, maka Kemendes PDDT memperpanjang kontrak eks PNPM sampai 31 Desember 2015.

Namun, sampai 31 Desember 2015 juga belum sepenuhnya selesai. Pasanya, masih ada 7 provinsi yang belum rampung dalam proses rekrutmennya. 

"Maka kami putuskan untuk memperpanjang kontrak kembali hingga 31 Maret 2016. Sekarang, proses rekrutmen sudah selesai sepenuhnya. Artinya kontrak eks PNPM sudah berakhir 31 Maret 2016," paparnya.

Rabu, 30 Maret 2016

Per 1 April, Rekam dan Cetak KTP El Bisa Dimana Saja

http://www.kemendagri.go.id/media/article/images/2016/03/29/f/1/f1341fc8-48a0-4066-bfb2-a06fe934f373_3.jpg
Ditjen Dukcapil Kemendagri,  Zudan Arif Fakrulloh

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) lewat Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) akan memberlakukan kebijakan soal perekaman KTP elektronik. Mulai mulai 1 April 2016 masyarakat bisa melakukan perekaman dan percetakan KTP el di luar wilayah domisilinya.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, proses pembuatan e-KTP sangat mudah. 

Masyarakat bisa membawa KTP lama ke kantor kelurahan, kecamatan atau Dinas Dukcapil terdekat.
"Jadi tak usah repot harus melakukan perekaman atau percetakan KTP el di kampung halamannya," tegas Zudan di Kantor Ditjen Dukcapil Kemendagri, Jakarta Selatan, Senin (28/3/2016).

Mekanismenya, mula-mula masuk ruang sesi pemotretan, lalu dilanjutkan rekam 4 sidik jari masing-masing tangan. Setelah itu, merekam sidik jempol tangan kanan dan kiri lalu sidik jari telunjuk kanan dan kiri. Proses yang terakhir yakni merekam iris mata. Setelah itu tandatangan elektronik.

Selain itu, ia berencana untuk menyesuaikan SOP antara mencetak karena rusak dengan mencetak karena hilang dan nantinya akan dibuatkan loket khusus. Proses ini pun juga tidak akan memakan waktu yang lama. Bahkan, bisa dilakukan di luar daerah domisilinya.

"Kalau sudah pernah dicetak mengubahnya cepat sekali. Tidak ada alasan bagi daerah untuk mencetaknya lama, SOP-nya akan kita sesuaikan, " jelas Zudan.

Ia menambahkan, selain mempermudah pembuatan dan perbaikan e-KTP, proses pengurusan surat pindah tempat tinggal pun sudah tidak ribet lagi. Cukup hanya dengan menyertakan Surat Keterangan Pindah (SKP WNI).

"Perpindahan penduduk perlu SKP WNI tidak boleh disertakan PBB. Di DKI masih mensyaratkan SKCK, Padahal penduduk boleh saja pinah dari daerah satu ke daerah lain, nantinya biar dia dibina petugas di daerah itu," tandasnya.

Zudan juga mengingatkan bahwa KTP Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) sudah tidak berlaku lagi dan bagi yang masih menggunakan KTP lama bisa dipidana dan sifatnya umum.

“Bisa saja polisi yang menangkap orang yang masih menggunakan KTP SIAK. Kami tidak mau hal ini terjadi, kami terus sosialisasikan hal ini," tambahnya.

Sumber http://www.kemendagri.go.id/

Pemilihan Lewat E-voting dan E-rekapitulasi Harus Berawal di Pilkades

http://www.kemendagri.go.id/media/article/images/2016/03/29/e/-/e-voting_1.jpg
ilustrasi
JAKARTA – Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah melakukan kajian penyelenggaraan e-voting dan e-rekapitulasi untuk pemilihan umum. Namun konsep tersebut sebaiknya digagas terlebih dahulu pada tingkat pilkades.

Kapuslitbang Otonomi Daerah, Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Syabnikmat Nizam mengatakan, penyelenggaraan e-voting dan e-rekapitulasi ini bisa menjadi ajang untuk mempersiapkan saranan dan prasarana pada tingkatan bawah.

“Jadi pas penerapan di kabupaten/kota, provinsi dan nasional, sudah siap semuanya di 2019 nanti,” kata Nizam, Selasa (29/3).

Perlunya mengawal pilkades secara e-voting dan e-rekapitulasi, kata dia sekaligus untuk membenahi data kependudukan. Sebab, pertumbuhan penduduk terus mengalami  perubahan. Dalam satu tahun itu, menurut dia, ada 5 juta warga baru yang memasuki usia 17 tahun.

Dirinya menyoroti komitmen Kepada Daerah sebagai tonggak awal untuk mendorong terwujudnya pemilihan kades dengan menggunakan alat yang merupakan hasil kemajuan teknologi. Hingga saat ini dari kurang lebih 70 ribu Desa di Indonesia baru ada 412 yang memanfaatkan e-voting.

Mekanisme e-rekapitulasi sendiri dinilai dapat meminimalisir kecurangan di tingkat kelurahan dan kecamatan. Belum lagi, hasil dari pemilihan tersebut juga bisa langsung dilihat. Teknisnya nanti, kata Nizam adalah menggunakan sim card, jadi hasil e-voting tersebut langsung dikirim ke pusat.

Selasa, 29 Maret 2016

Cek Identitas, Buka Saja Laman Resmi Dukcapil, Bukan Aplikasi CEK KTP

ilustrasi
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuka layanan cek KTP melalui website resminya di http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/. Dengan memasukan nomor induk kependudukan (NIK) masyarakat bisa melihat data kependudukan mereka sesuai dengan KTP masing-masing.

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pengecekan NIK tersebut bisa dilihat hanya melalui website. Aplikasi di telepon pintar (smartphone) bernama Cek KTP, kata dia bukanlah aplikasi resmi pemerintah sehingga datanya tak valid.

“Kalau mau cek KTP, hanya bisa di website. Sejauh ini, Kemendagri memang belum menyediakan aplikasi untuk telepon pintar, karena keamanan data harus terjamin,” kata Zudan, Selasa (29/3).

Dia memastikan bahwa hingga saat ini, keamanan Data Center Kemendagri tak terjadi kebocoran data. Namun, ia juga memastikan data yang dipakai aplikasi pada telepon pintar itu bukan berdasarkan data Kemendagri sehingga wajar masyarakat tak menemukan identitasnya di sana.
Zudan menambahkan, informasi ini perlu disampaikan kepada publik, karena banyak komplain yang diterimanya terkait ketidakakuratan aplikasi tersebut. Selain itu, aplikasi tersebut dinilai tak memperbaharui data, makanya banyak orang dengan NIK KTP El tak terbaca di aplikasi tersebut.

“Misalnya, penduduk yang baru memiliki KTP El, lalu mereka memasukan NIK mereka di aplikasi tersebut, maka tidak akan keluar identitas mereka, karena mungkin saat aplikasi ini dibuat usia mereka belum sampai 17 tahun,” ujar Zudan.

Sekdes di Kabupaten Mojokerto Yang Berijazah SMA Terancam Pensiun Dini

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS_OQuanI38wpovFUFdRNreqVBElSe9G42QXPogRY6meejoXQyewA
ilustrasi
MAJA mojokerto | Sekretaris Desa (Sekdes) di Kabupaten Mojokerto yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) terancam pensiun Dini. Sebab banyak Sekdes yang bersatus PNS, namun hanya berijazah SMA sederajat.

Kalau memang Pemerintah Kabupaten Mojokerto menerapkan rasionalisasi PNS sesuai instruksi Menteri PAN-RB, maka mungkin tidak mungkin banyak Sekdes yang pensiun dini. 
Baca juga : Sekdes siap ajukan pensiun dini

Susantoso - Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Pemkab Mojokerto kepada Budi Prasetyo – Reporter Maja FM, (29/03/2016) mengatakan, pihaknya masih menunggu surat resmi dari pemerintah pusat, soal rasionalisasi atau pengurangan PNS yang berijazah SMA dan kinerjanya jelek.

“Belum, kami masih menunggu aturan pastinya dari pusat. Ya kita lihat saja nanti mekanismenya seperti apa. Termasuk mekanisme pensiun maupun uang pensiun mereka”, ujarnya.
Seperti diketahui, total Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Mojokerto hampir mencapai 12 ribu orang. Namun jumlah PNS yang berijasah SMA ke bawah ternyata lebih dari 2 ribu pegawai.

Baca juga : Nasib PNS berijazah SD-SMA di tangan Kepala Daerah

Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perangkat Desa khususnya pasal 31 menyatakan bahwa sekretaris desa yang berstatus PNS tetap melaksanakan tugas sampai diatur penempatannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk membuat regulasi tentang pemindahan sekdes PNS dari pemerintah desa ke SKPD atau tempat yang sesuai perundangan.

Sumber :
  1. http://www.majamojokerto.com/
  2. Perda Nomor 2 Tahun 2015

Minggu, 27 Maret 2016

Mendagri Ingatkan Pendamping Desa Harus Warga Lokal

http://www.kemendagri.go.id/media/article/images/2016/03/23/i/m/img-20160224-wa0005_1.jpg
Mendagri Tjahyo Kumolo
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo kembali mengingatkan agar pendamping desa harus dari masyarakat setempat. Sebab, mereka harus lebih memahami kondisi wilayah baik dari segi budaya, agama, kebiasaan, dan adat istiadat.

Tjahjo menjelaskan, pendamping desa ini bertanggung jawab terhadap perangkat desa, khususnya bagaimana pemerintah desa bisa memahami tugas yang diemban.

“Belum tentu ada desa mau dapat pendamping dari orang sembarang,” ujar dia, Rabu (23/3)
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam hal ini akan memberikan pelatihan kepada mereka, perangkat desa, seperti manajemen perencanaan dan pertanggung jawaban dana desa.

“Menyangkut pertanggungjawaban kepada keuangan itu harus sudah paham, kan rata-rata sekarang sudah 600 juta tiap tahun naik belum lagi tambahan dari Kementerian lain itu sudah kami laksanakan bertahap,” ungkap Tjahjo.

Jadi para perangkat desa ini tak hanya melaksanakan tugas Bupati saja. Namun sekarang harus mampu mengatur keuangannya sendiri, meski ada pendamping desa.

Dengan menjadi, manager bagi desanya sendiri. Mereka bisa memanfaatkan segala bentuk kekayaan alam desa dan menggunakannya dengan baik. Seperti memanfaatkan air sungai dari desa itu untuk pembuatan jalan tanpa harus membeli.

“Manager itu harus tau semuanya bukan pelaksana Bupati. Manager pembangunan, manager pemerintahan, manager yg harus menggerakan mengorganisir masyarakat di desa,” tegas Tjahjo.

Disamping dari tanggung jawab kepala desa ini, pendamping desa juga harus dapat melakukan pendataan sejak dini mengenai anggaran desa dan Tjahjo pun memberikan nasehat jangan sampai nanti ada perangkat desa yang terjerat hukum setelah selesainya program dana desa ini.

Pendamping desa ini juga nantinya akan diberi tanggung jawab untuk menyusun Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ).

Sumber http://www.kemendagri.go.id/

Kades Keluhkan Kinerja Petugas Pendamping Desa

http://images.harianjogja.com/2012/10/perangkat-desa-rei-370x277.jpg
ilustrasi

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Kinerja petugas pendamping desa yang belum maksimal dikeluhkan oleh perangkat desa. Akibatnya pihak desa lebih banyak kerja sendirian dalam upaya penggunaan dana desa yang digelontorkan Pemerintah Pusat.

Salah satu keluhan tentang petugas pendamping desa disuarakan oleh Kepala Desa Banyusoco, Kecamatan Playen Sutiyono. Menurut dia, keberadaan petugas itu kurang maksimal dalam menjalankan perannya, karena fokus pekerjaan tidak hanya menyasar ke satu desa.

Sebagai akibatnya, pihak desa merasa bekerja sendirian untuk mewujudkan penyerapan dana desa semaksimal mungkin. Sutiyono mencontohkan, sepanjang tahun lalu hanya sekali bertemu dengan petugas pendamping desa, itu pun hanya sekadar meminta Surat Pertanggungjawaban kegiatan.

“Namanya pendamping harusnya mengawal sejak awal hingga program berakhir, tapi kenyataan di lapangan tidak seperti itu,” kata Sutiyono, Selasa (23/3/2016).

Dia mengakui, implementasi Undang-Undang No.6/2014 tentang Desa berdampak terhadap makin besarnya dana yang diterima di masing-masing desa. Di satu sisi, upaya ini memberikan dampak yang positif, tapi tidak jarang pula membuat urusan desa menjadi lebih komplek dan rumit.

Untuk itulah dibutuhkan peran dari pendamping desa. Sebab, kata Sutiyono, petugas itu dibutuhkan untuk memberikan bantuan pemikiran atau pun solusi saat desa menghadapi suatu masalah.

“Jujur saat penyusunan pertanggungjawaban Dana Desa kami sempat mengalami masalah, dan harusnya mereka [pendamping desa] bisa memberikan solusi,” ungkapnya.

Ke depannya, Sutiyono meminta pendamping desa yang ditugaskan harus mengenal karakteristik dan seluk beluk desa. langkah itu sangat penting untuk memaksimalkan perannya dalam tugas pendampingan.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Gunungkidul Rakhmadian Wijayanto tidak menampik adanya keluhan yang disuarakan pihak desa mengenai kinerja pendamping desa. menurut dia, ada beberapa faktor yang membuat tugas pendampingan itu jadi kurang maksimal.

Beberapa faktor itu antara lain, masih minimnya petugas pendamping desa. Tidak dipungkiri, jumlah pendamping saat ini belum standar karena dari 144 desa hanya didampingi oleh 40 petugas.

“Idealnya satu pendamping satu desa. Tapi kenyataanya, satu petugas melakukan pendampingan untuk dua atau tiga desa sehingga perannya kurang efektig karena fokus yang terpecah-pecah untuk beberapa  desa,” kata Rakhmadian.

Masalah lain yang membuat pendampingan kurang maksimal dikarenakan banyak petugas yang berasal dari luar daerah. Meski terkesan sepele, namun asal usul petugas sangat penting karena bisa memudahkan dalam pelaksanaan tugasnya.

“Semua faktor mungkin bisa jadi penentu, tapi yang paling penting terletak di komunikasi. Saya yakin kalau itu bisa dibentuk maka keluhan-keluhan yang ada bisa dikurangi,” tutur dia.

Sumber http://www.harianjogja.com/