Jumat, 19 September 2014

Presiden SBY Cabut Keppres 55/1972, Hansip Kini Tingal Kenangan

AMT_7786.JPG (673×373)
Petugas pertahanan Sipil atau Hansip membantu petugas KPPS dalam menjaga keamanan selama berlangsungnya proses pemungutan suara dalam simulasi pengamanan TPS di Mapolda Metro Jaya, Jakarta
Liputan6.com, Jakarta - Presiden SBY melalui Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2014, yang ditandatanganinya pada 1 September 2014, mencabut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penjempurnan Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip) dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat (Wankamra) Dalam Rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata.

"Organisasi Pertahanan Sipil dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakyat dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat," demikian bunyi diktum pertimbangan Perpres No. 88 Tahun 2014 itu seperti dikutip dari setkab.go.id, Kamis (18/9/2014).

Pertimbangan pencabutan Keppres Nomor 55 Tahun 1972 itu juga dimaksudkan untuk mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010, yang menyebutkan tugas dan fungsi yang berkaitan dengan ketertiban umum, ketentraman masyarakat, dan perlindungan masyarakat saat ini sudah dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

"Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2014 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 2 Perpres yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin pada 3 September 2014 itu.

Keppres No. 55/1972

Sebelumnya dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 disebutkan, seluruh rakyat atas dasar kewajiban dan kehormatan, dan sesuai dengan kemampuan individualnya harus diikutsertakan dalam segala usaha Pertahanan/Keamanan dan bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pembinaan potensi rakyat untuk kepentingan Hankam itu bertujuan untuk mengikutsertakan rakyat secara tertib dan teratur dalam Pertahanan Keamanan Nasional sehingga terwujud satu bentuk Pertahanan Kemanan Nasional yang berlandaskan potensi Rakyat Semesta. Lalu menghimpun potensi rakyat dalam Pertahanan Sipil dan Perlawanan Keamanan Rakyat, serta memberikan latihan-latihan keterampilan yang bersangkutan dengan tugas kewajiban dan persiapan.

"Mereka yang diikutsertakan dalam segala usaha Pertahanan/Keamanan tersebut, disusun dalam Organisasi Pertahanan Sipil dan Prganisasi Perlawanan dan Keamanan Rakyat," bunyi Pasal 4 Keppres tersebut.

Dalam Keppres No. 55/1972 itu disebutkan, Organisasi Pertahanan Sipil yang selanjutnya disebut Hansip dan Organisasi Perlawanan Keamanan Rakyat yang selanjutnya disebut Wankamra dalam sistim Hankamrata merupakan komponen Hankam dan komplemen ABRI.


Berita terkait :

Kamis, 18 September 2014

Presiden ingin kembalikan semangat negara kesatuan

Presiden SBY
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang juga membahas pemilihan kepala daerah atau pilkada dapat mengembalikan semangat negara kesatuan.

"Merupakan kewajiban moral dan politik bagi pemerintah untuk menghadirkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang lebih tepat dan lebih efektif," kata Presiden Yudhoyono saat membuka rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu.

Menurut Presiden, Indonesia perlu memiliki Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang lebih tepat antara lain karena fakta dan realitas bahwa negara ini menganut sistem negara kesatuan dan bukan negara federasi.

Yudhoyono berpendapat, perbedaan antarkedua sistem itu sangat mendasar dan saat ini dinilai ada distorsi dan deviasi atau penyimpangan dari negara kesatuan.

"Di satu sisi menganut negara kesatuan tetapi kita juga memberlakukan otonomi daerah," kata Presiden, menegaskan.

Presiden mengungkapkan bahwa saat dirinya berbincang dengan kolega pemimpin dunia lainnya, ia kerap ditanya mengenai mengapa Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan, tetapi sekaligus menjalankan otonomi daerah.

Kontradiksi tersebut, lanjut Presiden, kerap ditanyakan kepada dirinya apakah tidak ada komplikasi atau benturan.

Presiden Yudhoyono juga menilai bahwa setelah hampir satu dekade memimpin RI, terdapat banyak daerah yang maju sesuai potensinya, tetapi lebih banyak lagi yang kemajuannya di bawah potensi yang dimiliki.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah ingin melakukan perbaikan terhadap hal tersebut antara lain dengan menentukan sistem pemerintahan daerah yang lebih tepat.

"Mengapa Undang-Undang Pemerintahan Daerah itu diperlukan karena dalam praktik kerap terjadi tata pemerintahan yang tidak sejiwa dan sejalan dengan sistem negara kesatuan," ujar Presiden menegaskan.

Silahkan baca juga :
Draft RUU Pemda


Rabu, 17 September 2014

Dana desa : Pemerintah SBY usulkan Rp. 9,1 triliun (RAPBN 2015) sedangkan Tim Transisi ajukan Rp. 30 triliun (APBNP 2015)

Budiman Sujatmiko di acara Rembug Desa.
Merdeka.com - Politikus PDIP, Budiman Sudjatmiko menerima kedatangan Pokja Tim Transisi yakni Pokja Nelayan, Perikanan dan Lingkungan Hidup, Arief Satria dan Chief Operating Officer Deputi Kesra Tim Transisi, Phillia Wibowo. Budiman mengatakan, kehadiran Pokja Tim Transisi untuk membicarakan pembangunan desa.

"Tadi dari pihak Pokja mengajukan bahwa akan ada sekitar 1.500-3.500 pilot project pembangunan desa," kata Budiman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9).

Dia juga mengatakan, dalam pertemuan tersebut dibicarakan pula soal besarnya alokasi dana desa yang diajukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam RAPBN 2015.

"Alokasi anggaran karena tadi kita bicarakan bahwa ajuan alokasi dana desa yang diajukan oleh pemerintahan Pak SBY Rp 9,1 triliun kita anggap jauh dari memadai untuk menangani problem kemiskinan dan keterbelakangan dari desa-desa," jelas Budiman.

Dalam pertemuan tersebut, diakuinya, Pokja Transisi meminta bantuan Fraksi PDIP untuk mengawal anggaran pembangunan desa agar dapat dimaksimalkan sambil menunggu pengajuan APBN Perubahan.

"Pokja Desa menyampaikan bisakah dari Fraksi PDIP, Komisi II mengawal anggaran ini. Tadi pertemuan juga ada dari Banggar Pak Dolfi, ada Pak Wayan, kita berbicara bagaimana mensiasatinya. Kemungkinan beberapa hal yang berkaitan dengan dana desa ini akan kita selesaikan di APBN Perubahan, untuk mengejar ruang fiskal yang ada," jelas Budiman.

Budiman melihat masih ada ruang fiskal yang bisa dimaksimalkan untuk pembangunan desa. Seharusnya dana untuk peningkatan kapasitas perangkat desa adalah 10 persen dari dana transfer daerah yang sebesar Rp 640 triliun. Dengan demikian dana peningkatan kapasitas perangkat desa seharusnya bisa mencapai Rp 64 triliun, namun pemerintahan SBY hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 9 triliun untuk keperluan tersebut.

"Ruang fiskal yang ada masih cukup banyak tersisa. Jika kita otak atik bisa saja memenuhi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Desa. Bahwa pada tahun 2015 dari APBN, kita bisa memenuhi Rp 64 triliun sesuai dengan yang ada pada undang-undang untuk sekitar 73.000 desa, sementara yang diajukan pemerintah cuma Rp 9,1 triliun," papar Budiman.

Menurut Budiman, Tim Transisi mengajukan usulan untuk dana pembangunan desa sebesar Rp 30 triliun masuk dalam APBNP. "Ajuan anggaran rumah transisi, adalah sekitar Rp 30 triliun untuk desa, ini sedang didiskusikan Rp 30 triliun untuk dilakukan percepatan," jelas Budiman.

Namun, pertemuan dengan Pokja Tim Transisi kali ini bukan untuk membicarakan anggaran, melainkan potensi pelaksanaan Undang-undang Desa.

"Tapi (pembicaraan tadi) tekanannya bukan tentang anggaran, tapi bagaimana meningkatkan kapasitas perangkat desa dan masyarakat desa untuk menjalankan program dari pemerintahan Jokowi-JK dalam melaksanakan Undang-undang Desa itu. Intinya itu, kita bicara tentang uu desa," tutur Budiman.

Selasa, 16 September 2014

Khawatir belum siap, Pemerintah patok Dana Desa Rp. 9,1 Triliun

http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2014/09/14/291467/Qj5xa77GEc.jpg?w=480
illustrasi
Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Keuangan Chatib Basri menjawab kisruh dana desa dalam RAPBN 2015 yang menurut kebanyakan pihak tidak sesuai dengan visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih.

"Kita melihat bahwa dana desa ini sesuatu yang baru bagi aparat desa. Coba bayangkan kalau tiba-tiba dialokasikan per desa Rp900 juta, Rp1 miliar, Rp1,5 miliar tapi persiapannya belum ada, apa yang akan terjadi?," pungkas Chatib di Gedung Dhanapala, Jakarta, seperti dikutip Minggu (14/9/2014).

Chatib mengakui jumlah dana desa Rp9,1 triliun dalam RAPBN 2015 sebagai tahap awal yang dipergunakan untuk melaksanakan program-program dari pemerintah pusat yang sudah ada dan berorientasi desa. Dengan kata lain penyaluran dana desa masih akan berjalan sama seperti sebelumnya.

Selain dapat mempercepat proses pelaksanaan untuk kedepannya, dana desa yang dipatok kurang dari Rp10 triliun tersebut juga untuk menghindari adanya korupsi dari aparat desa. "Nanti saudara-saudara kita aparat desa bisa ditangkap semua karena tiba-tiba mereka mengelola dana begitu besar," tukas Chatib.

Namun dia melanjutkan, semuanya akan dikembalikan kepada pemerintahan baru, jika memang nantinya pemerintahan baru merasa yakin desa-desa sudah siap maka kenaikan dana desa dipersilakan. Kesiapan yang dimaksud Chatib antara lain kesiapan mental aparat desa, laporan keuangan yang baik, dan nihil masalah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kepolisian.

"Kita memberikan basis karena kita khawatir dengan kesiapan itu tapi kalau sudah diyakinkan silakan saja dijadikan satu (Rp1 miliar per desa) oleh pemerintah baru," tandas Chatib. Nilai dana desa yang diusung tersebut menurutnya adalah nilai yang paling siap dari pemerintahan sekarang.

Untuk program pelatihan aparat desa, Chatib menyerahkan kepada pemerintahan baru. Sedangkan untuk pihak-pihak yang akan meningkatkan kapasitas sesuai dengan dana desa yang akan digelontorkan berasal dari pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah.

"Yang akan bekerjasama Kemendagri (Kementerian dalam negeri) dan pemda (pemerintah daerah) utamanya, yang berkoordinasi desa di pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, tapi kalau nanti minta capacity building dari Kementerian Keuangan, pasti akan kami dukung," pungkas Chatib.

Sumber metrotvnews.com