Sabtu, 12 Juli 2014

Form C1 Janggal, KPU: Bukan Kesengajaan, Tapi Ketidakmampuan Petugas

http://images.detik.com/content/2014/07/12/1562/150328_c1.jpg
Scan C1
Jakarta - KPU meminta masyarakat tidak langsung menganggap kejanggalan formulir C1 sebagai suatu kesengajaan untuk mencurangi. Tidak semua petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memiliki kemampuan yang sama hingga bisa saja terjadi kekeliruan.

"Saya minta tim di sini juga untuk cek. Itu bukan kesengajaan tapi ketidakmampuan (petugas)," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di kantornya, Jl Imam Bonjol, Jakpus, Sabtu (12/7/2014).

Hadar mengungkapkan bahwa bagi beberapa petugas, prosedur pengisian C1 memang tidak mudah. Oleh sebab itu ada form yang diunggah saat masih kosong, belum ditandatangani saksi, atau keliru dalam menginput data.

"Sulit cari orang. Kalau misalnya guru atau mahasiswa mau gabung, kan lebih enak," ujarnya.

Hadar juga mengapresiasi tingginya tingkat keaktifan masyarakat dalam mengecek kembali form C1 di website KPU. Hal ini ia akui tidak ditemukan saat Pileg.

"Sekarang mungkin karena merasa ada kedekatan dengan calon ya. Kalau pas Pileg kebanyakan yang mengecek adalah caleg yang tidak punya saksi," ucapnya.

Ia meyakinkan bahwa form C1 yang janggal akan dikoreksi di tingkat selanjutnya. Masyarakat juga bisa mengikuti hasil koreksi di situs KPU.

"Itu nanti koreksinya di tingkat atasnya dibuat berita acaranya. Form di tingkat kecamatan nanti juga diunggah jadi masyarakat bisa mengikuti," jelas Hadar.

Untuk diketahui, scan C1 yang berformat Jpg itu diperoleh dari seluruh TPS di Indonesia yang dikirimkan oleh Kabupaten/Kota kepada KPU RI. KPU RI lalu mempublikasikannya melalui situs <i>pemilu2014.kpu.go.id</i>.


C1 Janggal: Prabowo-Hatta 814 Suara, Jokowi-JK 366, Kok Jumlah Suara Sah 380?

Scan Formulir C1
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pindaian atau scan formulir C1 yang diunggah di situs kpu.go.id menampilkan data yang tidak valid. Ada sejumlah kejanggalan, di antaranya, beberapa formulir C1 bahkan menampilkan kolom dengan jumlah suara kosong alias yang tidak terisi.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com pada situs KPU dengan link pilpres2014.kpu.go.id, sejumlah formulir C1 dari beberapa daerah ternyata tidak diisi sesuai dengan prosedur, misalnya hasil pindai formulir C1 TPS 47, Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten.

Dalam pindaian formulir C1 itu, tercantum perolehan suara calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebanyak 814 suara. Sementara itu, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla memperoleh suara sebanyak 366 suara. Adapun total suara sah sebanyak 380 suara. Formulir tersebut tidak ditandatangani saksi dari pihak pasangan Jokowi-JK.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, satu tempat pemungutan suara (TPS) maksimal memfasilitasi 800 orang pemilih.

Kejanggalan lain tampak pada hasil pindai formulir C1 TPS 4 Kelurahan Selabatu, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Formulir C1 TPS tersebut yang ditampilkan di situs KPU tidak mencantumkan perolehan suara masing-masing calon dan total suara sah. Semua kolom pada halaman 4 formulir tersebut kosong. Padahal, formulir sudah ditandatangani anggota Kelompok Penyelenggara Pemilu (KPPS) dan Saksi kedua pasangan calon.

Formulir lain yang juga janggal adalah C1 TPS 2 Kelurahan Hargomulyo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah total suara yang ditampilkan di formulir tidak sama dengan suara yang diperoleh semua pasangan calon. Pada C1 itu tertera perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta adalah 175 suara, Jokowi-JK sebanyak 155 suara. Semantara itu, total perolehan suara sah sebanyak 290 suara.

Seperti formulir C1 lainnya yang menampilkan angka yang janggal, formulir C1 itu juga dibubuhi tanda tangan anggota KPPS dan saksi pasangan calon.


Jumat, 11 Juli 2014

Ingin Awasi Real Count Pilpres di KPU? Ini Caranya

http://media.viva.co.id/thumbs2/2014/06/14/255513_pencetakan-surat-suara-pilpres-2014_663_382.jpg
ilustrasi: Pencetakan suarat suara Pilpres 2014
VIVAnews – Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan hasil resmi Pemilu Presiden sepekan sebelum lLebaran, Selasa 22 Juli 2014. Penghitungan manual atau real count KPU ini dapat dikawal oleh partai politik sampai masyarakat luas, baik komunitas maupun individu.

Hal itu dimungkinkan karena KPU mempublikasikan hasil scan atau pindai formulir C1 dari KPU Kabupaten/Kota dalam situs web resminya. Hasil pindai tersebut berupa gambar dengan format JPEG. Anda dapat mengecek sendiri di link website KPU berikut: http://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php

Untuk diketahui, formulir C1 ini berisi data penting seperti jumlah pemilih yang terdaftar di tempat pemungutan suara (TPS), jumlah surat suara yang dikirim ke TPS, jumlah surat suara yang dalam kondisi baik, jumlah surat suara rusak, jumlah surat suara yang digunakan, jumlah surat suara sah, jumlah suarat suara tidak sah, dan tentu saja rincian perolehan suara sah masing-masing capres di TPS tersebut.

Dengan demikian, Anda dapat mengecek perolehan suara capres di semua TPS. Tinggal pilih provinsi yang Anda cari, kemudian kabupaten/kota, kecamatan, sampai kelurahan/desa. Maka formulir C1 di seluruh TPS di kelurahan/desa tersebut akan muncul di layar komputer. Selanjutnya Anda tinggal meng-klik satu-persatu halaman gambar hasil scan.

Meski demikian, belum semua formulir C1 dari seluruh daerah di Indonesia terpublikasi di situs web KPU. Hal ini tentu butuh proses. Pada saat artikel ini diturunkan, Jumat siang 11 Juli 2014, persentase unggah hasil pindai formulir C1 secara nasional baru 30,60 persen atau baru 146.501 dari total 478.828 TPS.

Anda juga dapat mengecek persentase hasil scan formulir C1 di masing-masing provinsi. Sejauh ini provinsi yang telah mengunggah data formulir C1-nya secara keseluruhan atau mencapai 100 persen adalah Gorontalo.

Kendati hasil pindai formulir C1 ini memungkinkan masyarakat untuk mengawasi proses real count, namun KPU mengingatkan data C1 yang dikirim dari kabupaten/kota tersebut merupakan hasil yang diplenokan pada tingkatannya, bukan hasil final di tingkat nasional.

Data tersebut, menurut KPU, dapat berubah sesuai hasil rapat pleno pada tingkat di atasnya atau rapat pleno tingkat pusat. (adi).


Kamis, 10 Juli 2014

Cikeas saksi komitmen dua kubu untuk menahan diri

http://img.antaranews.com/new/2012/04/ori/20120412pelantikan-anggota-KPU.jpg
Pelantikan Anggota KPU. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) dan Wapres Boediono berbincang dengan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru yaitu (dari kiri ke kanan) Ida Budianti, Sigit Pamungkas, Arif Budiman, Feri Kunia, Juri Ardiantoro, Husni Kamil Malik dan Hadar Nafis Gumay seusai pelantikan anggota KPU dan Bawaslu di Istana Negara, Kamis (12/4). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik tujuh anggota KPU dan lima anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). (FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo) ()
Jakarta (ANTARA News) - Seusai saling klaim kemenangan versi hitung cepat, pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla, bertamu ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mereka bertamu ke Puri Cikeas Indah, Bogor, secara bergantian untuk bertemu langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu (9/7) malam.

Pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mengawali rangkaian pertemuan itu dengan tiba di kediaman pribadi Presiden Yudhoyono sekitar pukul 21.30 WIB.

Kedatangan pasangan nomor urut dua itu disambut oleh Presiden Yudhoyono dengan didampingi Oleh Seskab Dipo Alam, Mensesneg Sudi Silalahi, dan Menkopolhukam Djoko Suyanto.

Sementara itu turut bersama Jokowi-JK antara lain Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait dari PDIP dan Ferry Mursyidan Baldan dari Partai Nasdem.

Seusai pertemuan yang berlangsung lebih kurang 30 menit itu, Jokowi kepada wartawan mengaku bahwa pertemuan dengan Presiden tersebut berawal dari permohonan Jokowi-JK pada Rabu (9/7) sore untuk bertemu Presiden Yudhoyono. Permohonan itu direspons positif dan dijadwalkan pada Rabu (9/7) malam di Cikeas.

"Kami menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Bapak Presiden yang telah memimpin dan mengawal jalannya Pilpres sehingga sampai hari ini berjalan dengan lancar, baik, dan aman," kata Jokowi yang mengenakan baju batik berwarna cokelat.

Menurut Jokowi, Presiden menyampaikan keinginan agar semua pihak dapat mendinginkan hati dan euforia kemenangan tidak berlarut-larut agar massa yang berada di bawah atau akar rumput juga bisa tetap dalam kondisi dingin dan sejuk.

Jokowi juga menyatakan pihaknya siap menyanggupi agar pada esok hari tidak menyelenggarakan pawai, tetapi kalau hanya syukuran masih dinilai tidak apa-apa asal bukan di jalan.

Sementara itu JK yang mengenakan jas hitam mengatakan, terkait deklarasi kemenangan yang dicanangkan setiap pihak, hal itu dinilai tergantung hasil survei yang digunakan.

"Kami siap (menerima keputusan resmi KPU)," katanya seraya menegaskan komitmen untuk mengawal situasi agar tetap kondusif dan berjalan dengan baik, aman dan damai sampai pengumuman resmi KPU pada 22 Juli mendatang.

Setelah menerima pasangan nomor urut dua, Presiden Yudhoyono sekitar pukul 22.45 WIB menerima pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang malam itu tetap memakai baju putih-putih dan peci hitam.

Kepada wartawan seusai pertemuan, Prabowo Subianto menyatakan lebih mempercayakan hasil resmi KPU dibandingkan dengan hasil survei atau sejumlah media massa yang dinilai bisa merekayasa.

"Kami akan menyerahkan sepenuhnya kepada institusi yang berwenang yaitu Komisi Pemilihan Umum berdasarkan real count bukan quick count," kata Prabowo.

Ia mengingatkan bahwa proses yang dilakukan KPU memerlukan waktu sehingga bila ada pihak yang mendeklarasikan kemenangan maka dinilai merupakan langkah yang tidak tepat.

Calon presiden itu mengemukakan bahwa telah menjadi tekad dari Koalisi Merah Putih untuk terus menginstruksikan ke jajaran mereka agar tenang dan tidak terpancing.

Ia mengingatkan bahwa pihak yang lain jangan sampai melakukan aksi massa di lapangan yang mengakibatkan terbentuknya perang persepsi bahwa pihak tertentu yang menang.

"Situasi masih dinamis. Kita sama-sama menahan diri," katanya.

Prabowo juga mengatakan banyak proposal yang masuk terkait hasil survei sehingga ia menilai hasil survei bisa direkayasa. Dirinya berpegang kepada "real count" dan ketetapan KPU yang resmi.

Kepada media, ia ingin jangan menciptakan opini yang sama dengan memaksakan kehendak dan jangan digiring karena pihaknya menghormati kebebasan pers. Menurutnya masih ada kelompok media yang dinilai melakukan rekayasa.


Fenomena Hitung Cepat

Pada Rabu sore (9/7), publik dikejutkan dengan munculnya klaim kemenangan dari kedua kubu pasangan capres-cawapres.

Klaim dini tersebut didasarkan pada hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.

Setidaknya enam lembaga survei mengumumkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 versi hitung cepat sedangkan empat lembaga survei lainnya menyatakan pasangan Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pilpres 2014 versi hitung cepat.

Enam lembaga yang melakukan penghitungan cepat dan menyatakan Jokowi-JK unggul adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan Jokowi-JK unggul 53,28 persen, Prabowo-Hatta 46,72 persen; CSIS-Cyrus Jokowi-JK 52 persen, Prabowo-Hatta 48 persen; SMRC Jokowi-JK 52,79 persen, Prabowo-Hatta 47,21 persen; Indikator Politik Jokowi-JK 52,65 persen, Prabowo-Hatta 47,35 persen, Litbang Kompas Jokowi-JK 52,4 persen, Prabowo-Hatta 47,6 persen; dan RRI Jokowi-JK 52,5 persen, Prabowo-Hatta 47,5 persen.

Sementara empat lembaga lain yang melakukan hitung cepat, yakni Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI) menyatakan pasangan Prabowo-Hatta unggul dalam Pilpres.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ari Dwipayana berpendapat munculnya hasil hitung cepat yang berbeda sudah diperkirakan sebelumnya, bahkan dinilai sebagai bagian untuk membingungkan masyarakat.

"Quick count tandingan akan dimunculkan sebagai tandingan atas hasil hitung cepat yang dimunculkan oleh lembaga survei kredibel," kata Ari.

Modus untuk menciptakan "quick count" tandingan, menurut Ari, tampak jelas dari kasus tidak digunakannya hasil hitung cepat dari Political Tracking yang dipimpin Hanta Yudha.

Fenomena itu menunjukkan tragedi yang menghancurkan independensi dan profesional lembaga survei karena lembaga survei dijadikan alat propaganda politik yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah metodologi.

Selain itu, kata dia, upaya untuk memunculkan rilis hitung cepat justru dipakai untuk merancang skenario menyesuaikan hasil real count dengan quick count.

"Inilah bahaya berikutnya ketika akan muncul fenomena vote trading yang berupaya memanipulasi hasil rekapitulasi suara, baik di tingkat desa maupun kecamatan," ujar Ari.

Sementara itu Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Turnomo Rahardjo menilai perolehan suara Pemilihan Umum Presiden 2014 hasil berbagai "quick count" perlu diuji publik.

Menurut dia, hasil penelitian, termasuk hitung cepat merupakan milik publik yang harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, baik dari aspek etis maupun metodologis, yakni melalui uji publik.

Pengajar FISIP Undip itu menjelaskan asosiasi yang menaungi keberadaan lembaga-lembaga survei bisa "turun tangan" memfasilitasi penyelenggaraan uji publik atas hasil "quick count" dari setiap lembaga.

"Perlu dibuat semacam forum uji publik terhadap berbagai hasil quick count. Masing-masing lembaga survei menyampaikan hasil penelitiannya, metodologinya, dan sebagainya yang mungkin saja berbeda," katanya.

Antara hasil "quick count" dan hasil penghitungan manual dari KPU, kata dia, merupakan dua persoalan yang berbeda, sehingga uji publik untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian itu tetap perlu.

Nantinya, Turnomo mengungkapkan masyarakat bisa menilai sendiri lembaga-lembaga survei yang profesional dan berintegritas melalui pengkajian metodologis yang berlangsung terbuka dan "fair".

Polemik pemenang pilpres kali ini tampaknya hanya waktu yang dapat menjawabnya. Namun sementara menanti tibanya pengumuman resmi KPU pada 22 Juli, komitmen masing-masing kubu untuk menjaga situasi kondusif layak memperoleh apresiasi demi kepentingan bangsa dan negara.


Rabu, 09 Juli 2014

Rakyat Ingin Situasi Normal Kembali

http://www.setneg.go.id/images/stories/berita_foto/063014_silaturahmi.jpg
Presiden SBY silaturahmi dan buka puasa bersama pimpinan lembaga negara di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/6).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai pertemuan konsultasi dengan pimpinan lembaga negara di Gedung MPR-DPR, Jakarta, Senin (7/7) sore menyampaikan keterangan pers, keterangan pers tersebut disampaikan Presiden SBY setelah Ketua MPR Sidarto Danusubroto menjelaskan pokok-pokok pertemuan.
 
Presiden SBY bersama dengan para Pimpinan Lembaga Negara berkomitmen untuk mengawal proses Pemilihan Presiden 2014 yang akan berlangsung 9 Juli mendatang agar berjalan dengan damai dan demokratis.

“Mari, kita laksanakan pemilihan presiden tahun ini berlangsung secara aman, tertib, dan lancar. Dunia melihat pelaksanaan Pemilhan Umum di Indonesia, rakyat berharap agar Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ini juga berlangsung dengan baik”, ujar Presiden SBY.

“Gunakanlah hak pilih Saudara masing-masing untuk memilih pasangan putra-putra terbaik bangsa yang tentu dikehendaki oleh Saudara masing-masing, dan ikutlah menjaga keamanan, ketertiban dalam pemungutan suara”, Presiden SBY menambahkan.

Presiden SBY juga menghimbau kepada pasangan Capres dan Cawapres beserta tim suksesnya untuk meredakan ketegangan pasca pencoblosan pada Pilpres 9 Juli nanti. "Contoh dan teladan sangat diperlukan dari para Capres dan Cawapres maupun tim suksesnya untuk menghormati hasil pemungutan suara nanti. Rakyat ingin situasi segera normal kembali”, tegas Presiden SBY.

Kepada insan pers dan media masa diharapkan bisa menjadi bagian dari solusi, “Pers dan media massa yang benar dan konstruktif bisa meneduhkan suasana, bukan sebaliknya”, ujar Presiden SBY.

Sementara itu kepada jajaran Polri dan TNI, Presiden SBY meminta agar mengemban tugas dengan sebaik-baiknya, bersikap netral, tegas, profesional, dan adil mencegah kekerasan apapun. (Verbatim-Humas)

Sumber http://www.setneg.go.id/

Selasa, 08 Juli 2014

Jokowi atau Prabowo… Kemenangan Indonesia

https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT6mWzBd_Gu6WFlx3gofLyI8FU2exxLQzNYogfEwSh0Z1gJwFqe
Capres cawapres
Sebuah harapan untuk awal perubahan Indonesia
Bagi saya, tak penting siapa yang bakal menang pilpres hari Rabu 9 Juli 2014, Jokowi atau Prabowo. Ya, karena sejak dua nama itu muncul ke permukaan, menyusul nama-nama capres lain yang satu-persatu berguguran karena seleksi alam, saya merasa lega. Apa lagi setelah dua capres ini saling berlomba menunjukkan jati dirinya, karakternya, kompetensinya, dan niat baiknya di mimbar debat televisi, kampanye-kampanye, blusukan-blusukan, hingga silaturahmi-silaturahmi ke tokoh-tokoh masyarakat dan agama, saya semakin bungah
.
Saya bungah karena yakin siapapun yang menang di antara mereka akan berarti kemenangan besar bagi Indonesia. Kenapa saya sebut kemenangan Indonesia?

Kemenangan Indonesia #1
Pertama, karena memang dua tokoh pemimpin ini adalah dua sosok pemimpin terbaik, best of the best, dari keseluruhan stock pemimpin yang kita punya. Karena mereka merupakan yang terbaik, tentu saja keduanya layak memimpin negeri ini, dan membawa Indonesia menuju ke gerbang kesuksesan. Menjadikan Indonesia sebagai negara ampuh dan berpengaruh di dunia.

Jokowi dikenal karena kepemimpinan yang down to earth dan merakyat dengan blusukan-blusukannya. Ia bukan tipe pemimpin yang duduk manis di meja menerima laporan anak buah. Ia terjuan langsung ke lapangan menjadi role model bagi para followers-nya. Ia turun ke pasar-pasar atau kampung-kampung untuk mendengar secara langsung jeritan kesusahan rakyatnya. Dari situ kemudian ia mengembangkan program-program aksi untuk memecahkannya.

Prabowo bagi saya nggak kalah hebat. Pengalaman kemiliterannya luar biasa, dan sebagai prajurit tulen, rasa nasionalisme sekokoh baja. Keikhlasan, kejujuran, dan komitmennya pada negeri ini tak diragukan lagi. Program-program pembangunan yang diusulkannya visionary, komprehensif, dan menyentuh kebutuhan hingga ke masyarakat grass root. Kepeduliannya pada masyarakat bawah: guru, buruh, petani, nelayan, hingga pedagang pasar begitu besar tercermin dari program-program yang diusungnya.

Bicara karakter, kemampuan, komitmen, ketulusan, niat baik, keduanya setali tiga uang. Hanya satu yang mereka butuhkan, yaitu mandat dari rakyat. Karena itu, begitu mandat rakyat didapatkan oleh salah satu dari mereka (siapapun dari keduanya), maka yang paling diuntungkan adalah Indonesia. Siapapun yang mendapat mandat rakyat akan merupakan kemenangan besar bagi Indonesia

Kemenangan Indonesia #2
Kedua, karena dua sosok pemimpin hebat ini dicintai dan dimiliki oleh seluruh rakyat negeri ini dari Sabang sampai Merauke. Inilah pemilu dengan tingkat ownership rakyat yang paling tinggi dalam 70 tahun perjalanan sejarah negeri ini. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu di Indonesia dimana rakyat pemilih begitu terlibat, begitu peduli, dan begitu merasa bertanggung-jawab terhadap keberhasilan pemilu kali ini. Mereka menjadi sangat berkepentingan mengenai siapa yang harus memimpin negeri ini.

Bentuk ownership dan keterlibatan rakyat pemilih ini macam-macam. Ada yang memasang profile photo di Twitter atau Facebook dengan nomor 1 (Prabowo) atau nomor 2 (Jokowi). Ada yang sukarela memasang poster, spanduk, baliho, bendera, dan beragam bentuk sampah visual lain untuk mempromosikan capres dambaan mereka di jalan protokol hingga pos ojek di kampaung-kampung. Ada musisi yang menyumbang lagu atau sastrawan yang mencipta puisi khusus untuk capres dambaannya. Atau yang kebablasan, ada simpatisan yang melakukan black campaign untuk menyerang capres yang tidak dipilihnya.

Ownership dan keterlibatan yang luar biasa ini adalah cerminan begitu cintanya rakyat pada bangsanya. Saya malah melihat fenomena menarik dari pemilu kali ini, bahwa pemilu bisa menjadi medium untuk mengasah nasionalisme yang kian memudar digerus globalisme; bahwa pemilu bisa menjadi medium untuk membangkitkan kembali kecintaan kepada negeri ini. Dengan background macam ini saya berkeyakinan, siapapun pemenang pemilu minggu depan menjadi tak penting. Ya, karena siapapun pemenangnya akan berarti kemenangan besar bagi Indonesia.

Kemenangan Indonesia #3
Ketiga, akhirnya kemenangan sebesar-besarnya bagi Indonesia akan dituai hanya jika pemungutan suara hari Rabu 9 Juli 2014 (dan hari-hari setelahnya) berjalan dengan damai, penuh keteduhan, kematangan, dan kearifan. Kalau itu terwujud maka (sekali lagi bagi saya) siapapun yang terpilih, apakah Prabowo atau Jokowi, menjadi tidak penting. Ya, karena siapapun yang terpilih akan tetap merupakan kemenangan besar bagi Indonesia.

Perkenankan saya sedikit flashback ke belakang menelusuri sejarah pendewasaan negeri ini. Dengan patriotisme membara Soekarno membebaskan Indonesia dari belenggu penjajah dengan kulminasi proklamasi. Di bawah Orde Lama negeri ini terseok-seok. Di bawah Orde Baru Indonesia ini tumbuh pesat menjadi kekuatan ekonomi besar. Namun sayang, bersamaan dengan itu dekadensi moral meradang, tercermin dari korupsi di seluruh lapisan kehidupan.

Tahun 1998 alhamdulillah semua itu dikoreksi, walaupun biaya yang harus kita tanggung demikian besar: negeri ini terjengkang, jatuh terjerembab hingga di titik terbawah. Kita set-back. Tapi sejak itu perlahan kita bangkit. Maka kemudian di bawah pemimpin-pemimpin hebat Habibie, Gus Dur, Megawati, dan terakhir SBY, kita mulai merangkak naik kembali. Para pemimpin hebat ini berjasa meletakkan landasan bagi Indonesia untuk take-off menjadi negara besar dan disegani di dunia. Kini waktu take-off itu telah tiba. Dan pemimpin yang akan didapuk untuk membawa negeri ini take-off adalah satu di antara dua: Prabowo atau Jokowi.

Seperti dikatakan di depan, bagi saya tak penting siapa yang bakal memenangi pemilihan. Yang justru penting bagi saya adalah bagaimana kita, seluruh anak negeri, memanfaatkan tiga momentum kemenangan besar Indonesia di atas. Apabila kita mampu melakukannya, saya tak ragu bangsa ini akan menjadi negara besar di dunia secara ekonomi, politik, maupun budaya. Percayalah, negeri ini siap menggilas India, Amerika, bahkan Cina.

Mari wujudkan kemenangan besar Indonesia dan itu kita mulai Rabu 9 Juli 2014


Serba-serbi Mengurus BPJS Kesehatan

http://img.antaranews.com/new/2014/01/ori/20140102Kartu-JKS-001.jpg
Kartu BPJS
Jakarta (ANTARA News) - Sudah setengah tahun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan beroperasi dan akan disusul dengan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.

Dalam waktu enam bulan penyelenggaraannya, BPJS Kesehatan masih perlu banyak perbaikan, mulai dari pendaftaran calon peserta, hingga layanan kepada peserta dan pasien.

Sejak beroperasi, kantor-kantor BPJS Kesehatan setiap hari selalu dipadati oleh calon peserta yang ingin mendaftar. Kepadatan antrean terlihat setiap hari, bahkan hingga ke luar kantor BPJS Kesehatan.

Seperti yang terlihat di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Barat yang berada di kawasan, Palmerah, Jakarta Barat. Pun di bulan puasa, minat calon peserta untuk mendaftar seolah tak surut.

Karena adanya batasan nomor antrean dan waktu operasional, tak jarang calon peserta yang ingin mendaftar harus pulang ke rumahnya dengan tangan hampa. Akibatnya, ada calon peserta yang akhirnya baru berhasil mendaftar setelah tiga kali datang ke kantor BPJS Kesehatan.

Seperti Saut Gemaya (30), misalnya. Pada Jumat (4/7), dia sudah tiga kali datang ke Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Barat.

"Sebelumnya saya memang datang kesiangan sehingga tidak dapat nomor antrean. Ada juga yang saya hanya mengambil formulir saja," tuturnya.

Pegawai sebuah bank BUMN itu berharap sistem antrean pendaftaran bisa seperti antrean di perbankan.

"Begitu datang langsung pencet tombol dan keluar nomor antrean. Kalau begitu kan lebih mudah daripada seperti saat ini," katanya.

Warga Kalideres, Jakarta Barat itu mengatakan dia datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan sekitar pukul 08.00 WIB lebih dan mendapat nomor satu di daftar hadir gelombang kedua dan akhirnya sekitar pukul 11.00 mendapatkan nomor antrean 182.

Selain itu, Saut juga menyarankan agar Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Barat menyediakan tenda supaya pendaftar yang di luar menunggu giliran dipanggil tidak terlalu kepanasan.

Untuk menertibkan pendaftar, Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Barat menerapkan sistem daftar hadir bagi calon pendaftar. Di depan kantor tersedia meja dengan beberapa lembar kertas untuk menuliskan daftar hadir.

Pendaftar yang sudah membayar ke bank, begitu hadir di kantor BPJS Kesehatan, harus mengisi daftar hadir itu. Begitu pukul 08.00, atau mulai waktu operasional kantor, ada petugas yang akan membagikan nomor antrean sesuai urutan dalam daftar hadir tersebut.

Ketika daftar hadir itu dipegang petugas untuk memberikan nomor antrean, disediakan daftar hadir gelombang kedua. Pendaftar yang terdaftar dalam daftar hadir gelombang kedua baru mendapatkan nomor antrean setelah pukul 11.00.

Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Barat membatasi pendaftar hingga 250 orang setiap hari atau hingga waktu operasional selesai. Pada bulan Ramadhan, waktu operasional hanya hingga pukul 15.00.



Bank kerap "Offline"

Pendaftar BPJS Kesehatan lainnya mengeluhkan perbankan yang kerap "offline", padahal pembayaran harus dilakukan di bank.

"Bank sering ofline. Cara menyiasatinya ya harus bayar melalui ATM. Tapi kan tidak semua orang memiliki ATM," kata Susan Sutanto (50), warga Kembangan, Jakarta Barat.

Susan yang sudah tiga kali mendaftarkan beberapa anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan mengatakan perbankan juga terlihat memiliki mekanisme yang berbeda-beda.

Susan menuturkan saat pertama kali mendaftarkan keluarga intinya dan membayar secara "online" ke bank, dia tidak dikenai biaya sama sekali.

Namun, dia mendapat informasi kalau di bank lain, pendaftar yang bukan nasabah bank tersebut dikenai biaya Rp10.000.

"Jadi ketika mendaftarkan kakak saya, saya sekalian buka rekening di bank itu. Informasinya kalau nasabah yang tidak membawa kartu ATM juga akan dikenai biaya Rp7.500," tuturnya.

Susan sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan bila perbankan menarik biaya untuk pendaftar BPJS. Pasalnya, bank juga harus mengeluarkan biaya kertas dan tinta untuk bukti pembayaran calon pendaftar.

Namun, dia mempertanyakan mengapa ada perlakuan yang berbeda antara bank satu dengan lainnya. Padahal, seluruh pembayaran pendaftaran BPJS harus melalui bank yang sudah ditunjuk, yaitu BRI, Mandiri dan BNI.

"Cara yang paling mudah untuk mendaftar melalui online. Setelah mendaftar online nanti mendapat virtual account untuk membayar di bank. Kalau saya biasanya mendaftar online di bank sekalian supaya dibantu dan tidak salah," katanya.

Sebab, Susan mengatakan ada beberapa pendaftar "online" yang datanya ternyata tidak sesuai. Data yang berbeda itu bisa memperpanjang waktu ketika mengambil kartu BPJS. Padahal, yang paling menghabiskan waktu dan tenaga adalah antrean saat pengambilan kartu.



Kebingungan
Seorang warga Kampung Duri, Jakarta Barat,Ahmad Hanafi(31) kebingungan saat akan mendaftarkan keluarganya ke BPJS Kesehatan karena namanya dan anaknya ternyata sudah terdaftar dan dibayar.

"Waktu itu saya titipkan berkas ke bank untuk mendaftar BPJS. Esoknya saat saya ke sana, diberi tahu kalau saya dan anak sudah terdaftar dan dibayar dan hanya tinggal mengambil kartunya saja," kata Hanafi.

Karena merasa belum mendaftar sebelumnya, Hanafi dan istrinya, Eva Latifa (29), pun kebingungan. Ketika ingin membayar supaya bisa mendaftar pun petugas bank menyatakan tidak perlu karena sudah dibayar.

"Orang bank bilang buat apa dibayar, kan sudah dibayari. Katanya kemungkinan dari APBD. Saya diyakinkan tinggal mengambil kartunya saja," kata Eva.

Petugas bank kemudian memberikan daftar peserta BPJS milik keluarga Hanafi. Di situ tercantum nama Hanafi dan anaknya, Nadzwa Latifa Ahmad, yang berhak mendapatkan layanan kesehatan di kelas II.

"Saya heran. Kalau saya masuk dalam penerima bantuan iuran, kan seharusnya tidak di kelas II, mungkin di kelas III atau bahkan di bawahnya," tutur Hanafi.

Saat ditanya kemungkinan namanya terdaftar sebagai penerima Kartu Jakarta Sehat (KJS), program Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Hanafi mengatakan dia tidak pernah mendaftar dan memperoleh kartunya.

Kebingungan Hanafi akhirnya terjawab ketika dia dipanggil sesuai dengan nomor antrean. Menurut petugas BPJS, dia dan anaknya sudah terdaftar karena sebelumnya terdaftar sebagai penerima KJS sehingga preminya dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Hanafi kemudian memutuskan untuk mendaftar sebagai peserta biasa. Dia menyatakan enggan menerima bantuan dari Pemprov DKI Jakarta.

"Petugas BPJS bilang saya harus mutasi. Jadi Senin (7/7) saya harus kembali lagi. Biar yang lebih berhak saja menerima bantuan dari KJS," kata wiraswastawan itu.



Rumah sakit ditambah
Sementara itu, Didik Suhartono (57), yang otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan karena sebelumnya menjadi peserta Askes, berharap rumah sakit yang bekerja sama denga BPJS bisa bertambah.

"Dalam keadaan darurat, orang pasti akan memilih rumah sakit terdekat. Kalau tidak semua rumah sakit melayani BPJS, tentu akan menyusahkan masyarakat," kata pensiunan pegawai negeri sipil itu.

Didik, yang sudah pernah merasakan layanan kesehatan BPJS ketika menjalani operasi tumor usus itu, juga mengeluhkan obat dan alat kesehatan yang harus diambil sendiri oleh pasien atau keluarganya, tidak boleh oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya.

Hal itu, kata dia, berbeda dengan pelayanan di rumah sakit untuk pasien non-BPJS yang ketersediaan obat dan alat kesehatan relatif lebih mudah karena pasien harus menyerahkan deposit terlebih dahulu saat awal masuk rumah sakit.

"Kalau pasien non-BPJS yang sudah deposit, pihak rumah sakit mudah sekali menyediakan obat. Kalau pasien BPJS, harus diambil sendiri. Bagaimana kalau pasien tidak ada keluarga yang mendampingi dan tidak bisa mengambil sendiri," tuturnya.

Didik juga mengeluhkan kualitas alat kesehatan yang diberikan BPJS. Karena penanganan penyakitnya belum usai, Didik harus dibuatkan "colostomy" atau anus buatan di perutnya untuk sementara.

Nah, kantong "colostomy" yang disediakan BPJS Kesehatan untuk menampung kotoran ternyata mudah terlepas karena perekatnya kurang melekat dengan kulit. Selain itu, kantong "colostomy" yang disediakan juga hanya bisa digunakan satu kali pakai.

"Akhirnya saya membeli sendiri kantong colostomy yang bisa merekat lebih kuat dan tidak sekali pakai sehingga lebih praktis digunakan bila bepergian," katanya.


Aturan pelaksana bermasalah
Terkait dengan penyelenggaraan BPJS Kesehatan, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan permasalahan ada pada tataran aturan pelaksana, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013.

"Permenkes itu mengatur tentang sistem tarif. Masalahnya tarif yang diberikan menkes sangat murah sehingga rumah sakit dan klinik swasta tidak tertarik untuk menjadi penyedia layanan BPJS," kata Said Iqbal.

Sistem pembayaran menggunakan mekanisme INA CBGs yang ditetapkan berdasarkan paket-paket tertentu juga Iqbal nilai kurang tepat. Seharusnya, BPJS Kesehatan menggunakan sistem pembayaran "fee for service" sebagaimana terjadi ketika masih bernama PT Askes.

Iqbal mengatakan dengan mekanisme INA CBGs, sudah ditetapkan paket layanan kesehatan dan obat untuk penyakit tertentu. Padahal, kadang kala pasien harus mendapat layanan atau obat melebihi paket yang sudah ditentukan.

"Karena itulah muncul keluhan, masih ada obat yang harus dibeli sendiri. Kalau mekanisme fee for service, seluruh tagihan pasien akan diklaimkan ke BPJS. Memang nanti akan diverifikasi dulu mana yang bisa dibayarkan dan tidak," tuturnya.

Iqbal juga mendesak agar kerja sama dengan rumah sakit dan klinik swasta bisa diperluas dan diperbanyak. Namun, untuk memperbanyak rumah sakit dan klinik swasta yang melayani BPJS, maka permasalahan tarif harus diselesaikan terlebih dahulu.

"Harus ada tarif yang wajar sehingga rumah sakit dan klinik swasta mau bergabung. sekarang ini tidak banyak yang mau bergabung. Kalau pun mau, pasti karena terpaksa," katanya.

Mengenai banyaknya antrean saat pendaftaran peserta BPJS, Iqbal mengatakan pada tahap selanjutnya nanti seharusnya tidak perlu lagi ada pendaftaran. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengamanatkan untuk seluruh rakyat.

"Jadi tidak perlu pendaftaran dan memiliki kartu. Untuk berobat nanti cukup dengan e-KTP. Dengan e-KTP kan data sudah lengkap. Bekerja di mana, bagaimana pajaknya. Jadi tidak perlu terlalu banyak kartu," katanya.

Senin, 07 Juli 2014

El Nino pengaruhi produksi padi Jawa Timur

http://img.antaranews.com/new/2013/10/ori/20131021Sawah-Kekeringan-Gowa-191013-YU-2.jpg
ilustrasi
Surabaya (ANTARA News) - Musim kemarau panjang (El Nino) mempengaruhi produksi padi di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur sehingga hasil panen di sejumlah daerah itu mengalami penurunan pada subround (SR) I atau antara Januari--April 2014.

"Realisasi produksi padi SR I 2014 di beberapa kabupaten/kota di Jatim memang tidak sama. Ada yang mengalami penurunan dibandingkan subround sebelumnya dan justru ada yang naik dibandingkan subround lalu," kata Kepala Badan Pusat Statistik Jatim, M Sairi Hasbullah, di Surabaya, Kamis.

Ia mengungkapkan, kabupaten yang mengalami penurunan produksi padi yang signifikan antara lain Kabupaten Malang turun 23,99 persen menjadi 48,14 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG). Lalu, Kabupaten Sumenep turun 17,41 persen menjadi 29,32 ribu ton GKG.

"Selain itu, produksi padi Kabupaten Situbondo turun 16,25 persen menjadi 25,82 ribu ton GKG, Kabupaten Ngawi turun 23,17 ribu ton GKG, dan Kabupaten Probolinggo turun 20,07 ribu ton GKG," ulasnya.

Di sisi lain, jelas dia, adanya iklim yang tidak menentu di beberapa kabupaten sangat mengurangi laju produksi total padi di Jatim. Akibatnya, di Kabupaten Mojokerto, Jember, dan Trenggalek terjadi pergeseran bulan tanam padi sehingga diperkirakan panen bergeser ke subround II (Mei--Agustus 2014).

"Pengaruh iklim juga berdampak pada penurunan produktivitas karena pada awal pertumbuhan curah hujan agak kering dan curah hujan tinggi pada fase generatif. Hal itu terjadi di Kabupaten Pamekasan," katanya.

Di Surabaya, tambah dia, justru adanya alih fungsi lahan oleh pengembang dan juga banjir di Kecamatan Pakal ikut mengurangi produksi padi atau turun 18,62 persen menjadi 1,22 ribu ton GKG.

"Sementara, serangan hama dan penyakit yang terjadi di SR I 2014 juga berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Misalnya di Kabupaten Ngawi dan Pacitan dengan penyakit WBC, Piricularia, Xanthomonas, dan hama penggerek batang, serta tikus," katanya.

Di sisi lain, sebut dia, pada SR I 2014 di beberapa kabupaten/kota di Jatim juga ada yang mengalami kenaikan hasil produksi padi yakni di Kabupaten Lamongan meningkat 21,20 persen menjadi 87,99 ribu ton GKG. Kemudian, Kabupaten Bojonegoro naik 16,55 persen menjadi 66,85 ribu ton GKG.

"Produksi padi Kabupaten Tuban naik 12,08 persen menjadi 33,76 ribu ton GKG, Kabupaten Madiun naik 24,12 ribu ton GKG, dan Kabupaten Tulungagung naik 24,10 ribu ton GKG," katanya.

Sementara, lanjut dia, terkait realisasi produksi padi Jatim pada SR I 2014 sebesar 6,26 juta ton GKG atau meningkat 2,33 persen dibandingkan SR I 2013 sebanyak 6,12 juta ton GKG. Penyebab kenaikan dipicu peningkatan luas panen sebesar 20,77 ribu hektare dan tingkat produktivitas sebesar 0,17 kuintal per hektare.


Pesan SBY Kepada Capres: Sayangi Seluruh Rakyat, Termasuk Yang Tidak Memilih

http://www.setkab.go.id/media/article/images/2014/07/05/d/u/dua_capres.jpg
Para Capres Cawapres
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi 5 (lima) pesan kepada para Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) bila kelak mereka diberi amanah untuk memimpin bangsa Indonesia pada 2014-2019.

"Saya punya kewajiban moral untuk mengingatkan kembali," kata Presiden saat menerima kunjungan pasangan Prabowo-Hatta di kediaman pribadinya di Cikeas, Jawa Barat, Jumat (4/7) malam.

SBY menegaskan, ia tidak berniat menggurui tetapi hanya ingin menyampaikan berdasarkan apa-apa saja yang dialami dan dirasakan dirinya selama menjadi Presiden dalam dekade terakhir.

"Memimpin Indonesia selama 10 tahun penuh dengan suka duka dan romantika. Saya tidak menggurui tetapi saya ingin berbagi. Insya Allah akan ada gunanya," kata SBY.

Pesan pertama bila terpilih, siapapun Capres-Cawapresnya, maka mereka harus sabar, tegar dan kuat karena Indonesia pada saat ini adalah era kebebasan dan demokrasi sehingga masyarakatnya juga kerap kritis.

Bila ada yang kurang dengan kinerja pemerintahan, jelas SBY, maka yang menjadi sasaran kritik biasanya adalah presiden, wakil presiden, menteri, dan jajaran lainnya di pemerintahan.  "Harapan saya kuat, tegar dan sabar menghadapi berbagai kritik dan ketidakpuasan nanti," pinta SBY.

Pesan yang kedua adalah pemerintah harus terus bekerja dan berikhtiar meski tetap dikritik dan disalahkan.

Pesan ketiga adalah meletakkan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai, kelompok, apalagi kepentingan keluarga.

"Banyak godaan untuk mengiming-imingi tapi harus kokoh dan tidak tergoda untuk mengutamakan kepentingan rakyat," kata Presiden Yudhoyono.

Pesan keempat adalah bila terpilih maka presiden harus mengayomi dan menyayangi seluruh masyarakat termasuk rakyat yang tidak memilih presiden tersebut.

"Pemimpin karena tidak dipilih tidak boleh menyimpan amarah dan dendam yang tidak habis-habisnya. Semua harus menjadi rakyat kita yang dipimpin seadil-adilnya," ujarnya.

Sedangkan pesan kelima adalah Indonesia telah memilih menjadi negara demokrasi meski masih belum sempurna karena sedang tahap pematangan dan konsolidasi tetapi walau bagaimanapun demokrasi dan kebebasan harus dihormati. "Saya yakin bapak berdua bisa menghormati nilai-nilai demokrasi," katanya.

Sasaran kembar, menurut SBY, adalah menciptakan politik yang stabil demi pertumbuhan ekonomi dengan menghormati nilai-nilai demokrasi. (ANT/ES)


Minggu, 06 Juli 2014

Pimpinan K/L Diminta Beri Sanksi PNS Yang Tidak Netral Dalam Pilpres

http://www.setkab.go.id/media/article/images/2014/07/04/p/n/pns_apel..jpg
PNS
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar menegaskan kembali kewajiban pegawai negeri sipil (PNS) agar tetap bersikap netral dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres 2014).

Kalau terdapat PNS yang melanggar larangan netralitas, Menteri PAN meminta pimpinan instansi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 5/2014 tentang  Aparatur  Sipil  Negara dan Peraturan Pemerintah No. 53/2010 tentang  Disiplin PNS.

“PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye. PNS juga dilarang menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS. PNS juga dilarang menjadi peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, apalagi dengan menggunakan fasilitas negara,” tegas Menteri PAN-RB dalam suratnya bernomor  dB/2677/M.PAN-RB/7/2014 tanggal 04 Juli 2014, yang ditujukan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), para Sekjen Lembaga Negara, para Pimpinan Kesekretariatan Komisi/Dewan/Badan, para Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Menteri PAN-RB mengatakan, surat tersebut diterbitkan sehubungan dengan banyaknya laporan mengenai keterlibatan PNS dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengarah kepada keberpihakan pada salah satu calon, sehingga merugikan calon lainnya. 

“Berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dan PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,” tegas Azwar.

Ditambahkan Azwar, PNS dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, dan atau mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu, sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

“Larangan ini meliputi kegiatan pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluaga, dan masyarakat,” papar Menteri PAN-RB Azwar Abubakar. (Humas Kemenpan-RB/ES)