Sabtu, 02 Juli 2016

Ketika Hukum dan Agama Seirama

http://acch.kpk.go.id/documents/10180/1037053/agama-hukum002.jpg/3feef1f3-2ff4-4941-b7df-60677cc06efa?t=1466668131082
ilustrasi
Bagi masyarakat timur seperti Indonesia, agama menempati posisi yang penting dan sakral. Karenanya, ketika negara dalam hal ini Kementerian Agama berbuat curang dalam urusan keagamaan rakyatnya, sontak akan membetot perhatian dan menuai kecaman. Sebab, menurut keyakinan umat beragama, sejatinya tidak ada perselisihan antara hukum dan agama. Keduanya menghendaki keharmonisan umat manusia.

Korupsi yang pernah terjadi di Kementerian Agama misalnya korupsi dana haji. Betapa kasus ini mencoreng dan melunturkan kewibawaan negara. Sebab, korupsi yang dilihat dari aspek hukum sebagai kejahatan luar biasa, juga menempati timbangan yang sangat buruk dalam ajaran agama. Tak terkecuali urusan nikah dan rujuk di Kantor Urusan Agama (KUA), yang selama ini dianggap sebagai 'lahan basah' terjadinya praktik gratifikasi kepada penghulu. Pemberian seperti ini lazim terjadi dengan berbagai nama, semisal 'uang terima kasih', 'uang transport' dan lainnya.

Persoalannya, bagi penghulu yang merupakan pegawai negeri sipil, menerima ongkos biaya nikah di luar dari yang ditetapkan peraturan pemerintah adalah perbuatan melawan hukum. Alasan pembenar hal tersebut lantaran petugas KUA acapkali melayani warga di luar kantor dan di luar jam kerja, mengingat prosesi pernikahan biasanya berlangsung saat hari libur. Ditambah lagi, kegiatan pelayanan tersebut tidak didukung biaya operasional kantor.

Data Kementerian Agama menunjukkan dari sekitar dua juta peristiwa nikah dalam satu tahun, hanya sekitar 6% dilaksanakan di Balai Nikah/ KUA, sisanya dilaksanakan di luar kantor, di luar jam kerja, dan hari libur. Pola kerja petugas KUA ini berbeda dengan instansi pemerintahan lain yang biasa melayani masyarakat hanya saat jam kerja di kantor. Praktik tersebut pada umumnya bukan permintaan pihak petugas, melainkan atas permintaan masyarakat terkait tuntutan sosial maupun adat istiadat.

Pungli juga mengakar jauh sebelum proses administrasi di KUA. Yakni saat mengurus surat keterangan dari RT/RW/desa/kelurahan, serta ketika mempelai menemui Pembantu Petugas Pencatat Nikah (P3N) atau modin atau Imam Desa, kerap muncul pungutan tambahan melebihi tarif resmi. Padahal, surat keterangan itu sangat diperlukan sebelum mempelai mendaftarkan pernikahan di KUA.
Praktik penerimaan uang terkait pencatatan nikah yang tidak resmi, merupakan gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena itu, agar umat beragama bisa menjalankan ajarannya dengan baik tanpa perlu melanggar hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyasar sektor layanan nikah dan rujuk di KUA sejak 2013.

Pada Desember 2013, bersama Kemenko Kesra, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/BAPPENAS menyepakati bahwa biaya operasional pencatatan nikah di luar kantor dan/atau di luar jam kerja, dibebankan pada APBN melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Solusi selanjutnya adalah mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Agama beserta peraturan yang terkait.

Pada 27 Juni 2014, terbit PP No 48 tahun 2014, yang mengatur biaya nikah atau rujuk di Balai Nikah/KUA pada hari dan jam kerja, dikenakan tarif nol rupiah. Sedangkan menikah di luar KUA dan atau di luar jam kerja dikenakan tarif Rp600 ribu. Bagi warga tak mampu dan warga yang terkena bencana alam, dikenakan tarif nol rupiah dengan melampirkan surat keterangan dari lurah/ kepala desa.

Setelah setahun berjalan, KPK lantas menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pada 25 Juni 2015 dengan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Keuangan guna mengevaluasi implementasi PP No. 48 tahun 2014 yang menggantikan PP Nomor 47 Tahun 2004.

Dalam implementasinya terdapat sejumlah kendala, antara lain keterlambatan pencairan PNBP biaya nikah atau rujuk bagi para petugas pencatat nikah; Keterlibatan instansi lain (Kemendagri) yang menyangkut persyaratan surat keterangan dari RT/RW, Kelurahan, dan P3N atau modin atau Imam Desa yang memungut biaya tambahan melebihi tarif resmi; serta Perbedaan persepsi pejabat/pelaksana keuangan terkait pembayaran tunjangan transportasi bagi petugas layanan pencatatan pernikahan.

Situasi ini melanggengkan gratifikasi di kalangan penghulu/pencatat nikah. Hingga Juni 2015, tercatat keterlambatan pencairan PNBP karena menunggu data dari pusat terjadi pada 5.497 KUA di seluruh Indonesia.

Selain itu, KPK juga menemukan sebagian besar sarana kantor KUA kondisinya masih belum memadai. Hanya sebagian kecil KUA yang status tanahnya milik Kementerian Agama. Kecilnya biaya operasional KUA juga mendorong petugas mengutip biaya tambahan di luar aturan resmi.

KPK merekomendasikan beberapa hal agar pelayanan pernikahan di KUA tidak lagi 'berlumur' gratifikasi. Antara lain perlunya peningkatan anggaran operasional serta sarana dan prasarana pendukung kantor KUA dalam rangka perbaikan pelayanan. Selain itu sosialisasi dan pembelajaran tentang PNBP terkait biaya pencatatan nikah yang resmi dan imbauan agar masyarakat tidak memberikan gratifikasi lagi kepada petugas.

Untuk mengatasi perbedaan persepsi pejabat/ pelaksana keuangan terkait pembayaran tunjangan transportasi bagi penghulu, Kementerian Keuangan merespons dengan merevisi Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait izin penggunaan anggaran. Dengan begitu, penerimaan dari PNBP bisa digunakan kembali untuk belanja atau membayar insentif petugas KUA.

Selain itu Kementerian Agama juga melakukan beberapa perbaikan dalam pelaksanaan administrasi pernikahan. Salah satunya penyetoran biaya pelayanan nikah oleh masyarakat dilakukan secara langsung melalui transfer bank, kecuali daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh bank. Sistem pengelolaan PNBP dilaksanakan secara terpusat untuk mengontrol pengelolaan keuangan secara nasional, sehingga pembayaran honorarium dan biaya transportasi pelayanan nikah kepada penghulu bisa dilakukan secara langsung ke rekening petugas terkait.

Kementerian Agama juga mengembangkan teknologi sistem informasi berupa aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah untuk mengelola data nikah-rujuk secara online di seluruh Indonesia; serta bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, khususnya dalam meminimalisasi pungli di luar KUA.

Menghapus 'Noda' Pendidikan Islam

Upaya menghapus rasuah, juga telah menyentuh sektor pendidikan. Sebab, dalam ajaran agama, kedudukan orang yang berilmu memiliki derajat yang tinggi. Jadi, semestinya pengelolaan dana di sektor pendidikan juga bisa dikelola dengan amanah dan transparan.

Demi mendorong pencegahan korupsi di sektor tersebut, KPK melakukan Kajian Pengelolaan Dana Pendidikan Islam. Ruang lingkup kajian meliputi sarana dan prasarana (rehabilitasi, pembangunan ruang kegiatan belajar, laboratorium), Bantuan Siswa Miskin (BSM), tunjangan guru, dosen (PNS & non-PNS), bantuan operasional (madrasah/pondok pesantren), akreditasi, hingga dana penelitian.

KPK menemukan sejumlah kejanggalan yang berpotensi menjadi celah korupsi pada kegiatan pengelolaan dana pendidikan keagamaan yang dikelola Direktorat Jenderal Pendidikan Islam anggaran tahun 2013-2014.

Potensi penyelewengan, misalnya, muncul dari persoalan sarana dan prasarana. KPK menemukan adanya pemberian bantuan sarana dan prasarana tanpa didasari perencanaan yang baik, mekanisme pengajuan proposal tidak sesuai dengan praktik good governance, proses verifikasi proposal belum optimal, kriteria affirmative action dalam pemberian bantuan kepada pondok pesantren tidak transparan dan tidak akuntabel, serta data penerima bantuan sarana dan prasarana tidak teradministrasi dengan baik.

KPK juga menemukan adanya ketidaksesuaian antara petunjuk teknis dengan pelaksanaan pengelolaan BSM, serta penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan. Selain itu penanganan pengaduan masyarakat, monitoring dan evaluasi yang belum optimal. Masih ada lainnya, seperti jumlah satuan kerja yang tidak efektif, sistem informasi manajemen sebagai data acuan dalam pengambilan keputusan yang belum optimal, serta belum adanya aturan pengelolaan dana partisipasi masyarakat oleh Komite Madrasah.

Karena itu, KPK merekomendasikan beberapa perbaikan tata kelola, antara lain perbaikan level peraturan/kebijakan, seperti Peraturan Menteri untuk petunjuk teknis pengelolaan dana pendidikan, perbaikan data base, pengoptimalan sistem IT dan penanganan sistem pengaduan masyarakat; dan pembuatan aturan pengelolaan dana partisipasi masyarakat oleh Komite Sekolah.

Hasil kajian itu menjadi acuan Kementerian Agama dalam membangun sistem pengelolaan dana pendidikan yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian, dana tersebut dapat digunakan secara tepat guna. Dari sini, KPK berharap pengelolaan dana pendidikan yang transparan dan akuntabel, dapat menghadirkan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jumat, 01 Juli 2016

Berjihad Melawan Korupsi

http://www.kpk.go.id/images/berita-media/ilustrasi-korupsi1.gif
ilustrasi
Praktik korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus dilawan dengan cermat dan menyeluruh. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bagian penting dari komponen bangsa ini siap melawannya.

Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj pada kesempatan bedah buku berjudul Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, Kamis (23/6), di Gedung PBNU, Jakarta. Buku karya, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) NU ini merupakan respons terhadap praktik korupsi yang mulai merangsek ke pesantren.

Menurut Ketua NU, pesantren yang merupakan ujung tombak kepercayaan masyarakat mulai dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Ini disebabkan sejumlah kiai dan pesantren masih banyak yang belum mengerti perihal korupsi dan detail praktiknya. Sehingga, atas dasar ketidaktahuan tersebut, korupsi masuk ke ranah pesantren dengan dalih sumbangan pembangunan untuk pesantren dan lain sebagainya.

"Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab itu memanfaatkan ketidaktahuan para kiai dalam detail praktik suap katanya.

Ketidaktahuan para kiai terhadap istilah gratifikasi, trading of influences, kickback, benefical ownership, dan lainnya merupakan bagian dari praktik-praktik curang yang dibahas dengan cermat dalam buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi.

Said pun mengingatkan bahwa praktik korupsi merupakan hal yang sangat tidak bertanggung jawab dan bertentangan dengan ajaran agama. Dalam ajaran Islam ia mengutip perkataan Rasulullah Muhammad bahwa setiap manusia yang hidup di muka bumi berhak akan beberapa hal yang disajikan alam energi, air, hingga hutan. Maka jika ada satu orang atau kelompok yang mengangkangi sektor tersebut, maka jelas hal itu telah melanggar aturan agama.

Praktik korupsi yang jahat akan berimbas pada ketidakmerataan ekonomi yangbegitu melebar. Hal itu sangat terasa hari ini. Hadirnya buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi merupakan salah satu referensi rujukan bagi para penegak hukum dalam mencegah dan memberantas korupsi di Tanah Air.
"Hadirnya buku ini semoga bisa menjadi referensi rujukan bagi para penegak hukum dalam memberantas korupsi," katanya.

Sementara Rais Syuriah PBNU Ahmad Ishomuddin menilai, buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi merupakan buku yang membahas permasalahan dan istilah-istilah baru yang muncul dalam praktiknya. la menilai, semakin gigihnya para penegak hukum dalam memburu koruptor, semakin gigih juga para koruptor berkelit.

Sejak Munas NU pada 2002, ia menyatakan bahwa NU telah menjatuhkan keputusan bahwa dilihat dari dampak dan cara kerjanya baik yang sembunyi-sembunyi (sariqah) maupun yang terang-terangan (nahb )dikategorikan sebagai perbuatan pencurian dan perampokan. Maka pada Munas NU pada 2012 NU memutuskan menjatuhkan hukuman potong tangan sampai hukuman mati kepada pelaku korupsi.
"Karena dampak korupsi begitu berbahaya bagi kelangsungan masyarakat, Munas 2012 memutuskan menjatuhkan hukuman potong tangan dan juga hukuman mati," katanya.

Namun, keputusan tersebut harus dilihat dari besar dan kecilnya uang negara yang dikorup dan juga dampaknya. la pun melanjutkan, dari Munas NU tahim 2012 pun dinyatakan, meski para koruptor telah menerima hukuman, pengembalian harta kekayaan serta aset negara yang dicuri koruptor dikembalikan.

Sanksi lain yang disepakati NU dalam perkara korupsi adalah anjuran kepada para tokoh agama untuk tidak mensalati jenazah para koruptor. Pandangan tersebut diambil NU karena korupsi merupakan dosa besar (ghulul), dan para pelaku ghulul merupakan orniigfasik. Menurutnya, para ahli fikih menyebutkan bahwa orang fasik tetap dalam perbuatan dosanya meski telah meninggal dunia, maka para ulama dan tokoh agama yang menjadi panutan tidak boleh mensalatinya.

"Selain hukuman mati, terdapat hukuman berupa anjuran kepada tokoh agama untuk tidak mensalati jenazah para koruptor," tegasnya.

Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif menilai, buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi merupakan buku hukum yang sangat lengkap. Meski bukan kali pertama NU menulis tentang hukum mengenai korupsi, buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi merupakan edisi terlengkap dan runut yang membahas hukum-hukum mengenai pidana korupsi.

Laode bahkan memuji bahwa buku tersebut lebih komplit dan up to date yang membahas hukum-hukum pidana korupsi dan perkembangannya, dibanding dengan Undang-Undang hukum pidana korupsi yang ada. Denganadanya sumbangsih dari NU tersebut, Laode menilai, buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi akan menjadi salah satu rujukan dalam memandang hukum pidana korupsi.

Buku yang dibuat NU ini merupakan buku hukum yang sangat komplit. Bahkan, ini lebih komplit dari undang-undang pidana korupsi yang ada," katanya.

Secara keseluruhan, buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi merupakan sajian runut yang menjabarkan perihal korupsi secara gamblang, dasar-dasar hukum korupsi menurut perspektif Islam, modus-modus korupsi yang tengah berkembang dan rumusan hukumnya, serta hukuman yang diputuskan oleh NU untuk para koruptor.

Sumber http://www.kpk.go.id/

Kamis, 30 Juni 2016

Gubernur Soekarwo nyatakan Jatim aman dari vaksin palsu

http://img.antaranews.com/new/2016/02/ori/20160204200.jpg
Gubernur Jawa Timur Soekarwo

Surabaya (ANTARA News) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan di wilayahnya tidak terdapat vaksin palsu di semua rumah sakit maupun Puskesmas sehingga masyarakat tak perlu khawatir.

"Saya sudah mendapat laporan dari Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bahwa di Jatim tidak terdapat peredaran vaksin palsu," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Selasa.

Pakde Karwo, sapaan akrabnya, juga mengaku tak akan berhenti meminta kepada Dinas Kesehatan Jatim maupun kabupaten/kota untuk mengawasi dan mengantisipasi beredarnya vaksin palsu yang meresahkan masyarakat.

"Pokoknya terus lakukan pemeriksaan dan pengecekan. Laporan yang saya terima, rumah sakit juga telah dicek semua oleh Dinas Kesehatan yang hasilnya aman," ucapnya.

Disinggung perlu atau tidaknya pembentukan tim khusus untuk mengasawasinya, orang nomor satu di Pemrov Jatim tersebut menilai tidak perlu karena sudah ada BPOM dan Dinkes yang melakukannya.

"Saya rasa belum perlu ada tim khusus karena pengawasan sudah dilaksanakan BPOM. Yang pasti saat ini Jatim aman dan bebas vaksin palsu," kata Gubernur Jatim dua periode tersebut.

Sementara itu, sebelumnya Dinas Kesehatan Jatim mengerahkan tenaga kesehatan untuk memantau dan memeriksa peredaran vaksin di beberapa rumah sakit dan Puskesmas milik pemerintah maupun swasta di Jatim.

Tim Dinkes Jatim juga telah memberi sosialisasi kepada RS dan Puskesmas, terutama berbadan hukum swasta untuk mewaspadai peredaran vaksin palsu, karena dikhawatirkan lebih mudah masuk ke RS atau Puskesmas swasta.

Sedangkan, Kepala BPOM Jawa Timur I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa mengaku ikut menelusuri keberadaan vaksin palsu, mulai dari sarana produksi, distribusi, dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI bahkan menerbitkan Surat Edaran pada Jumat (24/6), yang menyebutkan bahwa vaksin yang dipalsukan yaitu vaksin BCG, Campak, Polio, Hepatitis B, dan Tetanus Toksoid.

Pemberlakuan PTKP Diharap Tingkatkan Daya Beli

https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2016/06/23/33/1119014/pemberlakuan-ptkp-diharap-tingkatkan-daya-beli-ZcB.jpg
Kebijakan PTKP diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk pekerja sudah ditandatangani dan sudah berlaku. Tepatnya berlaku untuk tahun pajak 2016. 

Dengan berjalannya kebijakan tersebut, maka nantinya akan ada penyesuaian antara kantor atau perusahaannnya dengan pegawainya. (Baca: Ini Saran Menkeu untuk Pria Pekerja yang Jomblo)

"Ini sudah berlaku dan akan segera ada penyesuaian di perusahaan. Tapi intinya dengan perubahan PTKP naiknya 50%. Dari 36 juta (gaji 3 juta perbulan) menjadi 54 juta (gaji 4,5 juta perbulan)," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Rabu (22/6/2016).


Peraturan Menteri Keuangan ttg PTKP yang baru bisa dilihat disini


Bambang berharap, dengan kebijakan tersebut maka diharapkan daya beli masyarakat akan meningkat. Karena semua kelompok pembayar pajak secara rata akan mengalami kenaikan daya beli. 

"Daya beli akan meningkat baik yang pas pada PTKP tersebut maupun yang jauh di atas PTKP. Semua akan mengalami peningkatan daya beli dan kami harap bisa mendukung pertumbuhan ekonomi tahun ini," kata dia. 

Kebijakan ini sekaligus menyesuaikan dengan upah minimum provinsi yang saat ini dipegang oleh Kabupaten Karawang. Karawang saat ini memegang UMP tertingi se-Indonesia. 

"Karawang perkembangan terakhir sudah Rp3,3 juta, jadi kami putuskan naikkan saja langsung 50% supaya ke depan tidak ada kenaikan PTKP setiap tahun," pungkasnya.


Rabu, 29 Juni 2016

Kasus Vaksin Palsu, Begini Saran Dokter Anak untuk Orang Tua

http://www.jawapos.com/imgs/2016/06/36872_55279_Vaksin%20Balita.JPG
Pemberian Vaksin
JawaPos.com - Dokter spesialis anak RSUD Ulin dan RS Islam Banjarmasin, Kalimantan Selatan Edi Hartoyo mengatakan masih belum mengetahui zat apa yang ada di dalam vaksin palsu.

"Vaksin palsu itu isinya apa? Infus bekas atau air putih biasa. Kita belum tahu," ujarnya kepada Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group).

Jadi, untuk menetapkan efek samping dan tindakan medisnya pun terbilang susah.Namun, secara umum orang tua bisa memantau kondisi anak pasca imunisasi. Didapati gejala aneh, segera bawa anak ke dokter. "Jika benar palsu, terpaksa harus divaksin ulang. Karena yang palsu sudah pasti tidak memberi kekebalan tubuh," tegasnya.

Agar mudah, Edi memberi panduan untuk orang tua dan pelayan kesehatan. Bagi orang tua, waspadai selisih harga vaksin yang jauh. Harga eceran tertinggi vaksin di atas Rp 600 ribu.

"Kalau ketemu Rp 400 ribu jangan senang," ujarnya mengingatkan. Lebih aman lagi, vaksinlah anak di Posyandu.Sementara bagi pelayan kesehatan, sebelum memberi vaksin, mereka diminta mencatat nomor batch di botol vaksin. Sehingga ketika terjadi kasus semacam ini, asal mula vaksin mudah dilacak.

Edi lalu memberi contoh nomor bacth dari botol suntiknya. Disitu tertera angka-angka berupa kode produksi, waktu produksi, sampai harga eceran tertinggi."Anda tinggal telpon pabriknya, kasih kodenya, bisa terlacak jalur distribusinya. Nah, kode ini yang tidak bisa dipalsukan," jelasnya. Kebiasaan mencatat nomor batch akan memudahkan penyelidikan pihak berwenang.

Selama pengalaman praktek, ditanya apakah pernah melihat vaksin palsu, Edi menggeleng. "Belum pernah. Saya kebiasaan beli di jalur resmi. Walaupun harganya mahal," akunya.