Sabtu, 03 Februari 2018

Perangkat Desa Kemlagi Ikut Program BPJS Ketenagakerjaan


Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan
www.kemlagi.desa.id - Idaman Perangkat Desa Kemlagi untuk ikut menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan akhirnya terwujud, setelah sekian lama mengidamkanya ikut program ini semenjak BPJS Ketenagakerjaan ini diluncurkan oleh pemerintah yang sebelumnya biasa kita sebut dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Malam itu berbarengan dengan adanya kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa) Tahun 2019 untuk Desa Kemlagi pada hari Jum'at, 2 Pebruari 2018 di Balai Desa Kemlagi diadakan Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan yang dilaksanakan oleh Tim Penggerak BPJS Ketenagakerjaan (Perisai) Mojokerto yang disampaikan langsung oleh Sony Aris Mardyanto, arek asli Mojokerto. 

Bahkan keikutsertaan Perangkat Desa Kemlagi dalam program BPJS Ketenagakerjaan juga diikuti oleh Ketua BPD Desa Kemlagi, Ketua LPM Desa Kemlagi serta beberapa tokoh masyarakat juga antusias ikut program ini.

Antusiasme peserta dengarkan sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan
Lebih lanjut Sony Aris Mardyanto selaku Tim Penggerak BPJS Ketenagakerjaan (Perisai) Mojokerto dalam sosialisasinya lebih memfokuskan pada jenis kepesertaan yang Bukan Penerima Upah. Artinya Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi : Pemberi Kerja; Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan Pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang bukan menerima Upah, contoh Tukang Ojek, Supir Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis, dan lain-lain (termasuk juga Kepala Desa dan Perangkat Desa).

Cukup mengena sosialisasi yang disampaikan oleh Sony Aris Mardyanto, sehingga dengan sukarela dan mandiri, Perangkat Desa dan peserta musyawarah lainya ikuti program ini, meskipun pada malam itu waktu sudah menunjukkan jam 11 malam lebih.

Ada beberapa program yang ditawarkan dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, namun untuk menyesuaikan jenis kepesertaan Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU), maka maksimal bisa mengambil jenis 3 (tiga) program yang meliputi program wajib (dua program) dan program sunnah (satu program), demikian istilah yang digunakan oleh Sony Aris Mardyanto selaku Tim Penggerak BPJS Ketenagakerjaan (Perisai) Mojokerto.

Program yang wajib diikuti oleh peserta BPU adalah Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Program Jaminan Kematian (JKM), sedang program yang sunah yaitu Program Jaminan Hari Tua (JHT), demikian Sony Aris Mardyanto menyampaikan.

Sehubungan dengan penghasilan para peserta yang disetarakan dengan penghasilan Rp. 1 juta perbulan, maka hitung-hitungan besaran iuran perbulan adalah sebagai berikut:

  1. Rp.  10.000,- untuk iuran kecelakaan kerja;
  2. Rp.    6.800,- untuk iuran kematian; dan
  3. Rp.  20.000,- untuk jaminan hari tua
Jadi iuran yang harus dibayarkan oleh masing-masing peserta sebesar Rp. 36.800,- setiap bulannya.

Sony Aris Mardyanto selaku Tim Penggerak BPJS Ketenagakerjaan (Perisai) Mojokerto menyampaikan bahwa dari Rp. 36.800 yang telah dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan, maka iuran yang program jaminan hari tua ( sebesar Rp. 20.000,- ) inilah nantinya yang akan dikembalikan beserta hasil pengembangan kepada peserta.

Keterangan lebih lanjut kita dapat mengunjungi situs BPJS Ketenagakerjaan
Sumber http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/
Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Kamis, 01 Februari 2018

30 Persen Dana Desa Dialokasikan Untuk Program Padat Karya

Menko PMK : Seribu Desa Jadi Pilot Project Program Padat Karya
www.kemlagi.desa.id - Kebijakan Pemerintah dalam pembangunan desa tahun 2018 akan diarahkan untuk melaksanakan kegiatan padat karya di desa. Kegiatan Padat karya, merupakan kegiatan pembangunan yang diselenggarakan di desa, dengan mengutamakan pemanfaatan sumber daya, tenaga kerja lokal desa, dan teknologi lokal.

"Sebanyak 30 persen anggaran dana desa dialokasikan untuk program padat karya. Sebagian besar harus menggunakan tenaga manusia. Masyarakat harus bergotong royong membangun desanya," ungkap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (Menko PMK) saat memberikan sambutan pada acara Rapat Koordinasi Kesiapan Daerah dan Desa Dalam Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa, di hotel Sahid Jakarta, Kamis (01/2).

Tujuan kegiatan Padat Karya, terang Menko PMK, untuk memberikan tambahan upah/pendapatan bagi masyarakat desa, meningkatkan daya beli, dan meningkatkan kesejahtetaan rakyat di desa.

"Saya harapkan kegiatan padat karya ini tidak dilaksanakan pada musim panen bagi yang masyarakatnya berprofesi petani," pesan Menko PMK

Secara khusus dalam kegiatan Padat Karya, lanjut Menko PMK, Pemerintah juga menetapkan sinergi kegiatan dalam penanggulangan stunting. Permasalahan Stunting (Kerdil) adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis. Secara fisik diperlihatkan dengan ukuran anak yang pendek untuk usianya atau kerdil. Masalah stunting disebabkan karena kurangnya asupan gizi selama 1000 hari Pertama Kehidupan (bayi dalam kandungan Ibu) dan pola hidup sehat. Kondisi Stunting ini, dalam jangka panjang, menyebabkan kualitas Sumber Daya Manusia yang tidak dapat mengembangkan potensi dirinya. Penanggulangan masalah stunting juga perlu ditopang oleh infrastruktur dasar kesehatan seperti ketersediaan Air Bersih dan Sanitasi.

"Untuk itu, di desa-desa harus tersedia sarana air bersih dan sanitasi. Padat karya juga bisa dimanfaatkan untuk pembangunan pos kesehatan, pengerasan jalan, sekolah atau sarana ibadah," ujarnya.

Lebih lanjut, Menko PMK menegaskan bahwa Pemerintah telah mengidentifikasi 1000 Desa dalam 100 Kabupaten yang dinilai memiliki kerawanan masalah stunting. Untuk itu pelaksanaan program Padat Karya difokuskan terlebih dahulu kepada 1000 desa dan secara bertahap akan dilaksanakan bagi semua desa.

"Laporan yang saya terima per 25 Januari yang lalu, kepada 10 Kabupaten lokasi prioritas, Dana Desa sudah disalurkan dari rekening Pemerintah pusat ke rekening Kabupaten," ungkapnya.

Agar pelaksanaan kegiatan padat karya dapat terlaksana dengan baik, Menko PMK menitipkan beberapa pesan, yaitu: pertama, kegiatan padat karya agar dilaksanakan tetap berpedoman pada tata kelola yang baik.  Kedua, kegiatan padat karya dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan penghasilan rakyat di desa. Jangan sampai ada masalah di kemudian hari. Ketiga, diperlukan kebersamaan dan gotong royong antar Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Pemerintah Desa dan masyarakat desa, dalam kegiatan Padat Karya.  Keempat, pendampingan dari Kemenkeu, Kemendagri, dan Kemendes agar dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Di sela-sela sambutannya, Menko PMK juga berdialog langsung dengan perwakilan Kepala desa yang hadir. Tiga kepala desa tersebut yaitu Wowiling Habibullah,  kepala desa Hutadaa, Kecamatan Telaga Jaya, Dodik Ahmadi, kepala desa Kertamukti, Kec Sinabarang, Cianjur, dan Joswenda, kepala distrik di Kabupaten Lani Jaya.

Rakor kali ini adalah untuk memberikan informasi dan pemahaman yang sama dalam pelaksanaan padat karya tunai di desa yang merupakan tindaklanjut dari ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Menteri PPN/Bappenas pada tanggal 18 Desember 2017. Hadir dalam acara ini Menteri Dalam Negeri, Menteri Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Wakil Menteri Keuangan dan Menteri PPn/Bappenas, serta undangan lainnya.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Senin, 29 Januari 2018

Mohammad Hatta : Ketidakjelasan Status Kepegawaian Perangkat Desa Berpotensi Bisa Jadi Subyek Pemeriksaan BPK

Mohammad Hatta, Anggota Komisi II DPR RI
www.kemlagi.desa.id - Dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara Komisi II DPR RI dengan Kemendagri (Kementrian Dalam Negeri) mengemuka dorongan agar Kemendagri segera menetapkan status perangkat desa. RDP yang juga dihadiri oleh Persatuan Perangkat Desa Indonesia tersebut berlangsung pada hari kamis tanggal 25 Januari 2018, di ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan Jakarta. RDP tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Persatuan Perangkat Desa Indonesia atau PPDI

“Selama ini sebenarnya perangkat desa status kepegawaiannya bagaimana, apakah ASN, pegawai negeri, honorer atau apa? Pasalnya, ini perangkat desa, anggarannya menggunakan anggaran dari pusat, atau digaji melalui APBN. Artinya, bisa menjadi subyek pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dan gaji mereka pun tidak sama. Lantas bagaimana pertanggungjawabannya terhadap negara,” ungkap Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Hatta.

Sementara itu, menurut perwakilan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), selama ini mereka bekerja nyaris 24 jam setiap harinya demi keberlangsungan birokrasi dipedesaan. Namun ironisnya, mereka tidak mendapatkan fasilitas-fasilas kesejahteraan semacam BPJS. Padahal BPJS itu merupakan kewajiban negara terhadap seluruh warga Indonesia.

Bahkan Mohammad Hatta yang merupakan anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V (Solo, Sukoharjo, Boyolali dan Klatern) tersebut menilai selama ini perangkat desa sudah ada lebih dahulu dibanding pendamping desa, tapi kenapa malah pendamping desa yang status kepegawaiannya sudah lebih jelas terlebih dahulu. Sementara perangkat desa masih belum jelas aturannya. Konon, terkait perangkat desa ini, ada 16 aturan yang telah dikeluarkan pemerintah. Baik berbentuk Surat Keputusan Bersama (SKB), Keputusan Presiden (Kepres) dan Peraturan Menteri.

“Oleh karena itu, butuh sebuah perangkat hukum yang jelas tentang perangkat desa yang mengatur siapa sih yang berhak mengangkat dan memberhentikan perangkat desa, jenis pekerjaan dan job description, waktu atau jam kerja, nominal gaji serta sistem penggajian. Ini yang akan menjadi acuan bagi perangkat desa di seluruh Indonesia,” jelas politisi Partai Amanat Nasional tersebut.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Ace Hasan Syadzily mengamini pernyataan Mohammad Hatta, Ace mengatakan bahwa ini merupakan momentum yang baik untuk mempertegas kembali perangkat desa ini dalam sistem kepegawaian negara. Bisa melalui undang-undang baru, yang nanti bisa disusun bersama.

Namun juga bisa ditelusuri, apakah perangkat daerah itu masuk dalam turunan undang-undang desa yang sudah ada sebelumnya, misalnya melalui Kepres, atau PP (Keputusan mendagrai).

“Dengan demikian, Undang-Undang Desa yang telah ada diikuti juga dengan sistem penataan desa, termasuk kepala desa dan perangkat desa lainnya. Sehingga perangkat desa memiliki legal standing yang jelas dalam sistem pemerintahan desa. Karena bagaimanapun juga perangkat desa ini ada hubungannya dengan peran pemerintah daerah, ” papar Ace.

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

Minggu, 28 Januari 2018

Pimpinan DPR Nilai Dana Desa Bisa Dipakai Untuk Kesejahteraan Perangkat Desa

Pimpinan DPR, Taufik Kurniawan saat bertemu Perangkat Desa, 25-01-2018
www.kemlagi.desa.id - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan para perangkat desa, yaitu memasukkan aturan tentang perangkat desa dalam undang-undang sehingga gaji yang diterima bukan berdasarkan per daerah namun nasional.

"Aturan mengenai perangkat desa seharusnya ditarik ke UU sehingga gaji yang diterimanya bukan per daerah," kata Taufik usai menerima audiensi Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Kompleks Parlemen,Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (25/1).

Dia mengatakan, langkah perbaikan bagi perangkat desa tersebut dapat dilakukan dengan melakukan revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan maksimalkan dana desa yang diberikan pemerintah pusat.

Menurut dia, dana desa yang rata-rata diterima Rp 1 miliar per desa bisa digunakan tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur saja, namun untuk peningkatakan kesehatan dan juga kesejahteraan perangkat desa serta Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).

"Saya berkali-kali mengatakan bahwa masih ada ketua RT yang diberikan dana Rp 300 ribu per-tahun, dan para perangkat desa menuntut perbaikan nasib mereka," ujarnya.

Wakil Ketua Umum DPP PAN itu mendukung perjuangan para perangkat desa untuk menuntut haknya karena merasa tertinggal dan belum dijamin dalam UU Desa.

Padahal di sisi lain, menurut dia, dalam UU Desa itu memiliki dana yang sangat besar sekali yaitu Rp 1 miliar per desa yang bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk infrastruktur saja.

"Tapi bisa juga untuk kesejahteraan kepala desa, perangkat desa, serta RT/RW. Tadi mereka juga menyampaikan agar dimohonkan memperjuangkan DPR dalam revisi UU Desa," katanya.

Dia mengatakan, dalam waktu yang tidak lama, para Ketua RT/RW akan kembali ke Jakarta untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai bagian direvisi UU Desa sehingga penyempurnaan regulasi tersebut menjadi keniscayaan.

Taufik mengatakan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan para perangkat desa pada Kamis (25/1), disepakati bahwa status Kepala Desa itu menjadi PNS golongan 2A dan juga dimasukkan BPJS Ketenagakerjaan.

"Tapi itu baru draf kesimpulan, belum jadi kebijakan pemerintah. Makanya itu kami berharap itu menjadi satu kesatuan revisi UU Desa," katanya.

Dia mengatakan, DPR tetap bersyukur adanya dana Rp 1 miliar per desa yang diberikan negara yang diatur dalam UU Desa namun perlu ada penyempurnaan. 

Diposting oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi