Sabtu, 28 Maret 2015

Pemerintah Segera Cairkan Dana Desa

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/slider/Desa.jpg?1427452078
Suasana Desa
Jakarta, 27/03/2015 Kemenkeu - Pemerintah akan segera mencairkan dana desa total sebesar Rp20,77 triliun. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sendiri telah mengeluarkan data resmi penerima alokasi dana desa, yang dirinci menurut kabupaten/kota pada Kamis (26/3) kemarin.

Berdasarkan data tersebut, Jawa Tengah menjadi provinsi penerima dana desa terbesar. Alokasi dana desa untuk provinsi ini mencapai Rp2,23 triliun. Sementara, Kepualauan Riau merupakan provinsi penerima dana desa terendah. Alokasi dana desa untuk provinsi ini adalah sebesar Rp79,2 miliar.

Sebagai informasi, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2015, pemerintah telah mengalokasikan dana transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp664,6 triliun. Dari total dana tersebut, alokasi dana transfer ke daerah ditetapkan sebesar Rp643,8 triliun dan dana desa sebesar Rp20,77 triliun.(wa)

Informasi terkait:

Jumat, 27 Maret 2015

Kejagung Akan Kirimkan Tim Jaksa ke Pedesaan

http://sapa.kemendagri.go.id/system/images/artikel/artikel_mzasV84H1427441355/berita104.jpg
Jaksa Agung dan Mendagri
Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana mengirimkan jaksa-jaksanya ke desa. Langkah itu dilakukan untuk ikut mengawasi penggunaan dana desa yang mencapai Rp20 triliun.

Dana desa tersebut sangat rawan diselewengkan. Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, Kejagung sudah menyusun program Jaksa Masuk Desa. ”Secepatnya akan kita laksanakan,” ujar Prasetyo seusai menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kejagung, Jakarta, kemarin. Menurut dia, jaksa-jaksa yang dikirimkan ke desa itu berfungsi memberikan penerangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat terkait anggaran yang akan masuk kas desa tersebut. Baca juga (Dana Desa Rawan Dikorupsi)

Anggaran yang besar ini sangat rawan disalahgunakan apabila tidak ada pencegahan lebih awal. ”Kita menyambut baik usulan Kemendagri untuk merevitalisasi program jaksa masuk desa. Tentunya dengan kegiatan yang baik, memberikan penyuluhan agar kita bisa mencegah terjadinya penyimpangan dengan adanya anggaran besar masuk desa,” tandasnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, kerjasama dengan Kejagung ini salah satunya dilatarbelakangi oleh keprihatinannya terhadap banyak pejabat yang berada di bawah kementeriannya tersandung persoalan hukum. Kemendagri telah mendapatkan rapor merah karena banyak pegawainya terjerat kasus hukum.

Sepanjang 2014 hampir 400 pejabat dae-rah tersandung masalah hukum. ”Makanya kami menggandeng Kejagung untuk mewujudkan penegakan hukum berkeadilan di pemerintahan. Follow up -nya, nanti akan ada penyuluhan ke sekolahan, instansi pemerintahan terkait pemahaman penegakan hukum berkeadilan sehingga penyalahgunaan wewenang bisa diminimalisasi,” katanya.

Mengenai anggaran desa, Tjahjo menyatakan, dana akan langsung disalurkan melalui kepala daerah tingkat dua yang kemudian disalurkan ke desa. Anggaran itu langsung dikelola oleh desa untuk kepentingan pembangunan dengan bermuara pada kesejahteraan rakyat. Kemendagri juga tetap melakukan pendampingan dan pengawasan.

Kamis, 26 Maret 2015

Peduli perusahaan pada lingkungan sekitar (Corpirate Social Responsibility/CSR)

ilustrasi
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.

Melaksankan tanggungjawab sosial secara normatif merupakan kewajiban moral bagi jenis perusahaan apapun. Ketika perusahaan sebagai komunitas baru melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, dikarenakan keberadaannya telah memberikan dampak baik positif maupun negatif.

Tidak hanya berkutat pada aspek normatif, saat ini CSR telah diatur dalam beberapa regulasi yang sifatnya mengikat agar ’perusahaan tertentu’ wajib melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Terdapat proses panjang berkaitan dengan sejarah munculnya peraturan terkait CSR atau program yang pada mulanya identik dengan istilah Community Development (CD), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Saat ini berdasarkan catatan penulis, terdapat 7 (tujuh) regulasi terkait tanggungjawab sosial perusahaan baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri. Diluar itu pemerintah daerah juga menerbitkan aneka produk sejenis Perda CSR. Setidaknya lebih dari 50 Kab/ Kota di Indonesia telah Menerbitkan Perda CSR. Sebagian daerah mampu mengimplementasikan Perda, dan hanya sebagian kecil daerah mendapatkan impact dari keberadaan Perda CSR.

Agar memudahkan memahami regulasi CSR dan mampu menerapkannya sesuai jenis, cakupan, dan kebutuhan perusahaan. Penulis memaparkan ke-7 (tujuh) regulasi CSR di Indonesia, jika sudah memahami, pihak perusahaan diharapkan bisa merujuk pada aturan mana yang mengikatnya, selain juga menjadi kontrol bagi pihak lain yang akan menjadikan CSR sebagai alat kepentingan kalangan tertentu. Bagi pemerintah pusat maupun daerah, dengan memahami aturan yang ada, diharapkan tidak membuat regulasi baru yang berpotensi bertentangan dengan peraturan diatasnya, atau mengalihbebankan tanggungjawab pembangunan pemerintah kepada perusahaan.

Adapun Ketujuh regulasi terkait tanggungjawab sosial perusahaan di Indonesia sebagai berikut;

Pertama, Peraturan yang mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagaimana Keputusan Menteri BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL terdiri program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan), serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan), dengan dana kegiatan yang bersumber dari laba BUMN.

Kedua, Peraturan mengikat Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 disebutkan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan. PP ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 . Dalam PP ini, perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Keempat, Peraturan yang mengikat jenis perusahaan penanaman modal, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Sanksi-sanksi, diatur dalam Pasal 34, berupa sanksi administratif dan sanksi lainnya, diantaranya: (a) Peringatan tertulis; (b) pembatasan kegiatan usaha; (c) pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau (d) pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Kelima, Peraturan CSR bagi perusahaan pengelola Minyak dan Gas (Migas), diatur dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001. Dalam pasal 13 ayat 3 (p) disebutkan: Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”.

Keenam, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-undang ini tidak membahas secara khusus peran dan fungsi perusahaan dalam menangani fakir miskin, melainkan terdapat klausul dalam pasal 36 ayat 1 “Sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, meliputi: c. dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan. Diperjelas dalam ayat 2 Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin. Sedangkan pada Pasal 41 tentang “Peran Serta Masyarakat”, dalam ayat 3 dijelaskan bahwa “Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai pewujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin.

Ketujuh, Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Forum tanggungjawab dunia usaha dalam penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial. Kementrian Sosial memandang penting dibentuknya forum CSR pada level Provinsi, sebagai sarana kemitraan antara pemerintah dengan dunia usaha. Rekomendasi Permensos adalah dibentuknya Forum CSR di tingkat provinsi beserta pengisian struktur kepengurusan yang dikukuhkan oleh Gubernur.

Aneka regulasi diatas dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menimbulkan optimisme juga kekhawatiran. Optimisme, karena berbagai pihak memandang besarnya potensi CSR dalam mendukung pemerintah meningkatkan kesejahteraan. Kekhawatiran muncul, karena bagaimanapun perusahaan ”tersandera” oleh aneka aturan CSR baik pada level pemerintah pusat, provinsi, hingga daerah. Padahal hampir di semua perusahaan, CSR dianggarkan dari ’keuntungan perusahaan’, belum semua perusahaan menganggarkannya secara khusus, karena bagaimanapun core perusahaan adalah bisnis. Perusahaan-pun berasumsi bahwa kewajibannya mensuskseskan program pemerintah dengan menunaikan aneka pajak.

Sebetulnya diikat oleh aturan apapun, CSR tidak akan maksimal jika perusahaan sendiri belum faham apa itu CSR, belum menempatkan staf secata khusus sebagai pengelola CSR, belum memiliki struktur CSR, belum memiliki code of conduct, belum memiliki sistem administrasi CSR.Karena yang saat ini terjadi multipihak berebut memanfaatkan dana CSR.***

Oleh Pengasuh  : Rahamatullah
Sumber: http://www.rahmatullah.net/2013/05/regulasi-csr-di-indonesia.html

DPRD Kab.Mojokerto sahkan Raperda tentang Pemerintahan Desa

http://harianbhirawa.co.id/wp-content/uploads/2015/03/5-Foto-C-DPRD-Kab-Mojokerto-kar-1.jpg
Wabup Choirunnisa menerima tujuh Raperda dari Ketua DPRD Ismail Pribadi (tengah) pada paripurpa.
Kab Mojokerto, Bhirawa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab Mojokerto mengesahkan Tata Tertib (Tatib)  dan tujuh Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). Proses pengesahan dilakukan melalui sidang  paripurna di Gedung DPRD Kab Mojokerto, Selasa (17/3) kemarin.

Sidang Paripurna dipimpin Ketua DPRD, Ismail Pribadi (PDIP) yang didampingi  tiga Wakil Ketua DPRD, yakni Subandi (Golkar), HM Sopii (Demokrat) dan Ainy Zuroh (PKB). Sedangkan dari eksekutif dalam paripurna kemarin hadir anggota Forpimda dan Wabup Mojokerto, Hj Choirunnisa.

”Melalui sidang paripurna ini kita menyetujui Tatib DPRD yang baru, serta tujuh Raperda yang selama ini selesai dibahas,” ujar Agus Siswahyudi, juru bicara yang membacakan pandangan akhir Pansus I dan II serta fraksi-fraksi.

Pemahasan Raperda dan Tatib, menurut Agus Siswahudi, dilakukan melalui forum Pansus serta komisi. Dalam sesi pembahasan di tingkat Pansus, DPRD juga melibatkan steakholder untuk diminta masukan. ”Mekanisme pembahasan sangat detail. Sedangkan untuk penyusunan Raperda kita melibatkan perguruan tinggi untuk membuat naskah akademisnya,” tambah Agus Iswahyudi.

Ketujuh Raperda yang disahkan diantaranya Raperda tentang desa, perangkat desa dan Badan Permusyawarhan Desa (BPD) yang dibahas Pansus I. Serta Pansus II membahas Raperda tentang pendirian PT BPR Majatama, Raperda tentang pencabutan Perda Nomor 3 tahun 2008 tentang retribusi pelayanan jasa ketatausahaan, revisi sejumlah pasal dalam Perda Nomor 2 tahun 2009 tentang izin rekomendasi sarana prasarana kesehatan. Serta revisi sejumlah pasal dalam Perda Nomor 6 tahun 2009 tentang retribusi usaha peternakan. ”Selanjutnya Perda yang kita sahkan ini dapat dijadikan acuan eksekutif sesuai dengan bidang masing-masing,” pungkasnya.

Kabag Pemerintahan Pemkab Mojokerto, Rachmad Suharyono mengatakan, sebelum diterapkan naskah Raperda akan dikirim ke Pemprov Jatim untuk di regrestasi dan klarifikasi. ”Setelah disahkan gubernur, baru akan melakukan sosialisasi ke masyarakat,” ujar alumnus STPDN ini.

Sasaran sosialisasi, menurut Rachmad, yakni pemerintahan desa di seluruh wilayah Pemkab Mojokerto. ”Nantinya kita dari bagian pemerintahan dan bagian hukum yang akan melakukan sosialisasi ke desa-desa,” pungkas Rachmad.

Rabu, 25 Maret 2015

PP 43 dan 60 Akan di Singkronisasikan dengan UU Desa

http://kemendesa.go.id/uploads/thumb-1406.jpg
Marwan Jafar (Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi)
Sebagai mantan Ketua Fraksi di DPR yang terdepan  mengusulkan UU Desa, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar mengaku sudah mengetahui berbagai permasalahan yang banyak dikeluhkan oleh para kepala desa.

Hal tersebut diutarakan Menteri Marwan saat mendengarkan aspirasi dari  para kepala desa di pendopo Kabupaten Grobogan, Selasa (24/3). "Apa yang engkau mau,  kami sudah tahu. Karena bagaimana pun, ketika saya menjadi ketua fraksi di DPR yang pertama mengusulkan UU Desa," ujar Menteri Marwan.

Marwan menceritakan, sebelum benar-benar disahkan menjadi UU. UU Desa menjalani proses yang sangat panjang. Salah satu perdebatannya adalah terkait dana desa.

"Dulu kami DPR mengusulkan bahwa Dana Desa adalah 10% APBN secara nasional. Tapi pemerintah tidak setuju, yang terjadi adalah 10% diambil dari dana transfer daerah," ujarnya.

Selain persoalan dana desa, Menteri Marwan juga banyak menerima pertanyaan terkait tanah bengkok untuk kepala desa dan aparatur desa. Menjawab beberapa pertanyaa tersebut, Menteri Marwan mengaku akan segera melakukan singkronisasi PP No.43 dan PP No.60 yang dikeluarkan pemerintah terdahulu.

"Kita sudah membuat tim untuk mempelajari dan akan segera kita singkronisasi lagi, akan kita harmonisasi lagi agar tidak bertentangan dengan UU Desa No.6 Tahun 2014," imbuhnya.

Senin, 23 Maret 2015

Bedah banding uu desa dan pp tentang bengkok dan penghasilan aparat desa

http://www.desainstitute.com/wp-content/uploads/2015/03/11-a-600x200.jpg
Suryokoco Suryoputro
Oleh : Suryokoco Suryoputro ( Ketua RPDN / Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara ) 
Bedah banding Undang-Undang Desa dan Peraturajn Pemerintah tentang bengkok dan penghasilan aparat desa, adalah pembandingan peraturan perundangan tentag hak begkok dan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa berdasarkan peraturan perundang undangan. 
  1. UU Desa No. Pasal 1 Kontradiksi antar pasal dalam UU No 6/2014 tentang Penjelasan Pasal 72 Ayat (1) Huruf a ... usaha” termasuk juga hasil BUM Desa dan tanah bengkok. Pasal 1 ayat (1) Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarak mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintaha Pasal 18 Kewenangan Desa meliputi kewenangan pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, istiadat Desa Pasal 19 Kewenangan Desa meliputi: ayat ( Penjelasan Pasal 19 Huruf a Yang dimaksud dengan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan Pasal 76, ayat (1) Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik De Bedah Banding UU Desa dengan PP 43/2014 Usulan Perubahan o 6/2014 tentang Desa tentang Tanah Bengkok. ... Yang dimaksud dengan “hasil usaha” termasuk juga hasil BUM Desa dan tanah bengkok. Usul Perubahan : Penjelasan Pasal 72 Ayat (1) Huruf a “hasil usaha” termasuk juga hasil BUM Desa dan tanah Desa. ( bukan disebut Tanah Bengkok Kajian / Pembahasan Undang ini yang dimaksud dengan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, ayat (a.) kewenangan berdasarkan hak asal usul; dan (b.) kewenangan lokal berskala Desa; Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat pranata dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, ban pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik De Usulan Perubahan Huruf a ... Yang dimaksud dengan “hasil usaha” termasuk juga hasil BUM Desa dan tanah Kas Tanah Bengkok ) Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, at hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak n Negara Kesatuan Republik Indonesia. penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat kewenangan lokal berskala Desa;.. hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa , tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa. 
  2. Referensi Tanah Bengkok : Maurer, Jean Antlöv, H. and Cederroth, S. (ed.) Leadersh Tanah bengkok (dibaca /bəŋkɔʔ/, bukan /bɛŋkɔʔ/) dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah lahan garapan milik desa. Tanah ben tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan Menurut penggunaannya, tanah bengkok dibagi menjadi tiga kelompok: 1. tanah lungguh, menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka ter 2. tanah kas desa, dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa 3. tanah pengarem-arem, menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua. Apabila ia meninggal tanah ini dikembalikan pengelolaanya kepada pihak desa. Kesimpulan : • Tanah bengkok adalah salah satu hak asal usul, dan atau hak tradisional yang harus diakui dan dihormati dan yang memrupakan hak kewenangan desa yang merupakan warisan yang masih hidu antara tanah kas desa dengan tanah negkok dalam arti tanah lungguh. (untuk di jawa) 2 Kontradiksi Kesejahteraan Pemerintah Desa PP 43/2014 Pasal 81 ayat (1) Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa ADD. (2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai berikut: (3) Pengalokasian batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Maurer, Jean-Luc. 1994. Pamong Desa or Raja Desa? Wealth, Status and Power of Village Officers. In: Antlöv, H. and Cederroth, S. (ed.) Leadership in Java: Gentle Hints, Authoritarian Rule. Routledge & Curzon. pp. 105 əŋkɔʔ/, bukan /bɛŋkɔʔ/) dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah lahan garapan milik desa. Tanah ben tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya. Menurut penggunaannya, tanah bengkok dibagi menjadi tiga kelompok: , menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka ter , dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa , menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua. Apabila ia meninggal ikan pengelolaanya kepada pihak desa. tu hak asal usul, dan atau hak tradisional yang harus diakui dan dihormati dan yang memrupakan hak kewenangan desa yang merupakan warisan yang masih hidup dalam pranata hukum adat. Perlu penegasan pembedaan antara tanah kas desa dengan tanah negkok dalam arti tanah lungguh. (untuk di jawa) Desa dalam PP No 43/2014 dengan UU No 6/2014 Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari (2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai berikut:.... (3) Pengalokasian batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Usulan Perubahan : PP 43/2014 Pasal 81 ayat (1) dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Kota diluar ADD. Ayat (2) dan ayat (3) .. dihapuskan Luc. 1994. Pamong Desa or Raja Desa? Wealth, Status and Power of Village Officers. In: ip in Java: Gentle Hints, Authoritarian Rule. Routledge & Curzon. pp. 105-106. əŋkɔʔ/, bukan /bɛŋkɔʔ/) dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah lahan garapan milik desa. Tanah bengkok seluruh warga desa namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya. , menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka terima , dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa , menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua. Apabila ia meninggal tu hak asal usul, dan atau hak tradisional yang harus diakui dan dihormati dan yang memrupakan hukum adat. Perlu penegasan pembedaan (1) Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APBD Kabupaten dihapuskan...
  3. ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi, kompleksitas tugas pemerintahan, dan letak geografis. PP 43/2014 Pasal 100 Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan: (a) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa....; dan (b) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: 1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; 2. s/d 4 UU no 6 / 2014 Pasal 19, Kewenangan Desa a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota d. kewenangan lain yang ditugaskan sesuai dengan ketentuan peraturan perunda ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi, jumlah perangkat, kompleksitas tugas pemerintahan, dan letak geografis. elanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan Usulan Perubahan : PP 43/2014 Pasal 100 Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan: (a) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa .... (b) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: 1. tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa 2. s/d 4 (c) ketentuan 100% diatas dilu penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat desa (d) ketentuan ketentuan lain diluar 100% bantuan kabupaten kota, propinisi dan pemerintah. dengan ketentuan khusus. Kajian / Pembahasan Kewenangan Desa meliputi: kewenangan berdasarkan hak asal usul; Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. elanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan: paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah .... ; dan paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: unjangan kepala Desa dan perangkat Desa; ketentuan 100% diatas diluar Alokasi APBD untuk penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat desa ketentuan ketentuan lain diluar 100% dapat berlaku untuk bantuan kabupaten kota, propinisi dan pemerintah. ketentuan khusus. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
  4. Pasal 21, Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa. Pasal 22 (1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya. UU no 6 / 2014 Pasal 72 ayat (1) huruf (e) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; UU no 6 / 2014 Penghasilan Pemerintah Desa, Pasal 66 yaitu (1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan. (2) Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. (3) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. (4) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah. Penjelasan Pasal 66 ayat (4) : Jaminan kesehatan yang diberikan kepada Kepala Desa dan perangkat Desa diintegrasikan dengan jaminan pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebelum program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menjangkau ke tingkat Desa, jaminan kesehatan dapat dilakukan melalui kerja sama Kabupaten/Kota dengan Badan Usaha Milik Negara atau dengan memberikan kartu jaminan kesehatan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing yang diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
  5. Kesimpulan : • Bahwa desa memiliki kewenangan dari asal usul dan adat istiadat bersekala desa dan Kewenagan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupa • Bahwa dalam otonomi, kewenangan yang ditugaskan ke tingkat desa (bukan tugas pembantuan) adalah lebih banyak pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah • Atas pelaksanaan penugasan ke desa yang merupakan pelaksaan otonomi daerah, maka sepantasnya desa dan perangkat desa adalah menjadi bagian dari biaya • Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat desa didapat dari anggaran APBD yang bersumber dari dana perimbangan ( bukan DD APBN dan atau Alokasi Dana Desa ), Kesejatan bersumber dari APBD. Jakarta, 22 maret 2015 @suryokoco www.suryokoco.my.id Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara Bahwa desa memiliki kewenangan dari asal usul dan adat istiadat bersekala desa dan Kewenagan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang penugasannya disertai biaya. kewenangan yang ditugaskan ke tingkat desa (bukan tugas pembantuan) adalah lebih banyak pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah) Atas pelaksanaan penugasan ke desa yang merupakan pelaksaan otonomi daerah, maka sepantasnya desa dan perangkat desa adalah menjadi bagian dari biaya ( APBD ) yang harus dikeluarkan atas penugasan kepada desa. Kepala Desa dan perangkat desa didapat dari anggaran APBD yang bersumber dari dana perimbangan ( bukan DD APBN dan atau Alokasi Dana Desa ), diluar penghasilan tetap berhak atas tunjangan bersumber dari APBDes Bahwa desa memiliki kewenangan dari asal usul dan adat istiadat bersekala desa dan Kewenagan yang ditugaskan oleh yang penugasannya disertai biaya. kewenangan yang ditugaskan ke tingkat desa (bukan tugas pembantuan) adalah lebih banyak Urusan Otonomi Daerah. (lihat pasal 9, 13, 20, 372, UU Atas pelaksanaan penugasan ke desa yang merupakan pelaksaan otonomi daerah, maka sepantasnya penghasilan tetap kepala yang harus dikeluarkan atas penugasan kepada desa. Kepala Desa dan perangkat desa didapat dari anggaran APBD yang bersumber dari dana perimbangan ( bukan diluar penghasilan tetap berhak atas tunjangan bersumber dari APBDesa dan JaminanKesejahteraan yang bersumber dari APBD.
Sumber  http://www.desainstitute.com/