Kamis, 24 April 2014

Siapakah yang didahulukan kalau kita sebagai pengguna jalan raya ?

http://edorusyanto.files.wordpress.com/2014/04/konvoi-motor-thailand.jpg?w=300&h=200
Konvoi Motor
SUATU ketika kolega saya bertanya soal siapakah yang mesti didahulukan antara Presiden, pemadam kebakaran, dan ambulans. Kami pun asyik dalam perbincangan dengan latar belakang pemahaman masing-masing, hingga akhirnya mengerucut pada kesimpulan, mana yang genting dan mana yang penting.
Dalam mencari jawaban atas pertanyaan di atas, pemahaman soal genting dan penting ternyata menjadi kunci utama. Hal gentinglah yang mesti mendapat prioritas utama. Presiden memang penting, tapi pemadam kebakaran dan ambulans posisinya genting. Ambulans yang sedang bertugas mengangkut orang sakit berada dalam situasi genting. Begitu juga dengan pemadam kebakaran yang sedang bertugas untuk memadamkan api yang memberangus ratusan rumah sehingga mengancam keselamatan para penghungi rumah yang terbakar.
Karena itu, untuk tidak menimbulkan kesimpangsiuran soal persepsi genting dan penting, negara melahirkan peraturan. Terkait dinamika di jalan raya, Indonesia memiliki Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Salah satu yang diatur oleh UU itu adalah adalah soal apa itu hak utama dan siapa saja yang berhak memilikinya.
Pasal 134 UU itu menyebutkan ada tujuh pihak pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan. Pertama, kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
Kedua, ambulans yang mengangkut orang sakit. Ketiga, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas. Keempat, kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia. Kelima, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara. Keenam, iring-iringan pengantar jenazah. Dan, ketujuh konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Nah, hal yang perlu menjadi perhatian adalah pada bagian ketujuh. Perlu digaris bawahi bahwa dalam penjelasan UU 22/2009 dibeberkan yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain, kendaraan untuk penanganan ancaman bom dan kendaraan pengangkut pasukan. Selain itu, kendaraan untuk penanganan huru-hara dan kendaraan untuk penanganan bencana alam.
Lantas bagaimana pengaturannya di jalan raya?
Ini dia, hal itu diatur dalam pasal 135 yang mengatakan bahwa pertama, kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene. Kedua, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya pengguna jalan yang memiliki hak utama. Dan, ketiga, alat pemberi isyarat lalu lintas dan rambu lalu lintas tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama.
Oh ya, dalam pasal 59 disebutkan bahwa untuk kepentingan tertentu, kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene. Sedangkan lampu isyarat terdiri atas warna merah, biru, dan kuning.
Dalam pasal yang sama ditegaskan bahwa lampu isyarat warna merah atau biru serta sirene berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama. Sedangkan lampu isyarat warna kuning berfungsi sebagai tanda peringatan kepada pengguna jalan lain.
Pada bagian lain disebutkan bahwa lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lalu, lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
Sedangkan lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.
Bagi mereka yang coba-coba melanggar ketentuan tersebut, di dalam UU 22/2009, khususnya di pasal 287 ayat 4 ditegaskan bahwa orang yang melanggar ketentuan hak utama dan penggunaan alat peringatan dengan bunyi dan sinar bisa dipidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Nah, rasanya kian jelas mana yang penting dan genting. Lantas, kalau rombongan sepeda motor yang mau touring, masuk dalam kelompok mana?

0 comments :