Rabu, 13 April 2016

Pasang Surut Kewenangan Desa

http://www.berdesa.com/wp-content/uploads/2016/03/googleusercontent.com_-810x540.jpg
ilustrasi

BERDESA.COM – Tahun 2016 transfer dana pemerintah pusat ke desa sebesar Rp. 46,98 Trilyun, atau naik lebih dari 100 persen dibanding dana tahun 2015 sebesar Rp. 20,7 Triliun. Maka desa berpeluang memiliki pendapatan Rp. 1,5 M hingga Rp. 4 M tahun ini. Masalahnya, selama ini desa terbiasa menjalankan program ‘paketan’ yang semuanya diatur pusat atau struktur di atasnya. Jadi, bagaimana desa menjawab tantangan ini?

Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN 2016 dalam Lampiran XX Rincian Dana Desa menunjukkan total transfer dari pusat ke desa pada tahun 2016 sebanyak Rp.46,98 Triliun. Tranfer pusat ke desa tahun 2016 naik di atas 100 persen, dibandingkan tahun 2015 sebanyak Rp. 20,7 Triliun. Dana desa adalah bagian dari pendapatan desa. Pendapat desa antara lain dari dana transfer (pusat dan daerah), Pendapatan Asli Desa, dan hibah dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Desa berpeluang mempunyai pendapatan antara Rp. 1,5 hingga di atas Rp. 4 milyar. Pertanyaan besarnya adalah, apa saja belanja yang dilakukan desa?

Belanja desa adalah untuk melaksanakan kewenangan desa. Baik kewenangan asal-usul desa maupun kewenangan lokal berskala desa. Pasal 90 (1) PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa menyebutkan “Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa.” APB Desa harus sesuai Peraturan Desa tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) yang ditetapkan setelah proses musyawarah desa. Masalahnya, sejarah desa se-Indonesia selama ini terbiasa hanya menerima “barang jadi” pada proyek pembangunan desa-nya. Akibatnya, sepanjang masa pemerintah desa tidak memiliki kapasitas untuk mengelola rencana dan belanjanya sendiri secara mandiri.

Cara yang diatur dalam UU Desa dianggapnya sebagai cara baru yang belum pernah dialami. Padahal justru itu cara wajar yang sudah seharusnya mudah dikerjakan oleh pemerintah desa. Saat ini ketakutan, kekawatiran, dan ragu-ragu menyusun APB Desa dan melakukan belanja masih menghantui benak kepala desa dan perangkatnya. Apalagi proses konsultas APB Desa dengan Camat maupun SKPD seringkali berbelit-belit dan harus berulang-ulang kali karena dinilai tidak sesuai ketentuan. Pemerintahan desa tidak boleh lelah berproses di sini karena inilah titik yang akan memotong sejarah ketidakberdayaan desa di masa lalu.

Penetapan kewenangan dalam pelaksanaan UU Desa sangat penting. Kewenangan desa menjadi dasar menyusun strategi desa untuk meningkatkan kesejahteraan, kemandiriannya, dan mengelola aset desa. Misalnya untuk mengembangkan desa wisata, BUM Desa, dll. Jika desa sudah menetapkan kewenangannya maka dasar menyusun perencanaan dan penganggaran desa sangat kuat. Proses konsultasi APB Desa akan lebih mudah karena rencana belanja sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 20 PP No. 60 Tahun 2014 menyebutkan “Penggunaan Dana Desa mengacu pada RPJM Desa dan RKP Desa.”

Bab IV UU Desa menegaskan kewenangan desa lahir atas asas rekognisi dan subsidiaritas, yakni kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan desa meliputi bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. Disamping itu masih ada kewenangan tugas yang diatur oleh supra desa dan dilaksanakan oleh desa. Kejelasan kewenangan desa tersebut yang menjadi dasar adanya fiskal transfer yang bersumber dari APBN maupun dari APBD sebagaimana diatur dalam BAB VIII UU Desa.

Jika kita cermati dialog dalam dua tahun implementasi UU Desa, banyak debat yang sudah dilakukan di dalam ruangan, namun sangat miskin dalam ranah tulisan dan regulasi pelaksanaannya. Dalam dua tahun pelaksanaan UU Desa baru beberapa kabupaten yang menerbitkan Peraturan Bupati tentang Daftar Kewenangan Desa. Seperti disebutkan di atas, Pasal 79 (1) UU Desa menyebutkan “Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.” Pasal tersebut menegaskan betapa pentingnya kewenangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.

Pertanyaannya kemudian, jika belum ada penetapan Perdes tentang Kewenangan Desa, maka apa yang menjadi dasar desa menetapkan RPJM Desa, RKP Desa, dan APBDesa? Siapa pun akan mempertanyakan dimana komitmen kabupaten/kota dalam implementasi UU Desa.

Sumber http://www.berdesa.com/

0 comments :