Selasa, 27 Desember 2022

Harga Pangan Mahal Sebabkan Jutaan Orang Terjerumus Miskin Ekstrem

www.kemlagi.desa.id - Bank Dunia melaporkan jutaan orang terjerumus ke kemiskinan ekstrem karena lonjakan harga pangan yang terjadi di seluruh dunia. Mayoritas negara di dunia memiliki tingkat inflasi tinggi, dengan yang paling terdampak berada di wilayah Afrika, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Selatan, Eropa, dan Asia Tengah. 

Berdasarkan kriteria Bank Dunia, seseorang masuk dalam kriteria kemiskinan ekstrem jika memiliki pengeluaran US$ 2,15 per hari. Namun parameter US$ yang dipakai Bank Dunia bukan dolar AS seperti kurs yang berlaku saat ini. tetapi menggunakan pendekatan US$ yang disesuaikan dengan Purchasing Power Parities (PPP). Angka konversi US dolar PPP adalah banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah barang yang sama setara dengan 1 dolar di Amerika Serikat. Pada 2021 US$ 1 PPP setara Rp 4.758, sehingga US$ 2,15 PPP sekitar Rp 10.277. 

Menurut Bank Dunia, inflasi tinggi masih terjadi pada Agustus hingga November 2022 di hampir semua negara berpendapatan rendah dan menengah. Sebanyak 88,2% negara berpenghasilan rendah, 90,7% negara berpenghasilan menengah ke bawah, dan 93% negara berpenghasilan menengah ke atas memiliki inflasi di atas 5%. Banyak di antaranya yang bahkan mengalami inflasi dua digit. 

Indeks harga pertanian dan ekspor masing-masing naik 1% dan 6% pada bulan ini, indeks harga sereal ditutup pada level yang sama. Harga gandum dan beras masing-masing juga naik 1% dan 6% sedangkan harga jagung 1% lebih rendah . Harga gandum rata-rata untuk Desember 2022 turun 5%  secara tahunan, sedangkan harga jagung dan beras naik masing-masing 9% dan 12%. Harga jagung dan gandum masing-masing 28% dan 18% lebih tinggi dibandingkan Januari 2021, sedangkan harga beras 11% lebih rendah. 

Menurut Pemantau Pasar Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) Desember 2022, La Niña memiliki berbagai dampak pada hasil panen di daerah penghasil utama di belahan bumi selatan. Argentina telah mengalami kekeringan berkepanjangan yang disebabkan oleh La Niña tahun ketiga berturut-turut. Ini membuat, prospek produksi gandum jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Sebaliknya, La Niña telah menghasilkan kondisi basah yang tidak normal di Australia, mendorong prospek hasil gandum yang lebih tinggi dari rata-rata. 

Sementara untuk komoditas beras, panen padi musim hujan mencapai puncaknya di negara-negara utara Asia Tenggara, sedangkan Indonesia mengakhiri panen padi musim kemarau. 

Monitor juga menunjukkan bahwa ketidakstabilan harga yang disebabkan oleh spekulasi dapat meningkatkan risiko ketahanan pangan, khususnya bagi negara-negara berpenghasilan rendah. Indeks Kelaparan Global 2022 menunjukkan bahwa krisis yang tumpang tindih telah mengungkap kelemahan sistem pangan dan kemajuan global melawan kelaparan sebagian besar mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir. 

Menurut laporan tersebut, dampak dari konflik regional yang sedang berlangsung, perubahan iklim, Covid-19, perang di Ukraina, gangguan rantai pasokan, dan harga pangan, pupuk, dan bahan bakar yang tinggi dan tidak stabil telah secara drastis melemahkan sistem pangan dunia. Ini mengakibatkan dunia mengalami krisis pangan global ketiga dalam waktu kurang dari dua dekade. 

Wilayah dengan skor tertinggi dalam Indeks adalah Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara yang dianggap serius. Menurut laporan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), negara-negara anggota WTO memberlakukan pembatasan perdagangan. 

Pembatasan ekspor telah melampaui pembatasan impor selama periode peninjauan Pemantauan Perdagangan WTO. Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala meminta negara-negara anggota untuk menahan diri dari mengadopsi langkah-langkah pembatasan ekspor baru, terutama pada makanan, pakan, dan pupuk. 

Krisis pangan global sebagian diperburuk oleh meningkatnya jumlah pembatasan perdagangan pangan yang diberlakukan oleh negara-negara dengan tujuan meningkatkan pasokan domestik dan menurunkan harga. Per 12 Desember, 19 negara telah menerapkan 23 larangan ekspor makanan, dan delapan negara telah menerapkan 12 tindakan pembatasan ekspor. 

Menurut laporan Bank Dunia, pandemi Covid-19 menyebabkan kemunduran besar dalam pengentasan kemiskinan global. Kini, kenaikan harga pangan dan energi yang dipicu oleh guncangan iklim dan konflik telah menghentikan pemulihan Covid-19. 

Dikabarkan oleh Tim Pengelola Informasi Desa Kemlagi

0 comments :