Warga bergotong-royong |
Pionir selalu dibutuhkan
Pada
akhirnya, dana desa hanya disumbangkan dari program PNPM-MP Kementerian
Dalam Negeri dan program PNPM Perkotaan Kementerian Pekerjaan Umum.
Jumlah dana yang diserahkan porgram Kementerian Dalam Negeri mencapai
lebih dari 6 trilyun rupiah. Sementara Kementerian Pekerjaan Umum
menyumbang lebih dari 2 trilyun rupiah. Hasil pelepasan program itu
berjumlah lebih dari 9 trilyun rupiah yang diindikasikan sebagai dana
desa tahun 2015.
Menilik
pada jumlah anggaran itu, maka tiap desa di Indonesia akan mendapatkan
kurang lebih 123 juta rupiah pada tahun pertama pelaksanaan dana desa di
tahun 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 mengatur bahwa
dana desa tidak langsung masuk ke rekening desa. Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah memang membatasi penyaluran dana negara ke desa. Dana
negara yang disalurkan kepada masyarakat berakhir di tingkat
kabupaten/kota.
Konstruksi
penyaluran dana Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebabkan dana desa
disalurkan kepada desa melalui APBD Kabupaten/Kota. Dana dimaksud masuk
pada pos penerimaan pemerintah dalam APBD (anggaran pendapatan dan
belanja daerah). Selanjutnya akan dikeluarkan melalui pos bantuan kepada
desa. Dana desa diterima dan dicatat desa dalam pos bantuan pemerintah
dari APBDesa (anggaran pendapatan dan belanja desa). Selanjutnya,
penggunaan dana desa oleh desa diatur menurut garisan umum yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014.
Tiap
desa menerima besaran dana desa yang tidak sama. Faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran penerimaan dana oleh desa adalah (a) jumlah
penduduk desa, (b) luas wilayah, (c) angka kemiskinan, dan (d) tingkat
kesulitan geografis.
Kementerian
Dalam Negeri dan Kementerian PU dipandang sebagai pionir yang siap
mendukung pelaksanaan dana desa oleh dua faktor. Pertama, dana program
PNPM adalah dana yang disalurkan melalui mekanisme bantuan langsung
masyarakat (BLM), suatu hal tidak diizinkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa. Kedua, dana dalam program PNPM merupakan dana dengan
konstruksi belanja yang sistematis karena diatur dalam satu kesatuan
petunjuk operasional yang baik.
Bantuan Langsung Tak Langsung
Sebagai
proses pembelajaran kepada desa, dana sebesar 123 juta rupiah dipandang
cukup untuk tahun pertama. Desa dapat belajar secara baik tentang tata
kelola keuangan yang selama ini merupakan aspek lemah dari tata kelola
pemerintahan. Setelah pembelajaran di tahun pertama, dana desa dapat
ditingkatkan secara periodik hingga mencapai angka 10% dari APBN
transito ke daerah on top yang terdiri dari uang dana desa dan program
kementerian lembaga ke desa.
Itu artinya, angka 1,4 milyar rupiah dana desa bukanlah 1,4 milyar cash in hand
yang diterima desa. Uang yang diterima desa paling banyak mencapai 725
juta rupiah. Sisanya adalah program kementerian lembaga yang masuk ke
desa. Dari dana 725 juta rupiah itu, telah dirancang bahwa 30%
penggunaannya untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, dan 70% untuk
pembangunan desa.
Meski
demikian harapan desa pada program pemerintah pun harus diikuti oleh
dua pertanyaan mendasar. Pertama, apa program kementerian lembaga yang
ditujukan kepada desa? Kedua, bagaimana desa mendapatkan manfaat dari
program itu?
Pertanyaan
tentang program kementerian lembaga untuk desa penting oleh dua alasan.
Pertama, bahwa pengalaman yang ditemui selama ini, program kementerian
lembaga untuk desa hanya menjadikan desa sebagai objek. Program
dirancang di Jakarta. Turun ke desa tanpa diketahui pemerintah desa.
Tetapi ketika program gagal, pemerintah desa yang dijadikan kambing
hitam kegagalan. Program-program itu digerakan dengan dana yang besar,
tetapi sama sekali tidak menjawab kebutuhan masyarakat desa. Karenanya,
penting kemudian bahwa program kementerian ke desa masuk terlebih dahulu
ke atas meja bupati/walikota. Pemerintah kabupaten/kota yang kemudian
akan menentukan kemana program dilabuhkan dengan memperhatikan rencana
pembangunan jangka menengah desa.
Kedua,
bahwa kemanfaatan program pemerintah hanya milik program itu sendiri.
Program selesai dilaksanakan. Program dapat dilanjutkan. Program mampu
menyerap seratus persen dana. Program dipertanggungjawabkan secara
administratif. Namun program tidak memberikan apa-apa untuk orang desa.
Pada saat program dirancang orang desa tidak dilibatkan. Pada saat
program dilaksanakan orang desa hanya penonton. Pada saat program
berakhir orang desa terkejut : ‘lho, ada ya program ini?’
Rendahnya
manfaat program pemerintah dapat dilihat dari konstruksi rancangan
program itu sendiri. Suatu program menyerap anggaran milyaran rupiah.
Namun manakala dibedah komponen belanjanya, hanya beberapa puluh juta
rupiah yang sampai ke masyarakat desa. Sisanya adalah belanja monitoring
evaluasi dan administrasi sekretariat. Apa aktivitas belanjanya? Tiket
pesawat, foto copi, pembuatan laporan, tenaga ahli, dan seterusnya.
Kini,
undang-undang melarang kementerian lembaga merancang program yang
berbentuk penyaluran uang langsung kepada kelompok masyarakat atau rumah
tangga. Semua program kementerian lembaga harus masuk dahulu ke
pemerintah kabupaten/kota, selanjutnya diarahkan ke desa melalui
pencatatannya dalam anggaran pendapatan dan belanja desa. Kementerian
lembaga dituntut untuk menunjukan kepemihakan mereka pada desa yang
dicerminkan dengan perancangan program yang lebih baik dan lebih
bermanfaat. Bantuan langsung yang tidak langsung karena lebih banyak
dihabiskan untuk belanja pendukung program memang selayaknya
ditinggalkan.
0 comments :
Posting Komentar